Lana Croft, seorang mahasiswi biasa, tiba-tiba terbangun sebagai tokoh antagonis kaya raya dalam novel zombie apokaliptik yang baru dibacanya. Tak hanya mewarisi kekayaan dan wajah "Campus Goddess" yang mencolok, ia juga mewarisi takdir kematian mengerikan: dilempar ke gerombolan zombie oleh pemeran utama pria.
Karena itu dia membuat rencana menjauhi tokoh dalam novel. Namun, takdir mempermainkannya. Saat kabut virus menyelimuti dunia, Lana justru terjebak satu atap dengan pemeran utama pria.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon YukiLuffy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 12
Melihat Kael berdiri sendirian menghadapi ancaman Level 3, jantung Lana berdebar liar, memukul tulang rusuknya dengan keras. Dari balik tumpukan kotak, ia hanya bisa melihat kilatan petir ungu Kael yang beradu dengan kobaran api oranye pekat milik zombie bos itu.
Kael bergerak cepat, menghindari bola api dan semburan panas yang merusak dinding. Ia tahu ia tidak bisa mengandalkan kekuatan fisik murni. Sambil menghindar, Kael menyalurkan energi listriknya dalam serangan beruntun ke kepala zombie. Tepat saat zombie itu terdistraksi, Kael menggunakan kemampuan Mental Scan-nya. Ia memadatkan energi psikisnya menjadi jarum tajam dan menusukkannya ke pusat otak zombie itu.
Gerakan zombie api itu melambat drastis. Ini adalah celah yang Kael tunggu. Dengan erangan berat, Kael memadatkan bola petir terbesar yang pernah ia ciptakan dan menghantamkannya ke kepala zombie.
KRASS!
Suara ledakan mematikan bergema. Zombie api itu langsung hancur menjadi debu hitam, menyisakan bau belerang dan daging yang terbakar. Kael terhuyung, bersandar di tumpukan kaleng. Napasnya terengah-engah, tubuhnya mengeluarkan keringat dingin karena kelelahan mental yang ekstrem.
Saat suasana hening, Lana, tanpa memedulikan tatapan timnya, melompat dari persembunyiannya.
"Kael!"
Ia berlari dan langsung melompat ke pelukan Kael, melingkarkan kakinya di pinggang pria itu dan memeluk lehernya erat-erat. Ia menghirup aroma Kael, mencari kepastian bahwa pria itu masih hidup dan utuh.
"Kau bodoh! Aku bilang hati-hati!" teriak Lana, suaranya bercampur isak tangis lega.
Kael membalas pelukan itu dengan erat, tertawa kecil. "Aku baik-baik saja, sayang. Jangan khawatir."
Lucas dan timnya keluar dari persembunyian, semuanya menghela napas lega.
Riley, yang melihat adegan lengket itu, tidak bisa menahan diri. "Ya ampun, Kakak Ipar! Jangan bilang kau akan terus menempel seperti lem di sini? Aku akan mencarikan tempat tidur, kalau begitu!"
Lana, yang baru sadar akan posisi mereka dan tatapan Alex yang penuh godaan, segera melepaskan diri dari Kael, wajahnya memerah total. Ia bersembunyi di balik punggung Kael, meninju punggung pria itu karena malu.
"Jangan malu, Kakak," bisik Kael, meraih tangan Lana. "Kita punya urusan yang belum selesai. Kau bisa melanjutkannya nanti."
Lana memelototinya, sementara Kael hanya tersenyum puas.
Lana segera bertindak. Ia melihat kulit tangan Kael memerah karena luka bakar tingkat ringan dari serangan zombie api itu. Dengan cepat, ia mengeluarkan kotak medis dari dimensinya, mengambil salep luka bakar terbaik, dan dengan hati-hati mengoleskannya pada luka Kael.
Kael berdiri diam, menikmati setiap sentuhan. Ia memandangi Lana yang fokus pada lukanya seolah itu adalah benda paling penting di dunia. Senyum yang jarang ia tunjukkan tersungging di bibirnya. Ia tahu, gadis ini kini miliknya, dan dia tidak akan pernah melepaskannya.
Setelah memastikan Kael dan yang lain sudah diobati, Lana melirik sekeliling gudang.
