Punya tetangga tukang gosip sih sudah biasa bagi semua orang. Terus gimana ceritanya kalau punya tetangga duda ganteng mana tajir melintir lagi. Bukan cuma itu, duda yang satu ini punya seorang anak yang lucu dan gak kalah ganteng dari Bapaknya. Siapa sih yang gak merasa beruntung bisa bertetanggaan dengan duda yang satu ini?
Dan orang beruntung itu tak lain adalah Lisa. Anak kepala desa yang baru saja menyelesaikan kuliahnya di Ibu Kota. Pas pulang ke rumah, eh malah ketemu duda ganteng yang teryata tetangga barunya di desa. Tentu saja jiwa kewanitaannya meronta untuk bisa memiliki si tampan.
Penasaran gak sih apa yang bakal Lisa lakuin buat narik perhatian si duda tampan? Kalau penasaran, yuk simak ceritanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon desih nurani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Calon mantu saya
Jantung Lisa bertalu-talu saat mendengar pertanyaan Mama Erkan.
"Maaf, Buk. Saya sama Pak Erkan gak punya hubungan apa-apa kok. Bukannya Pak Erkan udah mau nikah ya bulan depan?" Sahut Lisa.
Sontak kedua orang tua Erkan pun langsung melempar pandangan pada anaknya itu. "Beneran, Erkan? Kok gak bilang sama Mama?"
Erkan tersenyum kikuk. "Enggak kok, aku cuma bercanda soal itu. Lisa aja yang terlalu serius menanggapi."
"Loh, kok Bapak salahin saya? Kan Bapak yang bilang sendiri kalau Bapak itu mau nikah bulan depan. Terus tadi Bapak juga bilang kalau hari ini udah janjian sama calon istri Bapak."
Erkan memelototi Lisa. Ya ampun anak ini, lemes banget mulutnya. Gak tahu apa aku cuma mau ngerjain dia.
"Calon istri gimana? Sejak kapan kamu main petak umpet sama Mama, Erkan? Siapa calon istri kamu? Bilang sama Mama. Jangan bilang satu kantor sama kamu? Mama gak setuju, mereka itu jelek semua. Cuma bedaknya aja yang tebel."
Sebagai orang asing, Lisa merasa bersalah karena berada di antara mereka.
"Kalau sama Lisa, Mama setuju." Imbuh Mama Erkan yang berhasil membuat Lisa salah tingkah.
Duh... kenapa aku dibawa-bawa sih? Kan jadi geer akunya. Lisa pun menunduk malu. Namun tidak dipungkiri ia bahagia mendengarnya.
"Walaupun penampilan dia agak kampungan. Tapi dia lumayan cantik kalau di poles dikit."
Lah... baru aja buat aku melayang. Sekarang dijatuhin gitu aja. Sakitnya tuh di sini. Batin Lisa.
Melihat eskpresi lucu Lisa, Erkan pun tersenyum geli. "Emang Mama beneran setuju kalau aku nikah sama Lisa?"
Mendengar itu Lisa langsung menatap Erkan penuh tanda tanya. "Kok jadi saya sih, Pak? Bukanya Bapak udah punya calon istri yang cantik, masih muda, dan menggemaskan itu ya?"
Lagi-lagi Erkan tersenyum geli karena Lisa bisa mengingat dengan jelas ucapannya kemarin yang sebenarnya ditujukan untuk Lisa sendiri. Dan Erkan semakin senang mengerjainya.
"Enggak kok, kapan saya bilang gitu?"
"Lah, kemarin Bapak bilang pas di kamar Rayden. Masak iya Bapak lupa?"
"Emang saya lupa." Jawab Erkan dengan entengnya.
"Ih, padahal ganteng tapi pikun." Lisa sama sekali tidak sadar ia sudah meledek Erkan di depan kedua orang tuanya. Dan ledekan itu justru mengundang senyuman keduanya.
