Bagi Hasan, mencintai harus memiliki. Walaupun harus menentang orang tua dan kehilangan hak waris sebagai pemimpin santri, akan dia lakukan demi mendapatkan cinta Luna.
Spin of sweet revenge
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rahma AR, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MJW21
Hasan mengejar Luna? Laila menghembuskan nafasnya perlahan. Dia ngga yakin dengan perkataan Riyas Wajahnya masih nampak kesal.
Kapan mereka bersama?
Harusnya tadi dia menggali lebih dalam lagi dari Riyas.
Laila ingat ekspresi kecut Luna ketika melihatnya pergi dengan Hasan di malam perpisahan sekolah mereka. Hasan meninggalkan gadis hedon itu dan dia pulang bersama Hasan. Saat itu Laila berpikir Hasan sudah memilihnya.
D Kairo Hasan sangat sibuk, kuliah dan berbisnis. Mereka cukup dekat karena kerabat keduanya.yang ada.di sana selalu berusaha mencari alasan agar mereka berdua sering bertemu.
Hasan juga tidak pernah menyinggung Luna, hingga Laila semakin yakin kalo mereka memang sudah tidak ada apa apa lagi.
Pembicaraan perjodohan mereka juga semakin intens. Orang tuanya dan orang tua Hasan rutin datang mengunjungi mereka, dan membuat kedekatan mereka semakin nyata.
Hasan juga tidak berani membantah, mungkin karena tau neneknya baru saja melakukan operasi jantung. Laila sangat beruntung karenanya, walaupun sikap Hasan tetap acuh dan datar. Tidak masalah buatnya, karena kata uminya, setelah menikah laki laki akan jadi lembut dan romantis.
Satu hal yang membuat Laila semakin jauh dari Hasan ketika abinya menentang keinginannya untuk menerima pekerjaan dosen di Amerika. Mungkin karena di Amerika, mereka tidak punya kerabat seperti di Kairo.
Tapi mereka sering mengunjugi Hasan. Laila juga tenang karena tidak ada perempuan yang berada di dekat laki laki itu.
Luna? Laila mendecih mengingatnya. Perempuan itu sudah benar benar hilang ditelan bumi.
Jadi kalo Riyas mengatakan Hasan mengejar Luna, itu pasti omong kosong yang tak layak mengganggu pikirannya.
Laila menarik nafas dalam dalam dan menghembuskannya pelan pelan. Cukup lama dia berada di kamarnya setelah pulang dari perusahaan Hasan. Hari juga sudah mulai beranjak senja.
TOK TOK TOK
Uminya membuka pintu kamarnya.
"Sudah ashar?"
Laila menggeleng. Gara gara memikirkan Hasan, dia lupa kewajibannya.
Sri Maimun tersenyum.
"Ashar dulu. Setelah utu temui-in abi dan umi."
"Ya, umi."
*
*
*
Sekarang Laila sudah duduk di depan umi dan abinya. Sudah ada teh manis hangat dan kue kue jajanan pasar.
Laila merasa hatinya tidak nyaman. Jantungnya berdebar cepat. Ada apa ini? Batinnya.
Dia mencoba menenangkannya dengan meneguk tehnya.
"Tadi abi sudah bertemu abinya Hasan."
Senyum Laila langsung merekah.
Membahas rencana pernikahan, ya? duganya dalam hati. Dia memaki Riyas yang sudah membuatnya berpikir buruk tentang Hasan.
Sri Maimun memalingkan wajahnya. Tidak sanggup melihat ekspresi penuh bahagia putrinya.
Yahya Salim menarik nafas dalam, mencoba tetap tenang.
"Kenapa..... kamu tidak jujur dengan abi?"
Laila menatap abinya bingung mendengar tuduhan yang tidak berdasar itu.
"Aku ngga pernah bohong, abi."
Uminya kini menatapnya sedih.
"Hasan pernah menolak kamu, kan?"
Ucapan uminya membuat Laila mematung.
Abi dan umi sudah tau? Jantungnya tambah berdebar cepat. Kata kata Riyas terngiang berkali kali di dalam kepalanya.
Hasan mengejar Luna!
Tidak! Tidak mungkin, bantahnya berkali kali di dalam hati.
"Hasan menolak kamu lagi, Laila." Setelah mengatakannya, tangis tertahan uminya langsung pecah. Suaminya menenangkannya.
Tubuh Laila terasa lemas. Punggungnya langsung bertabrakan dengan sandaran kursi. Tatapnya berubah kosong.
Tidak! Dia tidak mau! Dia harus tetap menikah dengan Hasan!
*
*
*
"Kata Luna dan Ayra, Hasan akan dijodohkan. Gadis yang akan dijodohkan dengan Hasan juga teman anak anak kita." Kiara menghela nafas berat.
Mereka sedang berada di ruang kerja Emra. Baru juga pulang dari restoran, meeting bersama klien di jam makan siang.
"Oh ya?" Emra menatap istrinya lekat yang sedang duduk di kursinya. Sedangkan dia berdiri di depannya sambil menyandar di meja kerjanya.
"Kata Luna, dia beberapa kali dilabrak gadis itu." Kiara menyampaikan dengan raut kesal.
Emra tersenyum santai.
"Luna bisa mengatasinya, kan?" Kalo Luna, dirinya tidak terlalu khawatir.
Kiara mengangguk.
