Bianca Aurelia, gadis semester akhir yang masih pusing-pusingnya mengerjakan skripsi, terpaksa menjadi pengantin pengganti dari kakak sepupunya yang malah kecelakaan dan berakhir koma di hari pernikahannya. Awalnya Bianca menolak keras untuk menjadi pengantin pengganti, tapi begitu paman dan bibinya menunjukkan foto dari calon pengantin prianya, Bianca langsung menyetujui untuk menikah dengan pria yang harusnya menjadi suami dari kakak sepupunya.
Tapi begitu ia melihat langsung calon suaminya, ia terkejut bukan main, ternyata calon suaminya itu buta, terlihat dari dia berjalan dengan bantuan dua pria berpakaian kantor. Bianca mematung, ia jadi bimbang dengan pernikahan yang ia setujui itu, ia ingin membatalkan semuanya, tidak ada yang menginginkan pasangan buta dihidupnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aure Vale, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rasa tidak nyaman
Bianca memperhatikan suaminya yang sedang berbincang-bincang dengan wanita yang ia lihat sering bersama suaminya, dulu ia mengira jika wanita itu adalah wanita yang mungkin dekat dengan suaminya dalam hal pria dan wanita, tapi tadi Kaivan sendiri yang memperkenalkannya jika wanita bernama Nancy itu adalah asisten pribadi Kaivan sejak ia mengalami buta.
"Kamu bisa istirahat lebih dulu, Bianca," ucap Kaivan seakan ia tau jika Bianca masih duduk di sofa dan memperhatikan dirinya.
Bianca mengangguk, lalu tanpa mengucapkan apapun ia bangkit dan pergi memasuki kamar dirinya dan Kaivan. Sekilas ia mendengar jika Nancy mengatakan sesuatu yang membuatnya penasaran setengah mati.
"Apa maksudnya untuk pergi ke luar negeri selama sebulan penuh?" tanya Bianca seraya mendudukkan dirinya di pinggir ranjang.
"Sudahlah bukan urusanku ini,"
Bianca hendak bangkit untuk mandi, tapi pintu kamar lebih dulu terbuka dan munculah Kaivan dengan tongkat yang setia di genggamannya untuk menuntun dia berjalan agar tidak menabrak benda di hadapannya.
Bianca diam memperhatikan Kaivan yang langsung berjalan ke arah lemari, ia seperti sudah sangat hafal dengan letak semua barang di dalam kamarnya.
Kaivan membuka lemarinya, lalu mengambil baju tidur yang ada di tumpukan paling atas, kemudian Kaivan membungkuk untuk mengambil dalaman yang ada di laci bawah lemari lalu kembali berdiri dan melangkah ke arah kamar mandi.
Batu kali ini Bianca memperhatikan gerak-gerik Kaivan yang ingin melakukan sesuatu. Semuanya berjalan normal, seakan Kaivan tidak mengalami sedikitpun kesulitan saat ia tidak bisa melihat apapun selain kegelapan.
Gerakannya teratur dan tidak buru-buru, bahkan lemari Kaivan terlihat sangat rapih tidak berantakkan sedikitpun, ia yakin, pasti wanita bernama Nancy itu yang melakukan semuanya untuk Kaivan, tidak mungkin jika Kaivan melakukannya sendiri.
Ia baru sadar sekarang, jika apartemen Kaivan bisa rapih karena asisten pribadinya yang selalu siap siaga jika Kaivan membutuhkannya, hanya saja ia tidak pernah melihatnya berasa di dalam apartemen selain saat diluar bersama Kaivan.
"Kamu tidak ingin mandi?" tanya Kaivan yang melangkah keluar dari kamar mandi dengan baju tidur yang sudah terpasang rapih di tubuhnya.
"Bagaimana kamu tahu aku belum mandi?" tanya Bianca.
Kaivan sedikit menyunggingkan senyumnya, "tidak sulit untuk saya mengetahui kamu belum mandi, aku masuk ke dalam kamar beberapa menit setelah kamu juga masuk," jawab Kaivan melangkah ke arah sofa tempatnya tidur setelah ia menikah dengan Bianca.
Ada perasaan aneh yang datang mendobrak pintu hati Bianca begitu ia melihat Kaivan merebahkan dirinya di sofa, Kaivan tidak pernah sekalipun berkomentar tentang ia yang selalu tidur di sofa, ia selalu tidur di sofa tanpa menunggu Bianca memerintahkannya.
"Kamu bisa mandi sekarang," ucap Kaivan memiringkan tubuhnya ke arah ranjang kasur, tepat menghadap Bianca yang masih duduk di pinggir ranjang.
Bianca diam, tidak membalas ucapan Kaivan, tapi tubuhnya bergerak bangkit dari duduknya dan mengambil baju tidur yang masih berada di dalam koper.
"Kamu bisa memindahkan baju-bajumu ke dalam lemari, jangan menolak lagi, kamu sudah mengatakan akan tinggal di sini selama seminggu, jadi lebih baik simpan bajumu ke dalam lemari yang sama denganku," beritahu Kaivan lagi, ia seperti mengetahui di mana posisi Bianca berada, entah karena suara langkahnya terdengar atau karena memang instingnya yang tajam.
