Kecurigaan Agnes kepada suaminya di hari ulangtahun pernikahannya yang ke enam, membuatnya bertemu dengan pemuda tampan berbadan atletis di ranjang yang sama. Siapakah pemuda itu? Lalu apa kesalahan yang sudah diperbuat oleh suaminya Agnes sehingga Agnes menaruh kecurigaan? Di kala kita menemukan pasangan yang ideal dan pernikahan yang sempurna hanyalah fatamorgana belaka, apa yang akan kita lakukan? Apakah cinta mampu membuat fatamorgana itu menjadi nyata? Ataukah cinta justru membuka mata selebar-lebarnya dan mengikhlaskan fatamorgana itu pelan-pelan menguap bersamaan dengan helaan napas?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lizbethsusanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tega
Seorang perawat masuk dan perawat tersebut sosoknya lain dengan perawat yang tadi mengantarkan Amos. Setahu Amos, perawat akan berganti jaga di jam tiga sore.
Belum jam tiga tapi sudah berganti jaga? Bola mata Amos terus mengikuti pergerakan perawat baru itu sambil melangkah pelan ke sisi ranjang yang lain. Bola mata Agnes mengikuti gerakannya Amos dengan penuh tanya. Mau apalagi dia?
Amos menghentikan tangan kiri perawat itu sambil bertanya, "L*r*z*p*m kalau melebihi dosis, itu mematikan, bukan?"
Wanita berseragam perawat dan memakai masker itu langsung memindah jarum suntik ke tangan kanannya lalu dengan kecepatan kilat ia mengarahkan jarum suntik ke keningnya Amos. Dengan sigap Amos menghindar sambil memukul pergelangan tangan perawat itu. Saat jarum suntik jatuh ke lantai, Amos mencoba menarik masker yang menutupi sebagian wajah wanita dengan seragam perawat itu, namun gerakan gesit wanita itu membuat Amos gagal melakukannya.
Perawat tersebut cukup lihai meladeni ilmu beladirinya Amos dan saat ada kesempatan, ia berlari keluar dari ruang rawat inapnya Agnes.
Agnes yang masih ternganga dengan kedua alis terangkat ke atas, dibopong oleh Amos setelah pria itu melepas pelan infus di telapak tangan Agnes.
Agnes mendelik ke punggung tangannya, kapan ia melepas infusnya?
Saat Agnes melepas masker oksigen dan melemparnya ke ranjang, Amos langsung berkata, "Kita harus secepatnya pergi dari sini. Kamu diincar"
Agnes menggelungkan lengannya di leher Amos dan pasrah dibopong Amos keluar dari dalam ruang rawat inapnya. Saat melewati meja perawat, Agnes merinding melihat kepala perawat yang berjaga di hari itu menempel di atas meja dengan posisi miring dan matanya melotot.
"Apakah dia sudah......." Bisik Agnes dengan suara bergetar. Ia bahkan tidak sanggup menyelesaikan tanyanya.
"Hmm" Ucap Amos sambil mempercepat laju larinya. Agnes meminta Amos menurunkannya setelah mereka masuk ke dalam lift. Setelah menurunkan Agnes, Agnes melirik Amos mengetikkan sesuatu di ponsel dan saat pintu lift terbuka, Agnes melangkah keluar dan langsung berlari kecil meninggalkan Amos begitu saja. Agnes melihat Alexa tersenyum lebar dan melangkah gemulai dengan buket bunga dan entah kenapa insting Agnes membuatnya berlari kecil mengikuti Alexa. Agnes bahkan lupa bahwa ia tidak memakai alas kaki.
Amos membopong Agnes dari arah belakang lalu mendengus kesal, "Lantainya dingin dan kamu baru saja lepas dari maut"
Agnes hanya berbisik lemah, "Aku hanya ingin mengikuti instingku untuk mengikuti model cantik yang bernama Alexa itu"
"Kamu kenal dia?"
"Kenal singkat saja. Tapi, entah kenapa aku refleks ingin mengikutinya"
"Pengen nyapa atau......"
"Entahlah. Feelingku nggak enak aja dan instingku mendesakku untuk mengikutinya"
Beberapa menit setelah Alexa masuk ke dalam ruang rawat inap VVIP, Agnes merosot turun dari lengan Amos lalu tanpa mengetuk pintu, ia membuka pintu ruang rawat inap nomer 6. Perawat membiarkannya karena mereka mengenal siapa Agnes. Amos memilih menutup pintu dengan pelan dari luar lalu berjaga di depan pintu. Mata Amos menyapu pelan ke seluruh penjuru ruangan VVIP untuk mencari sosok perawat yang tadi nekat hendak membunuh Agnes.
