NovelToon NovelToon
Hujan Di Istana Akira

Hujan Di Istana Akira

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Fantasi / Romansa Fantasi / Harem / Romansa / Dokter
Popularitas:314
Nilai: 5
Nama Author: latifa_ yadie

Seorang dokter muda bernama Mika dari dunia modern terseret ke masa lalu — ke sebuah kerajaan Jepang misterius abad ke-14 yang tak tercatat sejarah. Ia diselamatkan oleh Pangeran Akira, pewaris takhta yang berhati beku akibat masa lalu kelam.
Kehadiran Mika membawa perubahan besar: membuka luka lama, membangkitkan cinta yang terlarang, dan membongkar rahasia tentang asal-usul kerajaan dan perjalanan waktu itu sendiri.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon latifa_ yadie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Penghianatan Sang Penjaga

Hujan berhenti pagi itu, tapi suasana di istana lebih berat dari langit yang kelabu.

Sejak malam peristiwa itu, Permaisuri Mei tidak terlihat lagi di ruang publik.

Kaisar masih lemah, sementara rumor tentang “kutukan darah” menyebar cepat seperti racun.

Dan di tengah semua itu, seseorang yang paling kupercaya mulai menunjukkan tanda-tanda aneh — Riku.

Aku baru keluar dari ruang medis ketika melihat Riku berdiri di lorong utara.

Dia tampak tegang, memandang sesuatu di tangannya — potongan kain putih dengan simbol spiral samar.

Aku mendekat. “Riku, kau baik-baik saja?”

Dia terkejut, cepat menyembunyikan kain itu di balik jubah. “Mika! Aku… ya, aku hanya memeriksa bekas luka lama.”

Aku menatapnya curiga. “Kain itu dari mana?”

“Bukan urusanmu,” jawabnya cepat.

Nada dinginnya membuatku berhenti sejenak. “Maaf, aku cuma khawatir.”

Dia menghela napas, lalu memaksakan senyum. “Aku lelah, Mika. Perang di utara makin dekat, dan istana ini dipenuhi rahasia.”

Dia pergi tanpa menoleh, meninggalkanku dengan perasaan tidak tenang.

Sore itu, Akira memanggilku ke ruang latihan.

“Aku butuh kau periksa sesuatu,” katanya.

Dia membuka surat rahasia yang baru datang dari pasukan barat.

Tulisan di atasnya singkat tapi mengerikan:

“Ada mata-mata di dalam istana. Kode: Bayangan Putih.”

Aku menelan ludah. “Bayangan Putih?”

Akira mengangguk. “Nama sandi untuk seseorang yang punya akses penuh ke semua data militer dan medis.”

Aku menatapnya. “Maksudmu…?”

“Ya,” jawabnya pelan. “Seseorang dari lingkaran kita.”

Aku mengerutkan kening. “Kau curiga siapa?”

Dia menatapku, lalu berkata pelan, “Riku.”

Aku terdiam.

Riku — orang yang paling setia padanya, yang selalu melindungi kami.

“Tidak mungkin,” kataku cepat. “Dia sudah bersama kita sejak awal.”

“Justru itu,” jawab Akira datar. “Terlalu lama, terlalu sempurna.”

Malam itu, aku tidak bisa tenang.

Kata-kata Akira bergema di kepalaku.

Jadi aku memutuskan mencari tahu sendiri.

Aku menunggu sampai semua orang tidur, lalu mengikuti langkah Riku yang keluar dari barak lewat lorong belakang.

Dia berjalan cepat menuju taman timur — arah kuil waktu.

Aku menahan napas, bersembunyi di balik dinding batu, mengintip pelan.

Di sana, Riku berlutut di depan tirai putih.

Dan yang muncul dari balik tirai membuat darahku membeku.

Reina.

Tubuhnya transparan, tapi matanya tajam seperti manusia.

“Waktunya hampir tiba,” katanya pelan.

Riku menunduk dalam. “Aku sudah menyiapkan segalanya.”

“Bagus. Pastikan gerbang terbuka sebelum purnama.”

“Dan Mika?”

Reina tersenyum tipis. “Dia akan membuka gerbang dengan sukarela.”

Aku menutup mulut agar tidak berteriak.

Tidak mungkin. Riku bekerja untuk Reina?

Untuk sesuatu yang bahkan bukan manusia?

Aku mundur perlahan, tapi kakinya menginjak ranting. Krek!

Keduanya menoleh cepat.

“Mika?” suara Riku pelan tapi dingin.

Aku langsung berlari.

Langkah-langkah berat mengejarku di lorong gelap.

Aku hampir jatuh dua kali, tapi terus berlari sampai mencapai gudang senjata.

Aku menutup pintu, menahan napas.

“Riku!” suaraku bergetar. “Kau sadar apa yang kau lakukan?”

Suara langkah berhenti tepat di luar.

“Kau tidak mengerti, Mika,” katanya dari balik pintu. “Aku melakukan ini bukan karena benci.”

