NovelToon NovelToon
Tinta Darah

Tinta Darah

Status: sedang berlangsung
Genre:Spiritual / Mengubah Takdir / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Mengubah sejarah / Keluarga / Persahabatan
Popularitas:361
Nilai: 5
Nama Author: Permenkapas_

terlalu kejam Pandangan orang lain, sampai tak memberiku celah untuk menjelaskan apa yang terjadi!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Permenkapas_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

dipandang sebelah mata

Lelaki itu terus saja mengawasi Oline dari kejauhan, tangannya mengepal erat saat Oline terjatuh karna didorong wanita paruh baya itu.

“Berani sekali kau membuatnya terluka!” ucap lelaki itu geram.

Oline kembali meneruskan perjalanan untuk pulang, setelah sampai di rumahnya ia langsung bergegas mengganti dan mencuci seragam kotornya. Dia memang melakukan semuanya sendiri untungnya Oline cukup pandai memasak sehingga dia tidak perlu pusing-pusing memesan makanan ketika dia lapar asalkan persediaan di kulkasnya masih ada.

Sore itu Oline memutuskan untuk jalan-jalan di taman kota, ketika sedang duduk dengan santai sambil menikmati pemandangan tiba-tiba saja anak kecil terjatuh di hadapannya, Oline bermaksud menolong tetapi tangannya segera ditepis oleh seseorang, ternyata Ibu berbaju merah yang tadi siang mendorong Oline, dia berada di taman itu juga.

“Jangan sentuh anakku dengan tangan kotormu.”

“Tetapi saya hanya ingin menolongnya saja, Bu”

“Tidak perlu!” jawabnya ketus sambil meninggalkan Oline sendiri.

Oline melihat tangannya yang terdapat darah anak kecil itu, hasratnya kembali muncul apalagi luka anak itu cukup membuat gairahnya terpancing. Oline segera menepis pikiran kotornya dan cepat-cepat pergi dari taman itu.

Di kamar, Oline langsung memecahkan kaca ingin sekali dia menyayat kakinya dengan kaca itu tapi ia urung melakukannya, dia memilih mengikat dirinya sendiri. Suara teriakan dan darah segar kembali memenuhi otak Oline, dia berteriak dan menangis untuk menghilangkan bayangan kotor itu dalam pikirannya.

Setelah dirasa cukup mendingan, Oline segera melepas ikatannya dengan serpihan kaca, pergelangan tangannya memerah karena dia terlalu kencang mengikatnya. Oline kembali lemas tapi perutnya merasa lapar minta di isi, mau tidak mau dia harus turun ke bawah untuk mengambil sepiring nasi. Oline menyuap nasi sambil menangis dia tidak tahan jika harus seperti ini terus tapi dia juga tidak mau menjadi seperti ayahnya.

Pernah terbesit dalam dirinya untuk mengakhiri hidupnya sendiri, tapi tekadnya untuk membuktikan bahwa dirinya tak sama lebih besar dari keinginannya. Dia ingin membuktikan bahwa dirinya tidaklah sama, dia akan tetap berusaha meski terlalu banyak masalah yang datang bahkan menantinya.

“Tenang Oline, aku tak akan membiarkan orang yang menyakitimu hidup tenang,” gumamnya lirih.

Seseorang berhodi hitam itu pergi dari depan rumah Oline saat matahari sudah mulai tenggelam.

Tengah malam Oline dikagetkan dengan suara gaduh di luar rumahnya, Oline bergegas keluar untuk memastikan apa yang sedang terjadi.

Di luar banyak orang berkumpul sambil membawa obor dan senter, Oline masuk ke dalam kerumunan itu untuk bertanya apa yang terjadi, tapi semua orang menatapnya tak suka.

Oline pun memberanikan diri untuk bertanya

“Maaf, Pak. Ini sedang apa ya?” tanyanya polos.

“Tidak usah banyak tanya deh, lebih baik kamu pergi dari sini!”

Tiba-tiba dari kejauhan seseorang berlari mendekat.

“Di sana ....” Bapak itu mengatur nafasnya sambil menunjuk ke arah sungai.

“Yang jelas atuh,” tanya bapak yang satunya lagi.

“Di sungai ada mayat,” jelasnya lagi.

Semua orang yang berada di sana terkejut tak terkecuali Oline, semua orang berlari menuju ke sungai untuk memastikan mayat siapa di sana.