"Jangan debat. Sekarang bilang sama Mama kapan kalian mau nikah? Mama gak sabar pengen nambah cucu."
"Siapa yang mau nikah?" Sahut Lisa dan Erkan kompak.
"Lah... kalian dong. Masak iya Mama dan Papa?"
"Maaf, Buk. Saya gak mau nikah sama duda pikun." Jawab Lisa menatap Erkan kesal, lalu menjulurkan lidahnya. Bahkan ia lupa soal memaksakan diri itu.
"Dih... siapa juga yang mau nikah sama gadis pecicilan kayak kamu? Yang ada hidup saya jadi repot."
Lisa melotot mendengar itu. "Dasar duda pikun, saya doakan dapat jodoh yang pecicilan dan bakal nyusahin hidup Bapak seumur hidup. His... ngeselin banget jadi duda." Kesal Lisa dengan kedua tangan terkepal.
"Kenapa kalian jadi debat sih?" Tanya Mama merasa heran dengan kedua anak itu. Padahal kemarin Erkan mengadu padanya ingin nikah lagi sama anak kepala desa. Kenapa sekarang jadi membingungkan gini sih?
Papa Erkan yang tidak ingin ikut campur pun memilih duduk di sofa. Ditariknya Rayden supaya duduk dipangkuannya. Lalu mereka pun menonton drama lucu itu.
"Udah ah, saya mau pulang. Gerah di sini terus. Assalamualaikum." Tanpa menunggu jawaban Lisa pun langsung pergi.
"Waalaikumsalam." Jawab yang lainya refleks.
"Kakak, Ray mau ikut." Rayden pun langsung mengejar Lisa. Sontak Erkan dan Mamanya pun tersentak.
"Loh... kok kamu biarin calon mantu saya pergi sih?"
Erkan menghela napas berat. "Mama bikin kacau aja."
"Loh, kok jadi salahin Mama? Kan kamu yang bikin dia marah. Kejar cepetan."
"Ngapain di kejar, orang rumahnya aja di depan. Kalau kangen tinggal nongol aja depan pintu. Bahkan Papa siap lamar Lisa." Ujar Papa yang berhasil mendapat tatapan tajam dari istri dan anaknya.
"Maksud saya itu lamar Lisa buat Erkan. Suuzon aja sama saya." Ralat Papa tersenyum geli.
"Ih, Papa. Sama aja kayak anaknya. Pokoknya Mama mau kamu nikahin Lisa. Mama udah terlanjur jatuh cinta. Lisa itu cocok sama Mama, mulutnya gak bisa bohong."
"Tadi aja ketus, sekarang bilang jatuh cinta." Cibir Papa.
"Tadi kan cuma ngetes doang."
"Ada-ada aja kamu."
Mama pun langsung duduk di sebelah Erkan. "Emang kamu beneran suka sama Lisa?"
Erkan mengangkat kedua bahunya. "Entah."
"Loh, kok entah sih? Perasaan kamu gimana kalau ketemu dia? Burung kamu bangun gak pas lihat dia?"
"Mama!" Erkan memperingati. Kemudian Mama pun tersenyum geli.
"Kan kamu udah lama menjomblo, pasti anunya kelaman tidur. Pas liat yang bening kayak Lisa pasti bangun kan?"
Papa tertawa geli mendengar perkataan istrinya itu. Berbeda dengan Erkan, wajahnya merah padam karena malu.
"Tuh, muka kamu aja merah. Cepat dihalalin, jangan sampe diserobot orang. Apa lagi dia kan anak kepala desa, mana berpendidikan lagi. Pasti banyak yang incar."
Erkan menatap Mama dan Papanya bergantian. "Nanti aku pikirin lagi."
"Jangan kelamaan mikir, nanti nyesel."
"Iya, Mama bawel."
****
Asep mengerut bingung saat melihat adiknya cemberut sambil menuntun Rayden.