“Lalu kenapa?!”

“Karena aku ingin menghentikan penderitaan ini. Selama garis waktu terus berputar, Akira akan mati lagi dan lagi. Hanya dengan membuka gerbang, aku bisa menghentikannya.”

Aku menatap pintu, air mataku menetes tanpa sadar.

“Riku… kalau kau buka gerbang itu, dunia akan hancur.”

Dia tertawa pelan, suara yang tak kukenal. “Dunia? Dunia ini sudah mati sejak Reina pergi. Aku hanya ingin mengulang masa di mana semuanya belum rusak.”

“Dan bagaimana dengan Akira?”

Hening sebentar.

“Dia akan hidup. Tapi tanpa kau.”

Aku menahan napas.

Di balik pintu, kudengar suara logam — pedang ditarik dari sarungnya.

Aku menatap sekeliling, mencari jalan keluar.

Ada jendela kecil di belakang. Aku memecah kacanya dengan lutut dan meloncat keluar, meski serpihannya melukai lenganku.

Hujan kembali turun, dingin dan tajam.

Aku berlari ke arah menara tempat Akira biasa berjaga.

Aku hampir pingsan saat sampai di sana.

“Akira!” seruku.

Dia langsung berlari menghampiri, wajahnya tegang. “Apa yang terjadi?”

“Riku—dia… dia bekerja untuk Reina. Mereka ingin membuka gerbang waktu.”

Wajah Akira berubah dingin. “Kau yakin?”

Aku mengangguk cepat. “Aku melihatnya sendiri.”

Tanpa berkata apa pun, dia langsung memanggil pengawal dan memerintahkan penjagaan di sekitar kuil diperketat.

Tapi dalam hati, aku tahu — semua ini sudah terlambat.

Tengah malam, suara teriakan menggema di istana.

Api menyala di arah timur — kuil waktu.

Aku dan Akira berlari secepat mungkin ke sana.

Begitu kami sampai, pemandangan di depan membuatku terdiam.

Riku berdiri di tengah altar, tubuhnya dipenuhi cahaya biru, simbol spiral menyala di udara di sekelilingnya.

Dan Reina, berdiri di belakangnya, separuh tubuhnya sudah berubah menjadi kabut bercahaya.

“Riku! Berhenti!” teriak Akira.

Dia menoleh, matanya berair tapi tenang. “Maaf, Yang Mulia. Aku sudah terlalu lama melihatmu menderita. Aku ingin membebaskanmu.”

“Aku tidak minta dibebaskan dengan cara seperti ini!”

“Tapi waktu tidak menunggu, Akira. Kalau aku tidak melakukannya, dia akan terus terjebak!”

Dia menatapku. “Mika… kau tahu kenapa kau di sini, kan?”

Aku menggeleng keras. “Tidak! Aku tidak ingin jadi bagian dari ini!”

Reina melangkah maju. “Kau tidak bisa menolak takdir, Mika. Hanya denganmu, gerbang bisa terbuka sepenuhnya.”

Simbol di tanganku tiba-tiba menyala lagi, dan aku terjatuh.

Angin berputar kencang, membuat rambut dan jubah kami beterbangan.

Riku mengangkat pedangnya tinggi-tinggi, menancapkannya ke tanah.

Cahaya biru menyambar, membentuk pusaran besar di tengah kuil.

Akira berlari ke arahnya, tapi terpental oleh kekuatan yang tak terlihat.

“Riku! Berhenti, aku perintahkan kau!”

Riku tersenyum lemah. “Perintahmu adalah yang terakhir kali kudengar, Yang Mulia.”

Dia menatapku sekali lagi. “Mika… tolong selamatkan dia.”

Sebelum aku sempat menjawab, cahaya menelan tubuhnya.

Dan dalam sekejap, Riku menghilang — bersama Reina, bersama pusaran itu.

Semua menjadi hening.

Hujan turun deras lagi, membasahi tanah yang berasap.

Aku berlutut, tubuh gemetar.

Akira mendekat dan memelukku tanpa bicara.

Kami hanya diam, mendengar suara hujan dan detak jantung yang sama.

Tak ada yang tersisa selain udara yang bergetar, dan perasaan kehilangan yang terlalu besar untuk diungkap.

Pagi berikutnya, istana berduka.

Riku dianggap gugur dalam tugas, meski tak ada yang tahu kebenarannya.

Kuil waktu ditutup untuk selamanya, dijaga siang dan malam.

Tapi aku tahu, itu belum berakhir.

Karena di malam hari, ketika aku memejamkan mata, aku masih mendengar suara Riku berbisik di telingaku.

“Waktu belum berhenti, Mika. Gerbang sudah terbuka… tinggal menunggu siapa yang masuk.”

Dan aku tahu, suatu saat, kami harus menemuinya —

di sisi lain dari waktu yang tak lagi mengenal arah.

1
Luke fon Fabre
Waw, nggak bisa berhenti baca!
Aixaming
Nggak kebayang akhirnya. 🤔
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!