"Seharusnya aku tahu, kalau sejak awal kamu hanya menganggap pernikahan ini hanya pernikahan kontrak tanpa ada rasa didalamnya. Lalu kenapa harus ada benihmu didalam rahimku?"
Indira tidak pernah mengira, bahwa pada suatu hari dia akan mendapatkan lamaran perjodohan, untuk menikah dengan pria yang bernama Juno Bastian. Indira yang memang sudah jatuh cinta pada pandangan pertama dengan Juno, langsung setuju menikah dengan lelaki itu. Akan tetapi, tidak dengan Juno yang sama sekali tidak memiliki perasaan apapun terhadap Indira. Dia mengubah pernikahan itu menjadi pernikahan kontrak dengan memaksa Indira menandatangani surat persetujuan perceraian untuk dua tahun kemudian.
Dua tahun berlalu, Indira dinyatakan positif hamil dan dia berharap dengan kehamilannya ini, akan membuat Juno urung bercerai dengannya. Namun takdir berkata lain, ketika kehadiran masa lalu Juno yang juga sedang hamil anaknya, sudah mengubah segalanya.
Apa yang akan terjadi pada rumah tangganya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irma Kirana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15. Mas Juno?
...☘️☘️☘️...
Hilman benar-benar bingung dan panik, karena begitu dia datang ke sekolah Devan untuk menjemputnya. Devan sudah tidak ada di sana dan petugas keamanan di sekolah, mengatakan bahwa Devan sudah keluar dari sekolah 1 jam yang lalu.
Dia tidak bisa menyalahkan Devan yang pergi duluan, karena dia memang salah sudah terlambat menjemputnya. Jika bukan karena insiden kecelakaan dijalan tadi, pasti Hilman akan sampai tepat waktu di sekolah Devan.
"Astaghfirullahaladzim! Devan kemana ya? Apa mungkin dia ke rumah temennya ya? Tapi, aku nggak tau nomor kontak ibu temennya," gumam Hilman sambil berpikir untuk menghubungi salah satu ibu dari teman Devan. Siapa tau keponakannya itu berada di rumah temannya?
Meskipun nanti dia akan dimarahi, diomeli oleh kakaknya. Tapi dia memberanikan diri untuk menghubungi kakaknya dan menanyakan nomor kontak dari ibu temannya Devan.
"Assalamualaikum kak."
"Waalaikumsalam Hilman. Kamu udah jemput Devan kan? Pasti sekarang kalian udah ada di rumah. Maaf, kakak bisa titip Devan bentar nggak... urusan Kakak masih belum selesai."
"Kakak maaf! Aku bisa minta nomor kontak ibu temennya Devan nggak? Yang biasanya Devan suka main kesana," kata Hilman dengan cepat dan dengan perasaan yang was-was.
Indira terdiam sejenak dalam kebingungannya, saat dia merasakan ada yang aneh dengan perkataan adiknya. "Man, kenapa kamu tiba-tiba nanyain nomor kontak Ibu temennya Devan?" tanya Indira.
"Gini kak, kakak jangan panik dulu ya. Sebenernya Devan nggak ada di sekolah," ucap Hilman.
Deg!
Indira yang sedang berada di dalam kamar hotel bersama dengan klien wanitanya, sangat terkejut mendengar ucapan Hilman.
"APA?" Tanpa sadar Indira berteriak.
"Apa maksud kamu Man? Devan hilang?" tanya Indira lagi. Jantung Indira berdegup kencang saat mendengar kata-kata adiknya, dia dapat mencernanya. Bahwa Devan hilang.
"Maaf kak, tadi aku terlibat kecelakaan dan aku harus bawa orang yang aku tabrak ke rumah sakit. Jadi, aku telat jemput Devan...maaf kak!" kata Hilman menyesal dan merasa bersalah, karena sudah telat menjemput Devan dan membuat anak laki-laki itu menghilang.
Indira panik, tapi dia berusaha untuk tetap tenang. Dia juga tidak menyalahkan adiknya, walaupun sebenarnya dia kesal. Namun, marah dan kesal bukanlah hal yang terpenting untuk saat ini.
"Kakak akan cari Devan ke rumah Anthony, kamu hubungi nomor yang kakak kasih. Itu nomor namanya temen Devan," ucap Indira sambil menetralkan napasnya yang tidak beraturan.
"Oke kak. Maafin aku kak."
"Kita bicara nanti Man. Kita cari dulu Devan," ucap Indira sambil mengusap dadanya. Lalu dia mengucapkan salam dan mengakhiri panggilan tersebut.
Seorang wanita yang baru saja keluar dari kamar mandi, berjalan mendekati Indira yang terlihat gelisah.
"Bu Indira, kamu kenapa?" tanya wanita berambut keriting itu sambil mendekati Indira.
