Risty Azalea, gadis cantik yang berasal dari keluarga sederhana bertekad merubah hidupnya menjadi wanita yang sukses dan dihormati semua orang, tapi siapa sangka kisah asmaranya tidak semulus karirnya saat ini. Dia malah jatuh cinta pada Bima Arya Dalwyn, seorang laki-laki menyebalkan dan bermulut tajam yang tidak menyukainya sama sekali. Penasaran kan bagaimana lika-liku perjalanan kisah cinta mereka? Yuk ikuti terus kisah mereka, jangan lupa beri like dan komen ya kesayangan!😍😍
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ocha Zain, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 13.Quality Time
"Bim apa kamu keberatan jika kakakmu ikut bersama kalian?" Bu Helena membuka suara.
"Nggak mom, malah aku jadi obat nyamuk nantinya, biarkan aja mereka jalan-jalan berdua!"
Erlangga menolak usul mommy-nya.
"Aku nggak keberatan! Kakak ikutlah sama kami, aku jamin kakak nggak akan jadi obat nyamuk! Lagipula kita cuma mau jalan-jalan, emangnya mau ngapain di tempat umum!" ajak Bima.
"Nggak, aku nggak mau!"
"Ikut saja Ngga, anggap saja kalian sedang nostalgia. Yahh.. itung-itung buat ngenang masa kecil kalian yang dulu selalu kemana-mana bareng," bujuk Pak Prabu.
Pak Prabu dan Bu Helena bukan tanpa alasan membujuk putra tertuanya untuk ikut bersenang-senang bersama adik dan iparnya. Mereka tahu Erlangga sedang menutup kesedihannya dengan rapi, tapi serapi apapun ditutupi setiap orangtua akan lebih peka dengan apapun yang terjadi pada putranya.
Walaupun keduanya tidak tahu pasti apa yang membuat putranya bersedih, tapi mereka meyakini putranya sedang tidak baik-baik saja.
"Ikulah bersama kami kak, pasti lebih menyenangkan jika kita bertiga bisa jalan bersama," Risty ikut menimpali.
"Oke, baiklah kalau kalian semua memaksa! aku akan ikut tapi aku nggak mau traktir kalian, bayar sendiri makanan kalian!"
"Iya kak, iya! Aku nggak minta traktiran!" Bima memutar malas bola matanya.
"Atau jangan-jangan kalian sengaja mengajakku agar aku membayar semua pengeluaran kalian! Sungguh licik kalian!" canda Erlangga sembari memicingkan matanya.
Mendengar ucapan Erlangga sontak membuat mereka terbahak bersama.
***
Kini mereka bertiga berada di sebuah tempat yang memiliki beberapa wahana ekstrim yang terkenal di kota itu.
Awalnya Risty enggan menyetujui usul kedua laki-laki itu karena Risty tipe wanita yang anti dengan wahana yang ekstrim, tapi kedua laki-laki itu sangat memaksa hingga Risty tidak punya pilihan lagi.
Mereka memasuki sebuah studio yang terkenal dengan beberapa wahana dan tempat edukasi itu, Bima dan Erlangga begitu antusias ingin segera menaiki wahana ekstrim yang berbentuk tower di hadapan mereka.
Wahana jenis tower ini bernama Negeri Raksasa yang siap menjatuhkan tubuh ke bawah. Ibaratnya seperti tubuh kita terhempas dari gedung dengan ketinggian berlantai lima.
Tinggi wahana ini mencapai 20 meter. Pengunjung yang datang untuk mencoba wahana ini akan diberikan sensasi berbeda dengan wahana yang lainnya, di sini akan menemukan kenikmatan melayang jatuh dari udara.
Risty bergidik ngeri, seumur hidupnya dia tidak pernah menaiki wahana yang seperti itu.
"Kalian aja lah yang naik, aku tunggu dibawah," ucap Risty mengerucutkan bibirnya sembari melipat tangannya.
"Nggak bisa!" ucap Bima dan Erlangga bersamaan.
Risty melotot tak percaya mendengar ucapan keduanya.
"Kalian yang ingin aku nggak, jadi kalian aja yang naik!" Risty masih tidak peduli.
"Atau jangan-jangan kamu takut ya?!" Bima mengoloknya.
"Enak aja! Nggak donk!" Risty mempertahankan gengsinya.
"Kalo begitu ayo!"
Bima menarik tangan Risty.
"Kak Bim, lepasin aku lagi males naik itu!'
"Halah alasan mulu kamu tuh! Masa CEO yang terkenal tegas dan pemberani takut naik ginian! Cemen banget sih!" ejek Bima.
