Devandra pernah menjadi bagian dari kisah masa lalu Audrey. Pernah menjadi bahagia dan sedih hidupnya. Pernah menjadi luka yang sampai saat ini masih membekas.
Audrey sedang berusaha mengobati lukanya, menghilangkan sakitnya. Tapi disaat itu pula Devan hadir kembali.
Apakah Audrey akan menghilang kembali atau menghadapi lukanya agar ia tak lagi mengingat Devandra dihidupnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Renjana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
12
Hari itu Audrey dipaksa Egi untuk ikut merayakan ulangtahun mama Egi bersama papanya dan juga Egi tentunya. Audrey mati-matian menolak tapi mamanya juga ikut andil mendorongnya untuk ikut acara Egi dan keluarganya. Audrey tentu saja sungkan, hanya dirinya yang bukan keluarga Egi.
"Anggap aja simulasi kita sudah berkeluarga," ucap Egi santai merapikan rambutnya. Audrey gemas dan menarik sedikit rambut laki-laki itu sampai ia mengaduh sakit.
"Aneh kan, aku jadi orang luar sendiri Gi," ucap Audrey.
"Santai ajalah, justru mama pengen kamu hadir. Ayo!" Egi membukakan pintu mobil untuk Audrey.
Audrey duduk di samping Egi yang mengemudi. Tampilan Egi jauh lebih rapi dari biasanya. Biasanya dia hanya sering memakai kaus, berbeda malam ini ia memakai kemeja berwarna navy. Egi sengaja meminta Audrey memakai dress biru yang dibelikan mamanya dan ia hanya menyesuaikan warnanya. Mereka juga akan makan malam di salah satu restoran.
Mereka sampai ke restoran yang dimaksud. Egi membantu Audrey membuka pintu dan dengan memaksa menarik tangan Audrey untuk digandengnya.
"Malu Gi..." protes Audrey.
"Jadi aku malu-maluin ya dibawa kesini?" ucap Egi.
"Bukan itu maksudku, aku kayak nenek-nenek digandeng," ucap Audrey.
"Emang nggak bisa romantis," gumam Egi. Audrey hanya tersenyum. Tiba-tiba Egi menyelipkan rambut Audrey ke belakang telinga. Sedetik Audrey terpaku. Mereka saling menatap.
"Ehemmm!"
"Eh maaf, silahkan!" Egi menyingkir saat pramusaji akan lewat. Mereka berdua menghalangi jalan. Audrey menunduk malu.
"Mama! Selamat ulang tahun!" Egi menyalami mamanya dan mencium kedua pipinya.
"Tante, selamat ulang tahun!" Audrey memberikan sebuah kado mungil untuk tante Oliv.
"Terimakasih calon mantu," ucap Oliv.
"Jadi dia calon mantu kita ma?" tanya Om Rendy ayah Egi.
"Bukan!"
"Iya!" tentu saja Egi mengiyakan ucapan itu berbeda dengan Audrey.
"Nggak om! Ini Egi suka sembarangan. Padahal pacar Egi cantik-cantik om," Audrey mengangkat jempolnya agar meyakinkan.
"Egi?"
"Nggak pa, suer. Cuma satu aja. Audrey aja udah cukup kok!" ucap Egi. Ia langsung meringis karena Audrey mencubit pahanya.
"Sudah! Sudah! Ayo makan," ucap tante Oliv.
"Sebentar sayang! Kamu belum meniup lilinnya!" ucap om Rendy, tak lama beberapa pramusaji masuk membawa kue dengan lilin ulang tahun yang menyala diatasnya.
"Aku sudah tua! Masih saja begini!" ucap tante Oliv. Om Rendy hanya tersenyum dan memeluknya sambil berbisik sesuatu hingga membuat tante Oliv tertawa. Audrey dan Egi saling menatap dan mengangkat bahu.
"Ayo makan!" kata Egi setelah mereka menyanyikan lagu selamat ulangtahun dan meniup lilin. Mereka hanya berempat tapi terlihat heboh untung saja mereka memilih ruang VIP sehingga tidak menjadi pusat perhatian.
"Aku permisi ke toilet dulu!" ucap Audrey.
"Jangan lama-lama!" ucap Egi.
"Hmmm... Temani kalau kamu takut gadismu disambar orang!" ucap om Rendy. Egi segera berdiri tapi ditahan Audrey.
"Nggak usah! Bisa sendiri!" ucap Audrey sambil sedikit melotot ke arah Egi.
Audrey bergegas masuk ke toilet, setelah selesai ia merapikan sedikit dandanannya dan keluar. Saat keluar lagi-lagi ia bertemu dengan orang yang tak diinginkannya.
"Drey...!" panggil Devan pelan, ia menghampiri Audrey sambil tersenyum, Audrey membuang pandangannya melihat senyuman itu.
"Drey... Kamu di sini? Sama siapa?" tanyanya dengan antusias.
"Nggak perlu tahu," jawab Audrey.
"Drey? Apa aku ada salah sama kamu?" tanya Devan ingin meraih tangan Audrey tapi gadis itu mundur menjauh.