"Jangan mandi terlalu lama, sudah terlalu larut!"
Bianca tetap diam, tidak menyahuti satupun ucapan Kaivan, sebenarnya Kaivan juga terkadang sering kali mengingatkan dirinya, hanya saja Bianca pernah kelepasan meninggikan suaranya kepada Kaivan agar Kaivan tidak mengatakan tentang apapun yang ingin Bianca lakukan. Lalu setelah itulah Kaivan hanya diam dan tidak mengomentari apapun saat mereka berada di dalam kamar.
***
Bianca terkejut ketika pagi-pagi sekali ia mendapatkan telpon dari temannya jika ia baru saja menjadi topik pembicaraan di kampus. Dan Bianca harus datang untuk menjelaskan sendiri jika skripsi yang sedang ia kerjakan memang hasil tangannya sendiri tanpa bantuan orang lain.
Bianca melihat jam di ponselnya, dan ternyata sudah jam delapan, ia hampir saja mengomeli temannya karena menelpon terlalu pagi dan memberikan berita buruk kepadanya.
"oke, aku akan datang," ucap Bianca dengan nada panik, bagaimana tidak panik, ia baru saja mendapatkan kabar juga jika berita itu sudah sampai kepada telinga sang dosen.
Gerakkan Bianca yang sangat grasak-grusuk membuat kamar malah menjadi berantakan, ia tidak memikirkan kerapihan lagi, pikirannya hanya terisi bagaimana ia memberikan alasan kepada dosennya jika itu bukan hasil orang lain.
Bianca mandi cepat-cepat, bahkan ia keluar kamar hanya menggunakan handuknya dan tidak menyadari kehadiran Nancy juga kaivan yang masih bersiap untuk kerja.
"Nancy?"
Bianca menatap bingung Nancy yang sedang membantu Kaivan memasangkan dasi, ada rasa sedikit tidak nyaman melihat bagaimana perhatiannya Nancy kepada Kaivan.
"Bu," sapa Nancy sedikit menundukkan kepalanya menyapa Bianca yang hanya dia mematung di depan pintu kamar mandi.
Bianca memalingkan wajahnya dan melangkah ke arah koper yang masih menjadi tempat baju-bajunya tersimpan.
"Kau sudah mau pergi?" tanya Bianca entah kepada siapa, karena yang menoleh hanya Nancy sedangkan Kaivan hanya diam menatap lurus ke depan.
"Ah iya, Bu, kami harus segera berangkat sekarang, sekretasis Pak Kai sudah menunggu," jawab Nancy dengan senyum canggung.
Bianca hanya mengangguk, lalu menyisir rambutnya, ia juga harus segera berangkat ke kampusnya sebelum suasana di sana semakin tidak terkendali.
"Ingin berangkat bersama?" tanya Kaivan tapi tidak mendapat jawaban dari Bianca, Bianca sendiri tidak terlalu mendengarkan karena sibuk mempoles wajahnya agar terlihat cantik.
"Bianca," panggil Kaivan membuat Bianca yang sedang bercermin menoleh dan menatap Kaivan juga Nancy yang berdiri si sampingnya bingung.
"Ingin berangkat bersama?" tanya Kaivan lagi, Bianca buru-buru menggeleng, ia memiliki motor sendiri jadi tidak perlu berangkat bersama dengan Kaivan.
Nancy membisikkan sesuatu di dekat telinga, lalu Kaivan mengangguk kecil, "baiklah, hati-hati di jalan!" ucap Kaivan sebelum ia akhirnya berbalik dan melangkah keluar pintu dengan Nancy di sampingnya.
Bianca baru sadar jika ia memberikan gelengan kepala untuk pertanyaan Kaivan, Kaivan tidak bisa melihatnya, jadi Nancy berinisiatif untuk mengatakan jika Bianca menolaknya.
Bianca diam, ia tidak tahu apa yang sedang ia rasakan, entah rasa khawatir atau apa, dia hanya merasa sedikit tidak nyaman dengan keberadaan Nancy di dekat Kaivan.
"Kami duluan, Bu" pamit Nancy yang hanya diangguki oleh Bianca.
"Tidak, tidak seharusnya aku memikirkan hal tidak penting ini, aku harus cepat-cepat ke kampus dan menemui Sasa terlebih dahulu sebelum bertemu dengan teman-temannya yang lain," ucap Bianca menyadarkan pikirannya yang mulai bercabang ke mana-mana dan sialnya, sasa tidak pernah memberikannya nomor ponsel miliknya, berapa kalipun ia meminta.
"Hati-hati, pak," Baru saja Bianca akan melangkah keluar kamar, tidak sengaja ia mendengar suara lembut Nancy berbicara kepada Kaivan, belum lagi,ia melihat tangan kanan Nancy yang menuntun Kaivan berjalan dengan merangkul pinggangnya.