Sesampainya di sungai Oline terkejut, dia tidak bisa berkata apa-apa, pasalnya mayat itu adalah mayat wanita yang mendorong Oline kemaren. Mayat wanita itu sudah tak utuh lagi, kedua tangannya sudah terpotong dan mulutnya dijahit. Seseorang menghampiri Oline dan langsung menjambak rambutnya, Oline meringis menahan sakit.

“Heh, ini pasti perbuatanmu, 'kan?”

“Tidak, Bu ... saya benar-benar tidak tahu. Tolong lepas, sakit ....” pintanya memelas.

Sebagian orang melerai perlakuan wanita itu kepada Oline, sebagian lagi mengunjing dan membela wanita tersebut.

“Ngapain di lerai sih, Pak?”

“Dia anak kecil,” belanya

“Halah ... ini pasti perbuatan dia, secara Bu Hesti kemaren mendorongnya sampai dia terjatuh, mungkin dia dendam,” paparnya

Oline menggeleng, air mata membasahi pipinya yang mulus, tatapan matanya memohon kepada orang-orang yang berada di sana.

“Jangan asal menuduh, kamu liat badan anak ini. Bagaimana mungkin badan kecilnya bisa menarik Bu Hesti ke sungai, dan liat badan Bu Hesti badannya 2X lebih besar dari badanmu,”

Wanita itu terdiam, mungkin sedang mencerna perkataan dari orang tadi.

“Sudah sudah ... jangan berdebat, lebih baik kita bawa mayat Bu Hesti ke rumahnya.” lanjutnya.

Semua orang bergegas pergi meninggalkan sungai sambil menggotong mayat Bu Hesti. Oline masih tak menyangka ternyata masih ada orang yang mau membelanya, meski dalam hatinya ber tanya-tanya siapakah yang membunuh Ibu itu?

Keadaan sungai pun kembali sunyi, semua orang telah pergi meninggalkan Oline sendiri ditepian sungai yang airnya mengalir sangat deras itu. Oline berjalan pulang dengan pikiran yang dipenuhi rasa penasaran sedangkan di lain sisi tak jauh dari Oline ada seseorang dengan senyum misteriusnya, dia berharap setelah kejadian ini tidak ada lagi orang yang berani mengganggu bahkan berbuat kasar pada Oline.

Lelaki misterius itu pergi sesaat setelah ia benar-benar memastikan Oline kembali ke rumahnya, dia seperti bodyguard yang selalu melindungi majikannya.

Isu tentang kematian Ibu itu beredar dengan sangat cepat hingga sampai ke telinga para siswa termasuk Zola. Semua orang mengira Oline lah pelakunya, meski dipikir sekali lagi menggunakan logika hal itu sangatlah mustahil untuk anak di umur 17 tahun dan memiliki badan yang terbilang kurus sepertinya. Bagi orang yang membencinya semua itu memungkinkan, dia berusaha tak peduli dengan gunjingan semua siswa yang mengatakan dialah dalang semuanya. Semakin dia menahan itu semuanya semakin menjadi-jadi, Oline kehilangan kesabaran dan berniat membalasnya tetapi hati kecilnya berkata jika ia melakukannya lalu apa bedanya dia dengan mereka? Lagi pula dia sudah bertekad untuk mematahkan semua pemikiran buruk mereka tentang dirinya.

Tetapi dia juga ingin mencari tahu siapa dalang dari pembunuhan itu yang membuat namanya terseret, dan membuat dirinya bersalah dihadapan semua orang.

“Apakah salah satu keluargaku yang masih hidup? Tapi itu tidak mungkin, atau mungkin ada orang yang memiliki kepribadian yang sama dengan ayah?” tanyanya pada diri sendiri.

“Mungkin saja, karna bukan hanya keluargaku yang seperti itu, 'kan?” lanjutnya meyakinkan diri sendiri.

Dua orang siswa masuk ke dalam kelas dan melihat Oline berbicara sendiri.

“Lihat dia, setelah semua yang terjadi sekarang dia menjadi tidak waras,” katanya sambil tersenyum mengejek.

“Benar, kasian sekali dia,” balas temannya.

Oline hanya menunduk tak mengindahi mereka berdua, baginya masalahnya sudah cukup besar, dia tak ingin menambah masalah lagi dengan membalas hinaan mereka. Oline membuka gadgetnya, banyak sekali yang DM dan mengatakan bahwa dia adalah dalang dari kejadian tadi malam, ada juga yang mengatakan Oline tidak melakukan aksinya sendiri. Tak terasa air matanya menetes, sesak rasanya menghadapi kenyataan ini seorang diri, tanpa ada orang yang mau mendengarkan keluh kesahnya.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!