"Kenapa bibir kamu, Neng. Disentet tawon?"
Bukannya menjawab, Lisa malah melotot. "Julid."
Asep tertawa lucu, kemudian matanya menangkap sosok bocil yang terus menempel pada Lisa.
"Wih... ada si bocil nih. Main game yuk." Ajaknya.
"Mau mau... main ff ya?"
Lisa terkejut mendengarnya. "Kok kamu tahu game ff?"
"Ray kan suka main, Kakak."
Mulut Lisa terbuka mendengarnya. Pasalnya ia saja tidak tahu cara bermain game tersebut. Hanya sering dengar dari teman-temannya saat di kampus. Dan Rayden yang usianya masih dibawah lima tahun sudah paham game tersebut. Hebat memang anak zaman now.
"Hayuk atuh, jangan lengket terus sama perawan centil." Asep pun menarik Rayden dan langsung membawanya kabur ke kamar sebelum mendapat amukan Lisa.
"Aa!" Kesal Lisa semakin menyebikkan bibirnya. "Punya Aa cuma satu tapi ngeselinnya sampe ubun-ubun."
Lisa masuk ke kamarnya dengan perasaan kesal. Tadi Erkan mengatainya pecicilan, sekarang Asep juga mengatainya perawan centil. Tentu saja Lisa kesal setengah mati.
"Emangnya aku pecicilan ya?" Tanyanya pada diri sendiri. Ia bercermin, memandang wajahnya yang sedikit kusam. "Pantes aja Mamanya Pak Erkan bilang aku jelek walaupun gak bilang secara langsung."
Lisa menghela napas berat, lalu ia pun melangkah malas menuju kamar mandi.
Beberapa menit kemudian, Lisa keluar dari kamar dengan penampilan yang tidak seperti biasanya. Gadis itu memakai sedikit make up tipis dan pakaian yang jarang ia pakai.
Mamah yang melihat penampilan baru anaknya itu merasa heran. "Neng, cantik bener. Mau kemana?"
Lisa yang mendapat pertanyaan itu tersenyum malu. "Gimana? Anak Mamah cantik kan?" Gadis itu berputar layaknya princess.
"Anak Mamah kan emang cantik. Tapi kau kemana atuh Neng udah cantik gitu? Mau jalan?"
"Enggak, mulai sekarang Eneng mau tampil cantik terus."
"Lah, lagi kasmaran ya Neng? Duh... anak Mamah udah gede ternyata."
"Ih, Mamah. Jangan bikin Eneng malu atuh. Tapi beneran cantik kan, Mah?" Lisa terlihat kurang percaya diri.
"Cantik, kan anak Mamah."
Tin!
Tin!
Tin!
Mendengar suara ribut klakson di depan rumah, Lisa dan Mamah Endang langsung keluar. Lisa mengacak pinggang saat melihat Bayu cengngesan tanpa dosa di atas motor.
"Neng, jalan yuk. Temenin Aa ke kondangan. Dih... udah cantik aja. Tahu ya kalau Aa mau datang?" Ajak lelaki itu dengan penuh percaya diri.
"Dih... gak usah pake Aa Aa segala. Geli dengernya. Emangnya mau kondangan kemana sih?"
Si Bayu pun tersenyum manis. "Ke kampung sebelah. Hayuk atuh, masak tega biarin aku sendirian."
"Gak bisa!" Seru Mama Erkan yang tiba-tiba datang. Bahkan tanpa sungkan wanita paruh baya itu mendekati dan merangkul tangan Lisa. Tentu saja Lisa dan Mamahnya pun terkejut.
"Neng, siapa Ibu ini?" Tanya Bayu penasaran. Pasalnya ia tidak pernah melihatnya sebelum ini.
"Ini...."
"Perkenalkan, nama saya Dinar. Lisa ini calon mantu saya."
Eh? Mulut Mamah Endang terbuka mendengar itu.