Cinta yang habis di orang lama itu, nyatanya bukan karna belum move on, tapi karna dia punya ruang tersendiri.
-anonim-
Kisah cinta pertama yang harus berakhir bukan karena tidak lagi saling mencintai.
"Aku terdiam menutup mataku, berpikir apa yang akan kukatakan. Akhhh Malika... kenapa ini begitu sulit? Tuhan tau betapa keras usahaku untuk melupakanmu, tapi sepertinya kini hanya dinding yang ada di hadapanku. Dulu ada satu titik, kita yakin pada kata selamanya, saat kamu meninggalkanku, rasanya aku menjadi seperti zombie. Aku yakin aku telah melewatinya tapi melihatmu kembali dihadapanku, kenapa aku jadi menggila seperti ini?."
Full of love,
From author 🤎
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mom fien, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 19
Setiap pagi aku datang ke taman di samping apartemenku. Aku menyukai deretan makanan dan minuman yang mengelilingi danau. Aku juga menyukai suasananya di pagi hari yang relatif lebih sepi. Aku bisa duduk berjam jam dengan laptopku sambil memandangi lalu lalang orang yang menuju kantor atau berolahraga, pemandangan pagi seperti itu menginspirasiku dalam menulis cerita.
Papa memilih apartemen ini, karena letak kantor kak Aryo yang berada di area taman ini.
Sampai saat ini aku masih merahasiakan tentang novel-novelku dari kak Bima. Aku takut kak Bima marah saat membaca novelku, karena ada cerita mengenai Carlo disana. Di beberapa novel awalku dulu, aku menggambarkan tokoh utama pria sesuai dengan gambaranku mengenai Carlo.
"Malika...", deg...aku mengenal suara itu.
"Hai apa kabar", tanya Carlo.
"Hai Lo, kok bisa kebetulan ketemu disini?", tanyaku tanpa berpikir dulu.
"Aku suka nongkrong disini karena temanku berkuliah disana", tunjuknya pada gedung kampus.
"Oooo...", jawabku singkat, sambil menutup laptopku.
"Kamu udah beres kuliahnya Ka?".
"Udah, sekarang lagi proses lamaran kerja Lo. Kalau kamu?".
"Aku ditahap akhir skripsiku semoga akhir bulan ini bisa selesai, jadi bisa masukin jadwal buat sidang".
Kami sama sama terdiam sesaat, kemudian Carlo bertanya lagi,
"Kamu tinggal sendiri di apartemen?".
"Aku tinggal sama kak Aryo, Lo".
"Kak Aryo pacarmu?".
Aku tertawa mendengarnya,
"Bukan..., maaf aku tertawa Lo, aku lupa kita sudah lama tidak bertukar kabar ya kan Lo. Mama menikah lagi, kak Aryo adalah kakak tiriku, hubungan kami cukup dekat".
"Senang melihatmu tertawa Ka, sudah lama kita tidak seperti ini bukan?".
Aku terdiam dan teringat perasaan bersalahku.
"Lo maafkan sikapku dulu, aku tau aku menyakitimu kan. Aku juga sungguh menyesal kamu masuk rumah sakit dulu".
"Hei aku baik-baik saja sekarang, dan aku tidak menyesali sedikitpun dengan kejadian masa lalu, aku akan mengulanginya lagi jika waktu berputar ke belakang".
"Hmmm... ya...".
Untuk sesaat aku terdiam karena kenangan masa lalu kembali muncul dalam pikiranku.
"Ka, apa kamu tau akan ada reuni SMU 2 bulan lagi?".
"Iya, tapi aku ga akan datang, kamu tau aku seperti apa kan waktu SMU, temanku dekatku... , yah aku akan merasa canggung sepertinya", aku tidak berani melengkapi kalimatku.
"Ka boleh aku minta nomormu?".
"Iya Lo, 08126838931".
Carlo melakukan panggilan ke HPku,
"tu nomorku Ka, simpan ya".
Aku mengangguk, lalu pamit pulang.
"Lo, aku pulang dulu ya", ucapku sambil memasukkan laptop ke dalam tas.
"Ya Ka, sampai bertemu lagi".
Saat aku baru melangkahkan kakiku beberapa langkah, Carlo memanggilku,
"Kaaa... senang bisa berteman denganmu lagi", ucapnya sambil tersenyum.
Aku tersenyum dan melambaikan tanganku padanya.