Sedangkan Erlangga hanya senyum-senyum sendiri melihat perdebatan kecil mereka.
"Enak aja! Aku tuh berani tau, cuma aku lagi nggak pengen naik!" Risty kekeh dengan gengsinya.
Sesaat kemudian Bima menggendong Risty ala bridal style menuju wahana itu.
"Aaaaaaggghhh! Kak Bima apaan sih, turunin nggak!"
Risty berteriak dan memberontak, pada akhirnya dia didudukan di salah satu kursi pada wahana itu.
"Dasar pemaksaan! Orang gila!" umpat Risty.
"Bodo amat!" Bima menjulurkan lidahnya.
Sesaat kemudian kedua laki-laki itu duduk disamping kiri dan kanan dari tempat duduknya.
Wahana mulai dinyalakan, jantung Risty mulai berdegup dengan kencang. Mulutnya bergumam merapalkan banyak doa, berharap semua ini cepat berakhir.
Saat wahana itu mulai naik keatas mata Risty pun terpejam, lalu wahana itu meluncur dengan cepat kebawah. Seketika itu Risty semakin takut dan meneriakkan doa apapun tanpa sadar.
"Ya Allah, ampuni dosa hamba Ya Rabb, tolonglah hamba Ya Allah, Hamba nggak nakal lagi Ya Allah, Ampun Ya Allah! Allahumma lakasumtu wabika aamantu wa'alaa rizqika afthortu birohmatika yaa arhamar roohimiin." gumamnya dengan cepat dengan jantung yang terasa mau copot.
Sontak kedua laki-laki disampingnya tertawa terbahak-bahak.
"Elah Ris! Bukannya itu doa buka puasa! Kita ini nggak lagi buka puasa kali!" ucap Bima kemudian tertawa terbahak lagi dan begitu pula Erlangga.
Risty mengernyitkan dahinya, dia baru sadar kesalahannya saat mendengar ucapan Bima.
"Eh iya juga ya, kenapa jadi doa buka puasa! Ahh bodo ahh yang penting doa!" gumam Risty.
Kemudian wahana itu terhempas lagi kebawah, sontak Risty memejamkan mata lagi dan tak sadar mencengkeram kuat tangan Erlangga.
Risty yang sadar tengah memegang tangan yang salah, dia menjadi salah tingkah dan segera melepaskan tangan Erlangga, tapi sebaliknya Erlangga malah tidak membiarkan tangan Risty lepas dari genggamannya. Seolah-olah dia memberikan kekuatan agar Risty tidak merasa takut.
Risty tidak bisa apa-apa, dia hanya terdiam mengikuti alur seolah tidak terjadi apa-apa. Padahal perasaannya begitu campur aduk.
Beberapa menit berlalu, dia lega bisa keluar dari wahana menyebalkan itu. Kepalanya sedikit pusing dan berat.
"Kamu tidak apa-apa Ris?" Erlangga begitu mengkhawatirkannya.
"Tidak masalah kak, hanya sedikit pusing!" ucap Risty sembari memegang kepalanya.
"Dasar lebay! Belum juga yang lain! Bilang aja takut, pake gengsi segala!" ejek Bima.
Risty hanya terdiam, dia memang kelewat gengsi. Kalau saja dia jujur dia tidak berani, Bima tidak mungkin memaksanya.
"Mau naik yang mana lagi? Ayo kita naikin semua!" ucap Bima dengan enteng.
"Ya udah Kak Bima naik sana! Aku mau pulang naik Grab aja!" sungut Risty kemudian berjalan pergi.
"Ehh tunggu,"
Bima berlari mengejar Risty.
"Apaan sih ngambek segala! Kayak anak kecil aja kamu itu!"
Bima menarik tangan Risty dan berjalan didepannya.
"Udah tahu aku takut naik begituan malah mau maksa lagi, aku mau pulang aja!" Risty masih kesal.
"Ya udah deh, kita nurut kamu! Kamu mau nyoba yang mana kita jabanin deh!" ucap Bima mengalah.
"Bener ya?" tanya Risty pada keduanya.
Dan keduanya kompak mengangguk.
"Oke, let's go bapak-bapak!"
Risty berjalan di depan mereka dengan riang dan berhenti di depan arena Rumah hantu.
"Serius mau masuk sini?" Bima memastikan.
"Seriuslah! Atau jangan-jangan Kak Bima takut ya? Hayoo ngaku!" Risty tersenyum sembari menunjuk depan Bima.
