Lintang Anastasya, gadis yang bekerja sebagai karyawan itu terpaksa menikah dengan Yudha Anggara atas desakan anak Yudha yang bernama Lion Anggara.
Yudha yang berstatus duda sangat mencintai Lintang yang mengurus anaknya dengan baik dan mau menjadi istrinya. Meskipun gadis itu terus mengutarakan kebenciannya pada sang suami, tak menyurutkan cinta Yudha yang sangat besar.
Kenapa Lintang sangat membenci Yudha?
Ada apa di masa lalu mereka?
Apakah Yudha mampu meluluhkan hati Lintang yang sekeras batu dengan cinta tulus yang ia miliki?
Simak selengkapnya hanya di sini!!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nadziroh, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 13. Resmi bercerai
Tiga bulan berlalu begitu cepat. Doa dari kedua orang tua dan orang-orang terdekat sangat mujarab. Proses perceraian Yudha dan Natalie berjalan lancar. Semua seperti yang diharapkan, hak asuh Lion jatuh ke tangan Yudha dengan sebuah alasan yang jelas.
Hanya ada senyum yang terbit mengiringi langkah Yudha. Pria yang resmi berstatus duda itu sangat lega dengan hasil kerja keras pengacara dan krew lainnya. Memeluk dan menepuk bahu pak Sehan, beralih Andreas yang ikut andil membantunya. Lalu pak Radit yang selalu mendampinginya. Sang ibu yang selalu menengadah tangan pada Allah demi kebaikannya.
Berbeda dengan Yudha yang dikelilingi orang tercinta, Natalie justru dibanjiri air mata dan kesunyian. Penyesalannya tak berarti. Menyiapkan-nyiakan Yudha adalah hal terburuk yang pernah ia lakukan, kini hanya bisa merenungi nasib yang tak seindah dulu.
Masih berkumpul di halaman pengadilan agama. Bersama salah satu sahabat, Natalie menghampiri Yudha yang sudah berada di tempat parkir mobil.
"Aku ingin bertemu dengan Lion," ucapnya dengan bibir bergetar.
Impian menjalin keluarga yang harmonis dengan Yudha kini lebur sudah. Tersisa harta yang ditinggalkan pria itu.
Yudha bisa melihat kekacauan di wajah cantik Mantan istrinya. Dulu ia memujanya, memanjakannya, memberikan apapun yang ia memiliki. Namun sekarang, semua itu tinggal kenangan, arang pun sudah menjadi abu yang tak pernah bisa dikembalikan lagi.
"Andreas, bawa Lion ke sini!" titah Yudha memakai kacamatanya lagi, menatap ke arah lain.
Pak Radit dan Bu Indri memilih pergi. Tak ingin ikut campur urusan yang menurutnya tak penting.
"Mama…" teriak Lion sambil berlari kecil menghampiri Natalie.
Tangis sang ibu pecah. Natalie memeluk erat tubuh mungil Lion. Mengurai rasa rindu yang mengendap. Tiga bulan menaungi kesepian, akhirnya Natalie bisa memeluk putranya lagi, meskipun sekejap. Menghirup aroma khas parfum anak yang selalu dipakai sang buah hati.
"Kenapa Mama nggak pernah pulang ke rumah oma?" ucap Lion dengan polos, mengelus pipi Natalie yang dipenuhi air mata.
Jiwa kecilnya hanya bisa menangkap jika mamanya sibuk bekerja keluar kota seperti yang diucapkan Mimah setiap hari. Bukan perceraian yang akan memisahkan mereka.
Sedih, mata Lion pun ikut berkaca. Meskipun tinggal bersama papanya di selimuti dengan kebahagiaan, tetap saja ada yang kurang. Seburuk apapun Natalie adalah ibu yang mengandung dan melahirkannya, dan sampai kapan pun tidak akan mengubah itu.
"Mama sibuk, Sayang," sahut Yudha, takut jika Natalie berbicara macam-macam yang membuat Lion goyah.
Natalie mendongak, menatap wajah Yudha yang nampak datar.
"Mas, apa aku boleh membawa Lion, untuk malam ini saja?" pinta Natalie mengiba.
Sebagai seorang ibu, ia pun ingin memeluk putranya saat melewati dinginnya malam. Memberikan kehangatan yang memang seharusnya diberikan seorang ibu.
Yudha meraih tangan Lion dan memberikannya pada Andreas. Maju satu langkah, mendekatkan bibirnya di telinga sang mantan istri.
"Nggak, sampai kapanpun aku tidak akan mengizinkan Lion tidur dengan kamu," bisik Yudha menjelaskan.
Lion menatap kedua orang tuanya lalu menatap Andreas. "Om, mama dan papa kenapa? Apa mereka bertengkar? Kenapa mama menangis?" tanya Lion pada Andreas yang sukses membuat pria itu bingung.