Mengingat kak Bima cemburu pada Carlo, aku memutuskan untuk tidak bercerita mengenai pertemuan itu, lagipula itu pertemuan yang kebetulan saja pikirku.
Jumat malam sepulang dari kantor, kak Bima datang ke apartemenku. Awalnya pertemuan itu berjalan seperti biasa, makan malam bersama, tertawa bersama, hingga akhirnya pertemuan itu berubah menjadi pertengkaran.
"Ka, siapa Carlo?", tanya kak Bima sambil memperlihatkan layar HP ku, sesaat aku keluar dari toilet.
Deg..., jantungku rasanya langsung jatuh ke lantai. Semenjak pertemuan di taman kami tidak ada komunikasi sama sekali, jadi tidak menyangka akan ada kejadian seperti ini.
"Teman SMU", jawabku setenang mungkin.
Lalu aku membuka HP ku dan membaca pesan dari Carlo, "Hai Ka, apa kabar?".
"Kakak boleh membacanya", ucapku pada kak Bima sambil memberikan HP ku.
Kak Bima menghalau tanganku dengan emosi.
"Ini cowok yang sama waktu kita ke mall itu kan?!".
Untuk sesaat aku berpikir, jika aku berbohong apa kak Bima tidak akan terlalu marah?.
"Iya ini cowok yang sama", akhirnya aku memilih jujur.
"Malika!! Bukannya aku sudah bilang tidak suka!".
"Kami tidak sengaja bertemu lagi kak, sungguh kak, dia hanya teman jadi saat meminta nomorku aku tidak enak menolaknya".
"Sepertinya dia menyukaimu!".
Aku berusaha memegang tangan kak Bima, namun ia menghindariku dan bangkit berdiri ke arah pantry mengambil minum.
Aku hanya duduk memeperhatikannya dari sofa sambil menyusun kata-kata lagi.
"Kak Bima, jangan marah lagi kami memang hanya berteman, aku harus bagaimana supaya kak Bima ga marah lagi".
"Jangan berhubungan dengannya!".
"Maksud kakak jangan berteman dengannya?".
"Ya jangan berkomunikasi dengannya!".
"Bukankah itu agak berlebihan? Kami sudah lama tidak berkomunikasi, tidak sengaja bertemu, lalu hanya dengan pertanyaan apa kabar, kakak semarah ini?", tanyaku mulai kesal.
"Ya karena kamu milikku, tidak ada cowok manapun yang boleh mendekati kamu, apapun alasannya!".
"Kak!", nadaku mulai agak tinggi karena merasa kesal mendengar penjelasannya yang tidak masuk ke dalam logikaku.
Aku mengalihkan pandanganku ke arah TV, kemudian terdengar suara pecahan kaca. Aku sontak berdiri dan melihat pecahan gelas berserakan di lantai, mendekati kak Bima membantunya membereskan pecahan kaca.
"Aku saja Ka!", ia menghalau tanganku agak keras hingga aku terjatuh, tanganku menahan tubuhku, dan mengenai pecahan kaca.
"Malika, maafkan aku", kak Bima langsung menghampiriku.
Kulihat darah menetes dari telapak tangan kiriku. Kak Bima langsung menggendongku ke arah sofa. Membersihkan lukaku dari darah dan memeriksa apa ada pecahan kaca yang tersisa di tanganku.
"Maafkan aku, aku tidak sengaja, dimana kotak obatmu Ka?".
Aku menunjuk arah kotak obat.
Ia mengobati dan menutup lukaku, lalu memelukku.
"Maafkan aku".
Aku masih sedikit kesal dengan sikapnya tadi.
Kak Bima memegang wajahku lalu mencium bibir dan pipiku.
"Aku kan membawamu ke rumah sakit Ka. Tunggu aku bereskan dulu pecahan kacanya".
"Ga usah ke rumah sakit kak, diperban juga sembuh kak".
Sambil membereskan pecahan kaca ia berkata, "Ga Ka, aku harus memastikan kamu baik-baik saja".
Aku duduk terdiam menunggunya selesai.
"Dimana jaketmu Ka? Biar aku ambilkan".
Aku berjalan ke kamarku, membuka lemari dan menunjuk gantungan jaketku. Ia mengambilnya dan memakaikannya padaku.
"Ayo kita pergi Ka".
Aku menerima 4 jahitan di telapak tanganku.
Kak Bima tampak benar-benar menyesal saat itu, akupun memutuskan untuk melupakan pertengkaran kami.