Sementara Agnes sedang terpaku di depan pintu dengan kedua alis terangkat ke atas dan mulut ternganga lebar ketika bola matanya menangkap suaminya memeluk erat tubuh Alexa, lalu mengajak Alexa berciuman panas di atas ranjang. Lenguhan Alexa yang menjijikkan menusuk telinga Agnes dan membuat Agnes refleks berteriak kencang, "Tega sekali kamu, Mas!!!!!!!"
Ronald melepaskan pagutannya dan refleks mendorong Alexa sampai model cantik itu terjatuh ke lantai. Namun, Ronald tidak melihat siapapun di depan pintu karena Agnes sudah bergegas keluar dan membanting pintu.
Alexa bergegas berdiri dengan wajah cemberut kesal, "Mas, aku jatuh"
Namun, Ronald mengabaikan Alexa. Ia buru-buru merosot turun dari ranjang lalu menggandeng tiang infus untuk ia ajak ke pintu. Saat Ronald membuka pintu kamar, ia melihat ke kanan dan ke kiri dan tidak ada siapapun. Semua perawat juga sedang sibuk mengerjakan tugas mereka masih-masing. Ronald kembali masuk ke dalam kamarnya dengan wajah bertanya-tanya.
Alexa langsung berlari membantu Ronald kembali ke ranjang lalu bertanya, "Siapa yang tadi masuk ke sini, mas?"
Ronald hanya mengangkat kedua bahunya.
Sementara itu, Agnes yang kembali ke lift bersama Amos dan menemukan Archie di dalam lift sendirian, langsung menggendong Archie lalu menenggelamkan wajahnya di pucuk kepalanya Archie. Ia menghirup wangi rambut putranya dalam-dalam untuk menahan tangisannya. Ia tidak ingin menangis di depan Archie dan membuat Archie bertanya kenapa, karena ia juga tidak ingin Archie tahu papanya berselingkuh. Agnes ingin Archie tetap memandang hormat sosok Ronald Howard.
Saat Agnes berbalik keluar dari dalam kamar rawat inapnya Ronald tadi, ia menutup pintu cukup keras dan langsung menarik tangan Amos ke lift. Agnes diam membisu dengan geraham mengeras saat Amos bertanya, "Ada apa? Apa yang kamu lihat?"
Saat lift terbuka, mereka melihat Archie berada di dalam lift sendirian. Archie hanya berkata kalau Paman James menyuruh Archie masuk lift dan memencet tombol nomer enam. Itulah kenapa saat pintu lift terbuka, Amos langsung memeluk bahu Agnes dan berbisik, "Dekap erat Archie!" Mata elangnya Amos menyapu semua penjuru dengan langkah pelan dan mengajak Agnes sedikit membungkukkan badan.
"Paman James!" Teriak Archie sambil menunjuk ke James yang tergeletak di dekat mobilnya Amos dengan perut berdarah.
"Bawa Archie masuk ke mobil! Ini kuncinya" Perintah Amos sambil menyerahkan kunci mobil ke Agnes.
Agnes berlari dan masuk ke dalam mobil dengan terus memeluk Archie.
"Ma, Paman James....." Archie berbisik di telinga mamanya.
"Ssstttt! Jangan pikirkan apapun, okay?" Agnes mengusap-usap punggung Archie.
Amos berjongkok untuk bertanya ke James, "Siapa yang melakukannya?"
"A......A......." Bruk! James terjatuh ke lantai dan saat Amos menyentuh leher James untuk memeriksa nadi pria itu, Amos menghela napas panjang lalu berbisik, "Rest In Peace, James
Amos masuk ke dalam mobil dan Amos langsung bergegas melajukan mobilnya keluar dari pelataran parkir dengan mata yang selalu menyapu semua penjuru sambil berkata, "James sudah tiada"
Agnes dan Archie membeliak bersamaan tapi mereka memilih untuk diam membisu.
Beberapa menit setelah keluar dari pelataran rumah sakit, Amos menoleh ke Agnes, "Peluk Archie erat-erat!"
"Ke-kenapa?" Tanya Agnes dan Archie secara bersamaan.
"Ada yang mengikuti kita. Aku akan ngebut dan berusaha lepas dari intaian mereka"
Archie langsung memeluk leher mamanya dan Agnes mendekap erat Archie.
Archie diculik, kamu hampir dibunuh, James mati dan sekarang kita diikuti. Sebenernya siapa yang menyuruh mereka? Geram Amos di dalam hatinya m sambil mencengkeram erat kemudian mobilnya dengan geraham mengeras.