Rafael Hutama, sang putra sulung keluarga Hutama terjebak one night stand dengan Milea yang datang untuk mencari sang dosen pembimbing sesuai alamat yang tertera di data kampusnya. Tentu saja Rafa yang berada dibawah pengaruh obat tak bisa berpikir jernih hingga berakhir di tempat tidur bersama Milea. Sebagai pria keluarga terpandang tentu dia berniat menikahi Milea. Tapi anehnya Milea malah menolak. Bagaimana bisa dia menerima pertanggung jawaban Rafael jika yang dia cintai adalah Richard Hutama, sang adik yang juga merupakan dosennya di kampus??
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sushanty areta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pagi
"Selamat pagi mom...dad." sapa Milea saat berpapasan dengan Sofia dan Fernando yang baru masuk dari pintu depan. Wanita paruh baya yang sudah jadi ibu mertuanya itu tersenyum ramah, mengelus kepalanya penuh kasih sayang.
"Selamat pagi juga Milea. Apa tidurmu nyenyak?" Milea mengangguk. Dia memang tidur amat nyenyak di kamar Rafael. Hal yang tak biasa baginya yang biasanya susah tidur ditempat asing. Tapi kamar Rafa yang di dominasi warna biru muda nan elegan sudah membuatnya lupa waktu.
"Momy dari mana?" Sofia memperhatikan dirinya yang memakai mukena putih bersih, senada dengan baju koko yang dikenakan Fernando.
"Dari musholla. Milly sudah sholat?" Sofia menarik nafas berat saat Milly menggeleng. Dia segera menoleh pada sang suami yang sudah duduk di sofa.
"Hubby, bisa panggilkan Rafa?" Nando tak menjawab, dia memilih berjalan ke ruang kerja putranya yang berada di sisi kiri ruang kerjanya dan mengetuknya. Hanya butuh dua ketukan saat Rafa muncul di depan pintu dengan wajah basah.
"Dipanggil momymu." katanya lalu berjalan lebih dulu diikuti putranya.
"Ada apa mom?"
"Sudah sholat subuh?"
"Masih mau sholat mom. Barusan wudhu." balas Rafa tak mengerti.
''Bagus. Ajak Milly sholat bersama." pinta sofia lalu berjalan cepat ke kamarnya dan kembali dengan satu set mukena di tangannya.
"Ehhmm..Milly bisa sholat kan?" Kali ini Sofia sedikit lega saat sang menantu mengangguk. Milly bukannya tak bisa sholat, dia hanya tak biasa melakukannya. Kedua orang tuanya begitu sibuk bekerja hingga tak pernah memperhatikannya. Mungkin ini alasan Fernando terus mendesak agar Sofia resign dari pekerjaannya. Dia ingin anak-anaknya tumbuh dengan baik dan tak kekurangan kasih sayang orang tuanya yang terus mengejar harta dunia.
"Sekarang ikuti suamimu nak, subuh akan segera berakhir."
"Ba...baik mom." Milly segera mengikuti Rafa yang masuk ke ruangan besar, tempat dimana keluarganya beribadah. Pria tampan itu segera menempatkan dirinya sebagai imam tanpa banyak kata. Alangkah kagetnya Milly saat mendengar pria itu mengucapkan takbir dan mulai membaca Alfatihah dan ayat pendek dengan suara merdu dan fasih. Milea terkesiap karenanya, memgikuti gerakan sang suami hingga rekaat akhir dan mengakhirinya dengan salam. Dia kembali dibuat kaget saat Rafa mengulurkan tangannya. Hampir saja pria itu menariknya kembali karena Mily tetap diam, namun Milea tak kalah cepat menyambarnya setelah kesadarannya kembali lalu mencium tangannya.
"Pergilah ke dapur. Jika kau tak bisa memasak, cukup temani momy saja dan membantu hal-hal kecil." ujar Rafa lembut. Bolehkah jika Milly sedikit terpesona dengan wajah tampan penuh aura dewasa yang ada pada pria yang sudah jadi suaminya itu? kenapa tatapan Rafael begitu teduh dimatanya?
"Millea..." tegur Rafa saat mendapati Milly terus menatap padanya tanpa memberikan jawaban.
"Ehhh..iya tuan Rafa." balasnya tergagap. Ingin rasanya menjedotkan kepalanya kendinding saat itu juga karena ketahuan menelisik pria dewasa itu.
"Bisakah kau memanggil nama saja? orang akan menganggap aku merendahkanmu jika kau memanggilku begitu." tak ada ekspresi di wajah tampan itu hingga Milea dibuat kembali termangu. Layaknya orang kebanyakan, memanggil suaminya dengan embel-embel kata tuan memang seolah menjadikan mereka orang asing ataupun....seorang bawahan dan Rafa tak menginginkan itu rupanya.