"Sepertinya lawan yang enteng buat Luna."
Keduanya pun tertawa pelan.
"Aku sedang menyelidiki laki laki itu. Memang ada sinyal sinyal perjodohan. Tapi sepertinya belum terjadi."
"Ohya?" Kiara membulatkan matanya, tidak menyangka pergerakan suaminya cepat juga.
"Fadel dan Fathir mengenal Hasan juga. Info dari Emir, kata kedua anak kembarnya, Hasan laki laki yang baik. Santri yang alim."
Kiara menyimak dengan serius.
"Hasan mendekati putri kita melalui masalah hukum Ratna," sambung Emra.
"Ratna?" Nama yang tidak asing dan cukup menyebalkan untuk diingat Kiara.
"Ibunya Ratna juga guru Hasan. Hasan bekerja di staf kementerian. Juga beberapa teman yang lain. Kata Fadel, isu Ratna sudah menyebar di sana. Sepertinya Hasan menggunakan isu itu untuk mendekati putri kita lagi."
"Modus." Ada sisa tawa di bibir Kiara.
"Begitulah. Mungkin Luna selalu menolak padahal suka." Kali ini Kiara setuju dengan pendapat suaminya.
"Luna ragu karena dunia Hasan beda jauh dari dirinya."
"Ya," angguk Emra.
Hening sesaat.
"Kita lihat dulu perkembangannya. Aku sudah bertemu abi Hasan. Kelihatannya seperti kyai kiyai yang bijak."
Kiara manggut manggut.
"Ibunya Fazza, kan, anak kyai, juga istri Kaysar yang sudah meninggal. Nanti aku tanyakan, apakah mereka kenal dengan keluarga Hasan."
Kiara tersenyum sangat lega.
"Terimakasih, suamiku. Kamu selalu sudah berpikir sangat jauh."
"Tentu saja. Aku ngga mau Luna patah hati. Kalo memang Hasan yang dia mau, kita harus bisa mengabulkan keinginannya. Apalagi laki laki itu berkata serius padaku ingin mendekati Luna." Emra menyandarkan wajah Kiara di lengannya.
Kiara merasa tenang Beban di dadanya lepas perlahan.
"Yang harus kamu lakukan, yakinkan, Luna. Soal agama dia bisa belajar dari Hasan nantinya. Yang penting laki laki itu mencintainya, sama seperti dirinya."
"Ya, Emra."
*
*
*
"Dokter, malaikat penjaga pintu surganya datang lagi," bisik suster Tika penuh semangat ketika Luna baru selesai memeriksa pasiennya
"Hemm...." Luna menyembunyikan debar bahagia yang muncul begitu saja di hatinya. Sampai pasien terakhir masuk ke ruangannya, belum ada tanda tanda kehadiran Hasan tadi.
Dari tadi susternya bolak balik memeriksa apakah Hasan sudah datang atau belum.
Luna berusaha tenang hingga akhirnya pasien terakhir yang sesungguhnya masuk ke dalam ruang periksanya.
Tanpa ragu, Hasan mengulurkan lengannya untuk ditensi.
Luna berusaha tenang, tidak terpengaruh dengan mata teduh yang sedang menatapnya dalam.
Sementara senyum suster Tika selalu terkembang manis. Dia membantu nona dokternya dengan hal yang tidak perlu. Seperti mendekatkan kotak tensi yang memang sudah tidak terlalu berjarak dengan Luna dan mudah dijangkaunya.
Suster Tika bahkan berdiri di samping nona dokternya agar bisa pu as menatap wajah tampan Hasan.
Luna memasangkan manset di lengan Hasan, anehnya kali ini dia merasa tangannya agak gemetar. Ada perasaaan grogi yang cukup kuat.
"Berkurang sedikit saja. Masih tinggi. Kamu harusnya lebih banyak istirahat," ucap Luna sambil melepaskan manset di lengan Hasan. Ada nada khawatir tersirat dalam suaranya.
"Pekerjaanku sangat banyak." Hasan menurunkan lagi gulungan kemeja di lengannya. Tapi tatapnya sekalipun tidak pernah dia lepaskan dari Luna.
"Radangmu sudah mendingan?" tanya Luna bermaksud menyimpan alat tensi itu ke dalam kotak.
"Biar saya aja, dokter," pungkas suster Tika sigap.
Luna menghembuskan nafas pelan melihat ke aktifan susternya.
"Makasih."
"Sama sama, dokter," jawab suster Tika manis kayak gula. Hampir saja Luna mengusirnya.
"Sudah mendingan," jawab Hasan dengan senyum tersungging di bibirnya.
"Kalo sakit begini, harusnya ke spesialis penyakit dalam. Aku ini dokter spesialis saraf," sindir Luna mengalihkan tatapnya dari Hasan. Menegaskan kalo dia sudah tau laki laki ini hanya cari alasan saja untuk ketemu dengannya.
Hasan tetap tersenyum tenang.
"Sarafku memang lagi ngga benar. Jadi sakitnya nyebar ke mana mana. Karena itu kamu adalah dokter yang paling tepat untuk aku datangi," jawab Hasan kalem.
jujur aku penasaran kenapa hasan menolak laila??
ataukah dulu kasus luna dilabrak laila,, hasan tau??
udah ditolak hasan kok malahan mendukung tindakan laila??
Laila nya aja yg gak tahu diri, 2x ditolak msh aja ngejar²😡