"Nggak! Kamu nggak salah, yang salah situasinya. Aku selalu berada disituasi yang membuatku buruk dimata orang!" ucap Audrey.
"Drey... Aku..."
"Udah cukup! Setiap aku bertemu kamu aku selalu terlibat hal yang tidak mengenakkan. Sekarang menjauhlah!" ucap Audrey.
"Drey? Lama sekali, mama mau pergi. Ada masalah?" tanya Egi saat melihat Devan.
"Nggak ada! Ayo pergi!" ucap Audrey menarik tangan Egi.
"Audrey! Aku belum selesai!" Devan menarik tangan Audrey.
"Semua sudah selesai Devandra!" Audrey dengan berani menatap Devan, seolah menantangnya.
"Kamu harus dengar penjelasanku!" bisik Devan.
"Aku tidak mau!" ucap Audrey.
"Dia tidak mau! Jangan memaksanya bro!" sela Egi yang menarik Audrey ke belakangnya melindungi gadis itu.
"Aku tidak berurusan denganmu! Aku hanya perlu bicara dengan Audrey sebentar!" ucap Devan.
"Ayo!" Audrey menarik tangan Egi dan mengabaikan panggilan Devan di belakangnya. Ia menyumpah! Dari sekian banyak tempat kenapa harus di tempat ini dia bertemu!
Kedua orangtua Egi pamit terlebih dahulu karena ada keperluan lain. Egi dan Audrey mengantar mereka sampai ke depan restoran dan melambai saat keduanya berlalu.
"Kita mau kemana? Pulang atau...?"
"Kita jalan-jalan dulu boleh?" pinta Audrey. Egi mengangguk. Ia membukakan pintu mobil untuk Audrey. Namun sesaat sebelum Audrey masuk, tangannya kembali di cekal. Saat Audrey menoleh, ia membuang napas kasar. Devan lagi!
"Kamu mau apa sih?" tanya Audrey.
"Bicara denganmu, sebentar saja!" pinta Devan. Audrey menggeleng dan masuk ke mobil. Dia tidak ingin membicarakan apapun dengan Devan jika itu hanya untuk mengingatkannya dengan rasa sakitnya yang dulu.
"Kalau mau bicara lain waktu bro! Sorry!" Egi menepuk bahu Devan sebelum akhirnya memutar ke kursi kemudi.
Devan memperhatikan mobil itu berlalu dari hadapannya. Sepintas Audrey melirik dan kaget melihat bayangan Vivian di samping Devan. Benarkah penglihatannya? Audrey memicingkan matanya sambil melihat ke belakang. Benar. Itu sahabatnya Vivian. Tidak salah lagi!
"Ada sesuatu?" tanya Egi.
"Aku lihat ada Vivian bersama Devan," ucap Audrey.
"Mau balik untuk memastikan?" tanya Egi, Audrey menggeleng. Ia tidak mau bertemu Devan lagi.
"Are you ok?" tanya Egi.
"Bohong kalau aku bilang aku baik-baik aja!" ucap Audrey.
"Boleh kamu ceritakan?" tanya Egi. Audrey mempertimbangkannya. Haruskah ia menceritakan hal itu pada Egi? Sebenarnya ia belum siap menceritakan seluruhnya tapi Egi tahu sebagian besar ceritanya.
Egi berhenti di pinggir pantai. Malam itu cukup ramai orang yang duduk bersantai menikmati angin malam. Audrey dan Egi keluar dan bersandar di depan mobil.
"Aku pernah jadi perempuan bodoh di hadapan Devan. Selain malu, aku juga tidak mau lagi dituduh perusak hubungan orang!" Audrey bercerita tanpa diminta.
"Nyatanya tidak kan?" tanya Egi.
"Sekarang tidak, tapi dulu iya. Aku pernah jadi orang ketiga diantara Devan dan Naira pacarnya. Meski aku sudah tahu, aku sangat egois dan memintanya menjadikan aku yang kedua. Aku harus merelakan waktunya lebih besar dengan Naira daripada aku," ucap Naira.
"Aku nggak nyangka kamu mau mengakui ini semua!" ucap Egi.
"Aku pernah jadi perempuan jahat Gi! Makanya sampai sekarang Naira masih memusuhiku. Aku rasa dia takut aku kembali meminta waktu Devan,"
"Naira masih punya hubungan dengan Devan?" tanya Egi. Audrey menatapnya.
"Pastilah! Waktu di rumah sakit aja mereka masih gandengan,"
"Devan mengakui?" tanya Egi. Audrey menggeleng.
"Aku tidak pernah bertanya! waktu di rumah sakit aku cukup tahu kalau mereka masih punya hubungan," ucap Audrey.
"Bodoh!" Egi menjitak pelan kepala Audrey.
"Kenapa?"
"Harusnya kamu dengar penjelasan Devan. Siapa tahu mereka sudah tidak punya hubungan lagi," ucap Egi.
"Semua udah jelas Gi, tanpa diberitahu juga aku sudah tahu,"
"Kamu masih suka dengan Devan?"
Audrey menatapnya lama.