"E.. enak aja! Siapa yang takut?!"
Bima sok berani padahal dirinya memang takut dengan hal yang berbau mistis.
Saat mulai memasuki Rumah Hantu itu, Bima mencengkeram erat lengan Risty. Dia tidak berani membuka matanya saat beberapa hantu palsu memperlihatkan penampakannya.
"Kak Bima apaan sih! Sakit tau dicengkeram gini!"
"Eh iya maap!"
Bima masih memejamkan mata.
"Buka nggak matanya!"
"Nggak mau!"
"Buka! Dasar Cemen!" Risty membalas ejekan Bima tadi.
Sedangkan Erlangga hanya terdiam, dia juga tidak menyukai hal berbau mistis, keringatnya keluar lebih banyak karena takut. Tangannya juga berkeringat dan tanpa sadar dia memegang tangan Risty.
Risty yang menyadari tangan Erlangga yang basah merasa kasihan, dia mengerti Erlangga sedang ketakutan. Alih-alih melepaskan Risty malah membetulkan posisinya pegangan mereka sehingga kelima jari Risty bertaut sempurna dengan kelima jari Erlangga, dan itu membuat Erlangga merasa lebih baik.
Sedangkan Bima masih menyembunyikan wajahnya dibalik jaket miliknya, dia tidak berani membuka mata sama sekali. Bermodalkan memegang lengan Risty dia bisa berjalan tanpa hambatan sampai keluar Rumah Hantu itu.
"Bagaimana Kak Bima suka?" goda Risty.
"Au ah gelap! Aku cari minum aja!" ucap Bima kemudian berjalan menjauh.
"Nitip ya kak!" teriak Risty.
"Nggak mau, beli sendiri!" goda Bima.
"Awas aja nggak dibeliin minum! Aku aduin mommy!"
"Dasar tukang ngadu!"
"Bodo amat!"
Risty dan Erlangga menunggu Bima yang membeli minum, sembari fokus memotret sekitar dan Erlangga pun juga sibuk dengan ponselnya.
Tiba-tiba rombongan pelajar menabrak Risty yang sedang fokus memotret, tubuhnya terhuyung karena tak siap dan dengan sigap Erlangga menangkap tubuh Risty sehingga Risty tidak sampai terjatuh ke lantai.
Seketika pandangan mereka bertemu, tatapan mereka menyiratkan kerinduan yang mendalam. Tanpa sadar Risty berada didekapan Erlangga, Bima yang baru datang tiba-tiba merasa sedikit cemburu.
"Ehemmm!" Bima berdehem keras.
"Ma.. maaf, tadi aku ditabrak rombongan pelajar yang baru datang tadi,"
Risty gelagapan sedangkan Erlangga bersikap seolah tidak terjadi apa-apa. Bima merasa sedikit aneh dengan gelagat keduanya, tapi dia coba tepis. Yang dia tahu kakaknya begitu mencintai tunangannya, mana mungkin seorang wanita seperti Risty bisa membuat hati kakaknya berubah dalam sekejap.
"Kak, ini minumku ya?" Risty mengambil paksa minuman dari tangan Bima dan meneguknya sampai habis.
Bima hanya terbengong melihat tingkah Risty, kemudian Risty mengambil bungkusan plastik yang berisi tiga burger yang berada ditangan Bima. Bima masih terbengong-bengong.
"Hemmm enak banget Kak!" ucap Risty dengan banyak makanan dimulut.
"Ee buseettt, nih cewek kayak kesurupan makannya! Kamu tuh kelaperan apa doyan sih!" tanya Bima dengan heran.
"Dua-duanya kak!" ucap Risty tersenyum nyengir.
Kedua laki-laki didepannya hanya menggelengkan kepalanya sembari tersenyum lucu.
Seharian sudah mereka jalan-jalan, makan dan nonton. Mereka kembali ke Mansion Pak Prabu pada pukul 5 sore.
Mereka bertiga semakin akrab dan tidak sungkan lagi untuk saling menjahili, binar mata ketiganya memancarkan kebahagiaan. Tertawa dan berdebat sepanjang hari, tapi mereka bahagia.
"Bagaimana jalan-jalannya sayang?" Bu Helena menyambut kedatangan mereka.
"Capek mom!" seru Bima.
"Tapi kalian bahagia kan?"
Dan ketiganya mengangguk lalu kembali ke kamar mereka masing-masing untuk membersihkan diri.
btw thanks thor udah up 2 uluh" sarangheo thor semngaaat trus thor up satu" ngak papa thor asal jngan lama" thor