"Kita ke mobil, nanti om ceritain."
Tanpa minta izin, Andreas membawa Lion masuk mobil. Menghindari kejadian yang tak diinginkan.
Tak seperti Lintang yang punya banyak koleksi cerita, Andreas pun menghibur Lion dengan cerita si kancil mencuri timun. Meskipun amburadul, tetap saja menciptakan tawa bagi Lion.
Di kantor
"Mas Arif yakin ada lowongan pekerjaan untuk aku?" tanya Lintang memastikan.
"Yakin, Lin. Dan ini cocok sekali untuk kamu."
Setelah tiga bulan berjuang, akhirnya ada jalan keluar untuk menjauhi Lion dan Yudha. Gadis yang masih diliputi kebencian itu nampak girang setelah mendapat kabar dari Arif.
Aku harus secepatnya pergi dari sini sebelum Lion terlanjur mengikatku.
Tiga bulan banyak permintaan dari Lion, termasuk tidur bersama nya yang belum pernah dikabulkan. Lintang tak mau mengecewakan Lion lebih dalam. Ia tak mau hidup dalam dendam yang di balut dengan kasih sayang.
Lintang keluar dari ruangannya, menghampiri Gita yang masih sibuk dengan pekerjaannya.
"Git, aku mau mengundurkan diri."
"Apa?" Gita terhenyak kaget, menatap wajah Lintang yang nampak berseri.
"Kenapa?" tanya Gita memegang lengan Lintang.
"Nanti aku ceritakan, sekarang aku ingin bertemu pak Setiawan."
Lintang membawa amplop putih yang di siapkan beberapa hari lalu. Mengetuk pintu ruangan pak Setiawan yang sedikit terbuka.
"Masuk!" sahut Pak Setiawan.
Lintang masuk lalu duduk di depan Pak Setiawan. Ia menunduk, menatap jemari nya yang saling terpaut, pasti banyak pertanyaan yang akan meluncur dari sang bos.
"Ada apa, Lin?" tanya pak Setiawan.
"Maaf, Pak. Saya mau mengundurkan diri dari perusahaan ini." Menyodorkan surat itu di depan pak Setiawan.
"Kenapa, apa kamu ada masalah dengan karyawan lain? Atau ada sesuatu yang membuatmu ingin pergi?"
Lintang tersenyum kecut, menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Ia belum siap untuk menjawab pertanyaan ini. Apalagi harus jujur tentang apa yang ia hadapi sesungguhnya.
"Tidak, Pak. Saya hanya ingin merawat ibu saya, itu saja."
Pak Setiawan manggut-manggut, menekan tombol telepon kantor.
"Hilya, apa pak Yudha ada di ruangannya?" tanya Pak Setiawan.
"Hari ini pak Yudha ada di pengadilan agama. Tapi sudah perjalanan ke sini," jawab Hilya.
Pengadilan agama, ngapain dia ke sana, tanya Lintang dalam hati.
"Baiklah, katakan pada beliau ada karyawan yang ingin mengundurkan diri."
Kening Lintang berkerut, ia ingin kabur dari kantor itu tanpa sepengetahuan Yudha, tapi kenapa pak Setiawan malah melaporkannya.
"Kenapa harus pak Yudha, Pak? Bukankah bapak juga bisa tanda tangan?" cetus Lintang tanpa rasa takut. Ia enggan jika harus bertemu dengan Yudha. Pasti urusannya semakin rumit.
"Tapi pak Yudha pemilik perusahaan ini. Beliau yang lebih berhak atas semuanya, saya cuma mewakili lantai sepuluh saja."
Lintang berdecak, menyandarkan punggungnya. Jika seperti ini pasti ia pun akan bertemu Lion.
Lintang keluar dari ruangan pak Setiawan dengan wajah lesu. Bertepatan dengan itu, Lion dan Yudha serta Andreas keluar dari lift.
Yudha mengikuti Lion yang berlari menghampiri Lintang. Seperti hari sebelumnya, bocah itu langsung berhamburan memeluk Lintang.
Terpaksa Lintang harus tersenyum meskipun hatinya kesal melihat Yudha yang ada di belakang Lion.
"Kamu dari mana, tumben baru datang?" tanya Lintang basa-basi. Kembali berjalan ke ruangannya.
"Ketemu mama," jawab Lion jujur.
Ketemu mama, bukankah setiap hari dia bertemu mamanya? Ada apa sebenarnya, apa Lion ikut papanya ke pengadilan agama?
Melirik Yudha yang mematung menatapnya.
Pak Setiawan keluar dari ruangannya lalu menghampiri Yudha. Memberitahu apa yang baru saja Lintang katakan di ruangannya.
"Suruh dia ke ruanganku!"
🤡 lawak kali kau thor