Asyh, gadis belia yang pergi ke Amerika untuk melanjutkan studinya. Baru saja sampai ke Negara Paman Sam itu. Asyh sudah menyaksikan kejadian yang membuat hatinya begitu terluka yakni dang kekasih berselingkuh dengan wanita lain.
Lari dari pria 'jahat' itu adalah pilihan Asyh satu-satunya. Dengan segala kekecewaannya, Asyh berlari hingga ke basement apartemen sang kekasih dan malah tidak sengaja menyaksikan sebuah adegan pembunuhan keji.
Asyh dilepaskan oleh dua orang pria yang melakukan pembunuhan itu. Sayangnya, tanpa ia sadari semua itu adalah awal 'kehidupan barunya'.
WARNING!!!
Terdapat Unsur Dewasa dan Adegan Kekerasan di Beberapa Bab!
Harap Bijak Memilih Bacaan dan Bacalah Sesuai Dengan Usia Anda!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ZmLing, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Arlen Gusar
Asyh masih dalam mode ngambeknya pun langsung masuk ke dalam kelas dan duduk di tempatnya.
"Hai, As.." Azlan meyapa Asyh.
Asyh tidak menggubris Azlan dan lebih memilih mengeluarkan bukunya dan membaca bukunya.
"Jangan terlalu sombong lah As. Masa berteman saja tidak boleh?" Azlan kembali berbicara namun nadanya seolah menggoda Asyh.
Teman-teman Azlan yang lain tertawa dan bersorak.
Asyh tetap memilih bungkam dan fokus membaca bukunya.
Suasana ricuh seketika berubah menjadi tenang.
Siapa lagi penyebabnya kalau bukan si dosen tampan.
Asyh enggan mengangkat kepalanya karena ia tahu itu adalah Arlen.
Meski ia merasa belum mencintai Arlen, namun tidak bisa dipungkiri Asyh cemburu melihat Arlen didekati perempuan lain.
"Okay class, aku langsung saja mulai materi hari ini agar kita bisa segera selesai dan aku bisa menyelesaikan masalahku dengan kekasihku." Suara Arlen terdengar begitu mencekam namun Asyh memilih tidak peduli.
Arlen segera menyampaikan materinya kepada para mahasiswa/i nya dengan serius namun matanya terus terarah kepada Asyh yang selalu menunduk, enggan untuk menatapnya.
Satu jam kemudian Arlen menyelesaikan penyampaian materinya.
"Class, aku bebaskan kalian satu jam dari sekarang." Arlen menunggu satu persatu mahasiswa/i nya keluar dari ruangan kelas itu hingga tersisa Azlan yang kini duduk di samping Asyh.
Arlen masih memperhatikan keadaan dari meja podium dan sepertinya Azlan tidak menyadari keberadaan Arlen.
"As, nanti malam ayo kita ke pesta." Azlan mencoba merayu Asyh.
"Maaf, aku tidak tertarik." Asyh memilih bangkit dari duduknya dan melenggang keluar dari kelas bahkan melewati Arlen begitu saja.
Arlen ingin menghabisi Azlan saat ini juga, namun mengejar Asyh lebih penting baginya.
Arlen segera keluar dari ruang kelas dan mengikuti Asyh dari belakang.
Asyh ternyata berjalan keluar dari area kampus.
Arlen masih setia mengikuti Asyh yang terus melangkah hingga berhenti di sebuah taman bermain yang sangat sepi.
Asyh duduk di salah satu ayunan, kemudian mengeluarkan ponselnya lalu menyambungkan headset di ponselnya dan memasangkan headset tersebut di telinganya.
Arlen memutuskan untuk duduk di samping Asyh.
Arlen sedang berusaha meredam emosinya, ia tidak ingin membuat Asyh takut kepadanya lagi.
Satu tangannya mengambil sebelah headset Asyh dan memasangnya di telinganya.
"Kosong? Apa yang kau dengar daritadi?" Arlen bertanya bingung karena ternyata Asyh tidak sedang mendengar lagu.
"Suara hati." Asyh melepaskan headsetnya dan menyimpan kembali ponselnya ke dalam tas.
Arlen mengernyit bingung.
"Kau kan tidak punya hati, makanya tidak akan mengerti." Asyh kini menatap langit biru yang cerah.
"Kau cemburu?" Arlen bertanya santai.
"Untuk apa aku cemburu kepada pria yang bukan siapa-siapa ku?" Asyh menolak pertanyaan Arlen karena ia merasa seolah tertuduh.
"Darling, untuk apa kau harus cemburu? Hei, aku hanya milikmu." Arlen merangkul pundak Asyh mesra.
"Cih..dengarkan Arlen Addison! Aku tidak cemburu sedikitpun meski kau tidur dengan wanita lain." Asyh langsung beranjak meninggalkan Arlen begitu saja.
"What? Apa dia sungguh cemburu?" Arlen bergumam bingung.
Arlen juga akhirnya beranjak meninggalkan taman bermain itu dan kembali ke kampus.
Arlen memilih kembali ke ruangannya dan mengemaskan beberapa barang-barangnya.
"Sir Arlen.." Vasya masuk tiba-tiba ke dalam ruangan Arlen tanpa meminta ijin.