"Tunggu sebentar!" seru Lana. Ia berjalan ke tumpukan kaleng makanan laut yang menjadi latar belakang pertempuran tadi. "Kita tidak boleh meninggalkan ini."
Dalam gerakan cepat, Lana mengosongkan seluruh isi gudang. Ribuan kotak kaleng makanan laut, yang akan menjadi pasokan makanan vital, menghilang ke dalam dimensinya. Seluruh gudang yang semula penuh kini kosong.
"Lana benar-benar dewa," gumam Alex takjub.
Kael memberi isyarat kepada timnya. "Sekarang, cari akses ke bawah. Kakek bilang, pintu masuknya sangat tersembunyi."
Tim mulai menyebar, mengetuk dinding dan lantai. Lana, mengingat alur novelnya, berjalan ke dinding belakang gudang, tempat tumpukan kaleng menutupi celah.
"Di sini," ujar Lana, menunjuk ke sebuah dinding beton yang tampak baru dan sedikit berbeda teksturnya. "Aku rasa mereka membangun dinding palsu di sini."
Kael menguji area itu dengan kekuatan Mental Scan-nya dan matanya melebar. "Kau benar. Itu adalah tangga turun."
Kael memberi isyarat pada Ben (Metal). Ben menyelimuti kepalan tangannya dengan lapisan logam tebal dan menghantam dinding itu dengan sekuat tenaga. BUAGH! Dinding beton itu runtuh, memperlihatkan lubang gelap dan tangga ke bawah.
Mereka menyalakan senter dan turun. Di bawah, Kael segera menemukan panel listrik dan menyalakan lampu.
Cahaya lampu neon membanjiri ruang bawah tanah. Ini adalah harta karun.
Bukan hanya senapan dan amunisi, tetapi juga tumpukan besar kotak berisi peralatan medis berteknologi tinggi, Cryogenic Chambers (kamar pendingin kriogenik), drone pengintai, dan bahkan beberapa unit kendaraan lapis baja ringan yang disamarkan.
Ini adalah perbekalan strategis yang akan mengubah Vanguard Enclave menjadi pusat kekuatan regional.
Semua orang menatap tumpukan itu dengan takjub. Mengangkutnya secara manual akan memakan waktu berminggu-minggu.
Kael memandang Lana, matanya dipenuhi kepercayaan yang tak terbatas. Ia meremas tangan Lana.
"Ambil semuanya, Lana," perintah Kael, suaranya pelan tapi tegas.
Lana, yang terkejut dengan tingkat kepercayaan Kael, tidak bisa menahan godaan. Ia mencondongkan tubuhnya ke telinga Kael, berbisik nakal.
"Kau tidak takut aku akan mengambil semua ini, lalu mengambil mobil kita, dan melarikan diri darimu?"
Kael menyeringai. Ia menarik pinggang Lana mendekat hingga gadis itu terperangkap. Pandangan matanya begitu gelap dan posesif hingga membuat Lana merinding.
"Ambil langkah itu, dan kau akan melihat sisi diriku yang tidak ingin kau temui, Lana. Kau tidak akan pernah bisa lari. Di dunia ini, kau hanya bisa berada di sisiku. Kau sudah ditandai."
Lana merasakan pipinya memanas karena kepemilikan yang intens itu, tetapi jauh di lubuk hatinya, ia merasa gembira.
Ia tersenyum, lalu dengan bangga meletakkan tangannya di atas tumpukan senjata, dan dalam beberapa detik, seluruh ruang bawah tanah itu kosong.
Setelah memastikan tidak ada apa pun yang tertinggal, mereka kembali ke atas. Lana mengeluarkan kedua SUV yang ia simpan.
Di tengah malam yang gelap, tim Vanguard meninggalkan Fasilitas Penyimpanan Dingin Pasifik Utara, membawa serta sumber daya yang akan mengubah nasib Enklave. Mereka berkendara menjauh dari kota, menemukan area terbuka di perbatasan hutan untuk bermalam.
Kael memegang tangan Lana sepanjang perjalanan. Lana tahu, hubungannya dengan Kael sudah melewati batas cerita, dan tidak ada jalan untuk kembali.
mendengar konpirmasi
jadi
mandengar ucapan itu