"Ehmmm...baiklah...Rafa." dan Rafael segera bangkit dari duduknya, keluar dari ruangan itu menuju ruang kerjanya. Dia harus sedikit berolah raga pagi itu. Masih ada waktu beberapa jam sebelum dirinya berangkat ke kantor.
Sesuai kata-kata Rafa, Milea.segera menuju dapur setelah menyimpan mukenanya di kamar. Tak ada seorangpun di dapur kecuali momynya yang sedang sibuk memasak. Milea mendekat ragu.
"Momy....adakah yang bisa kubantu?" Sofia yang masih berkutat dengan blander berisi bumbu mengangkat kepalanya. Senyum sang dokter terkembang.
"Tentu saja. Kemarilah sayang...potong sayuran ini ya." kata sang mertua ramah. Milea segera mendekat, mengambil pisau lalu mulai memotong wortel, kubis dan beberapa jenis sayuran di depannya. Mode mertua galak seperti yang dia bayangkan sebelumnya sirna. Tak ada ekspresi itu di wajah Sofia meski dia secara terang-terangan menolak tidur sekamar dengan putra sulungnya. Hal mengerikan yang seharusnya tak terjadi pada pasangan pengantin baru sepertinya, apalagi dirumah mertuanya. Tapi mau bagaimana lagi? targetnya adalah Richard. Dia tak ingin dosen sekaligus adik iparnya itu menganggapnya menyerah mengejar cintanya setelah menikahi kakaknya. Tidak!! Milea menginginkan seorang Richard Hutama, bukan kakaknya.
"Apa kau biasa di dapur saat pagi hari?"
"Tidak mom. Aku hanya beberapa kali membantu mama saat ada acara di rumah. Rafa yang menyuruhku menemani momy tadi." ucap Milea jujur. Dia memang sama sekali tak pintar berbohong.
"Milly...boleh momy beritau sesuatu?" Milea mengiyakan, menatap serius momy Sofia yang memegang pundaknya.
"Ada apa mom?"
"Bagi orang barat mungkin memanggil nama pasangan adalah hal lumrah, tapi kita orang timur Milly. Walau kau tak mencintai Rafael, setiaknya kau harus menghormati posisinya sebagai suamimu. Panggil dia dengan panggilan yang layak. Dia juga lebih tua darimu, nak." lirih Sofia seolah tak ingin siapapun mendengar nasihatnya selain sang menantu.
"Ehmm...sayang, apa kopiku sudah siap?" Suara bariton Fernando menghentikan percakapan mertua dan menantu itu. Sofia tersenyum lebar pada sang suami.
"Tunggulah sebentar mas, akan kubuatkan untukmu dan Rafa. Ehmm....Richard, apa dia ada dirumah?" tanya balik Sofia pada sang suami. Nando memilih duduk di pantry, menghadap pada istrinya juga sang menantu yang langsung mengangguk hormat padanya. Tentu saja Milea salah tingkah dihadapannya. Untuk urusan ekspresi, Nando memang tak ada duanya dalam memasang wajah datar andalannya.
"Anak itu baru pulang dini hari tadi. Pasti sekarang masih tidur di kamarnya." Richard memang tipe seperti dirinya saat muda dulu. Menikmati masa lajang dengan segala kebebasannya. Bedanya, Richard suka bergonta-ganti pacar...sedang dirinya, amat tak suka dengan kaum hawa yang dirasa merepotkan hidupnya hingga menemukan seorang Sofia.
"Milly, berikan kopinya pada dady ya...sekalian panggil suamimu untuk menemani dady minum kopi. Dia pasti diruang gym. Jalan lurus saja ke belakang trus belok kiri." ulas Sofia, Milea segera membawa nampan mendekati sang dady. Meletakkan cangkirnya dengan tangan bergetar. Siapa yang tak kenal nama besar Fernando satria hutama yang amat disiplin dan bertangan dingin. Kharismanya tak terbantahkan.
"Silahkan diminum dad...."
"Ehmmm...terimakasih Milly. Boleh kutau apa kegiatanmu hari ini?" Milea memilin tangannya, bingung. Hari ini dia tak ke kampus atau ada acara apapun diluar. Tapi haruskah dia bilang jika akan dirumah saja selagi yang lain pergi bekerja?
"Milly akan pergi ke rumah sakit kita bersamaku mas. Iyakan Milly?" Milea menatap sekilas momy Sofia, mata seteduh milik suaminya itu seolah ingin melindungi dirinya. Milly mengangguk dan tersenyum kecil pada dady Nando.
"Ohh...itu Rafa datang Mill, kau tak perlu memberitahunya." Momy Sofia mengarahkan dagunya pada pintu samping dimana Rafael berjalan tegap menuju pantry. Mungkin inilah rutinitas pagi keluarga mereka. Pria yang amat mirip Nando di masa muda itu mengambil duduk di samping sang dady.
"Kak...ini kopimu."
iki onok nofel kocak