"****..apa yang kau lakukan di sini?" Arlen bertanya kesal.
"Sir, apa malam ini kau punya waktu kosong? Ayo temani aku ke pesta.." Vasya tanpa rasa malu memeluk lengan kekar Arlen.
"Persetan dengan segala pestamu! Aku punya urusan lebih penting yang harus aku selesaikan!" Arlen melepaskan kasar tangan Vasya dan langsung pergi begitu saja.
"Kau boleh menolakku sekarang Sir. Tapi nanti kau yang akan bertekuk lutut memohon padaku." Vasya dengan angkuh meninggalkan ruangan Arlen.
Arlen akhirnya memutuskan untuk kembali ke kastil dan hanya meninggalkan tugas untuk kelas Asyh.
"Xello, ikut denganku!" Arlen memanggil Xello yang tengah duduk mengerjakan sesuatu di ruang keluarga.
Xello menutup laptopnya dan mengikuti langkah lebar Arlen.
"Ada apa?" Xello bertanya datar saat mereka sudah di dalam ruangan kerja Arlen.
"Katakan padaku, bagaimana cara untuk membujuk perempuan yang sedang marah dan salah paham?" Arlen entah bertanya atau memerintah, nadanya sama saja.
"Kau tidak salah kah bertanya padaku? Jangankan pasangan, dekat dengan wanita saja aku belum pernah." Xello mengatakan itu dalam hati.
"XELLO!" Arlen membentak saat tak mendapatkan jawaban membuat Xello sedikit tersentak.
"Maaf kak, tapi untuk pertanyaan kali ini aku sungguh tidak bisa menjawab. Kau tahu sendiri aku belum pernah dekat dengan wanita mana pun." Xello menjawab dengan menahan senyumnya.
"Kumpulkan semua pelayan dan pengawal di ruang aula!" Arlen memberi perintah dan langsung keluar dari ruang kerjanya.
"Apa gadis kecil itu yang membuatnya seperti itu? Bahkan saat bersama Erica dulu dia belum pernah sampai begitu." Xello bergumam dan mengulum senyum kemudian keluar untuk melaksanakan perintah kakak kandungnya.
Xello hanya muda dua tahun dari Arlen, dan sejak kakaknya terpuruk karena satu masalah, ia memutuskan untuk mengabdi kepada kakaknya menjadi orang kepercayaan Arlen.
Sepuluh menit kemudian semua pelayan dan pengawal sudah berkumpul di aula sesuai perintah Arlen.
Arlen juga sudah berada di dalam ruangan itu sambil mondar-mandir, gusar memikirkan gadis kecilnya.
"Katakan padaku apa yang harus aku lakukan untuk membujuk seorang gadis yang sedang merajuk karena salah paham!?" Ah, sekali lagi entah bertanya atau memerintah, nada Arlen terdengar sama datarnya.
Para pelayan dan pengawal hanya menunduk menahan ketakutan mereka dan saling memandang satu sama lain.
"Hei, apa kalian tuli?" Arlen bertanya dengan membentak.
Semuanya masih diam dan menunduk.
"Jika salah satu dari kalian bisa memberikan satu saja solusi untukku, aku akan memberikan kalian hadiah!" Arlen kembali membuat penawaran.
Para pelayan dan pengawal semakin takut mendengar kata hadiah. Yang mereka bayangkan adalah kepala mereka atau salah satu anggota tubuh mereka akan dimutilasi oleh Arlen.
"Akan ku naikkan gaji kalian tiga kali lipat." Arlen mempertegas ucapannya.
Seorang pengawal memberanikan diri mengangkat tangan.
"Maaf aku lancang Tuan. Mungkin sebaiknya Tuan harus mengambil waktu berdua dengan Nona Asyh dan membujuknya dengan baik kemudian menjelaskan semua kesalahpahaman itu, Tuan." Seorang pengawal itu memberi ide dengan menahan takutnya.
"Xello, segera jemput gadisku kemari!"Arlen memberi perintah.
" Tapi Tuan, ini masih sore." Xello mencoba membuat penawaran.
"Lakukan saja perintahku Xello!" Arlen langsung meninggalkan ruangan Aula begitu saja.
Xello mau tak mau akhirnya pergi untuk menjemput Asyh.
Empat jam kemudian Xello kembali bersama Asyh yang sedang bermasam muka.
"Ayo, Nona Asyh." Xello berjalan duluan tak ingin lagi mendengar ocehan Asyh karena Asyh mengomel sepanjang jalan tadi.
Xello menuntun Asyh masuk ke dalam kamar Arlen karena tahu dan yakin Arlen pasti menunggu di sana.
"Masuklah!" Xello memberi perintah kepada Asyh dan meninggalkan Asyh begitu saja.
Dengan berat hati Asyh akhirnya masuk ke dalam kamar Arlen sesuai perintah Xello.
...~ TO BE CONTINUE ~...
pelakor dilaknat dan dibinasakan
sedangkan
pebinor bebas berbuat semuanya dan diperlakukan lembut, kesalahan beres begitu saja, bahkan pebinor diperlakukan sangat lembut melebih sang suami
ini pemikiran menjijikan dari wanita jablay dan munafik yang dibawa kedalam novel