"Bu Amber, maaf... sepertinya saya harus pergi sekarang juga. Anak saya hilang bu, saya harus mencarinya," jelas Indira sambil berdiri dari tempat duduknya. Melihat kegelisahan di mata Indira, tentu saja Amber mengizinkannya pergi.
Dia juga bersimpati kepada Indira yang merupakan seorang single parent yang selama ini mengurus putranya seorang diri. Indira adalah wanita yang hebat menurutnya.
"Ya Tuhan. Kalau begitu, kamu harus segera mencari anak kamu. Maaf, karena saya tidak bisa menemani kamu untuk mencarinya. Saya masih harus pergi. Saya doakan semoga anak kamu cepat ditemukan," kata Amber sambil mengusap bahu Indira yang terasa bergetar. Indira pun meminta maaf sekali lagi dan kemudian dia pun pamit meninggalkan hotel tersebut.
"Sekali lagi maafkan saya, Bu."
"Tidak apa-apa saya paham. Tidak mudah menjadi orang tua tunggal, kamu adalah wanita hebat Bu Indira." Amber tersenyum kagum pada Indira. Wanita tangguh yang sangat menyayangi anaknya, tanpa didampingi suami.
Indira pun pergi dari sana, dia menaiki mobilnya sendiri. Lantas dia mencari Devan ke rumah temannya yang bernama Anthony, karena biasanya Devan suka pergi kesana bila Indira telat menjemput. Tak lupa dia mengirimkan nomor kontak pada Hilman. Sama halnya seperti Indira, Hilman juga sedang kelimpungan mencari keponakannya.
"Maaf bu Indira, tapi Devan tidak pulang bersama Anthony. Tadi Devan juga keluar kelas lebih dulu," ucap ibunya Anthony yang membuat Indira semakin didera rasa panik dan khawatir. Sungguh, Indira ingin menangis sekarang.
"Ya Allah...lalu dimana Devan?" guman Indira sambil menarik napasnya dalam.
"Bu Indira, ayo saya bantu mencari Devan!" kata wanita berparas bule itu yang bersimpati pada Indira.
"Tidak perlu bu, saya-"
Belum sempat Indira menyelesaikan perkataannya, suara dering telpon ponsel Indira membuatnya harus mengangkat telpon itu terlebih dahulu.
****
Sementara itu Devan dan Juno baru saja sampai didepan rumah yang ditinggali oleh Devan dan keluarganya. Karena khawatir dengan Devan yang akan sendirian, akhirnya Juno mengantar Devan ke rumahnya.
"Uncle. Uncle, aku bica minta tolong mggak? Tolong telpon mamaku. Biar mama nggak khawatil," kata Devan yang meminta pertolongan pada Juno untuk menelpon mamanya terlebih dahulu agar mamanya tidak khawatir.
"Oke. Kamu tau nggak nomor telpon mama kamu?" tanya Juno sambil mengeluarkan ponsel dari saku jasnya.
"Tau Uncle!"
Devan memberitahu Juno nomor telpon Indira, lalu Juno pun menghubungi nomor tersebut. Tak lama kemudian, panggilan telpon itu pun dijawab.
"Halo, maaf...apa saya sedang berbicara dengan mamanya Devan?"
Indira terkejut, dia membeku saat mendengar suara yang tak asing ditelinganya. Dia bahkan sampai memberhentikan mobilnya dipinggir jalan karena terkejut.
"Kenapa suaranya seperti suara Mas Juno? Mas... Juno ... tidak mungkin..." gumam Indira pelan, tanpa sadar bibirnya gemetar. Tangannya menutup mulutnya, secara refleks.
"Halo? Maaf, apa saya berbicara dengan mamanya Devan?" suara Juno terdengar lagi oleh Indira.
Indira mendengar suara itu, tapi dia belum meresponnya. Sebab, sebagian otaknya kini sedang mencerna suara itu. Suara seseorang yang sangat menyakitinya, suara itu memanggil nama Devan.
Kemudian Indira pun kembali meletakkan ponselnya ke telinga, dia berusaha untuk menjawab Juno.
"Iya, saya mamanya Devan," jawab Indira dengan tegas.
Hening di sana, Juno tiba-tiba terdiam membeku saat mendengar suara mama Devan ini.
"Uncle? Gimana? Mamaku jawab nggak?" tanya Devan seraya menarik-narik tangan Juno.
Indira menegang, manakala dia mendengar suara putranya. Dan saat ini putranya, kemungkinan besar, sedang bersama Juno.
"Kenapa Devan bisa sama Mas Juno? Apa dia sudah tahu kalau..."
****
Indonesia, Jakarta.
Disebuah kediaman mewah milik keluarga Bastian. Terlihat seorang pria tua yang duduk di kursi roda, tengah berbicara dengan salah satu orang kepercayaannya.
"Ini laporan dari Singapura, Tuan besar!" kata seorang pria berusia 30 tahunan kepada pria paruh baya yang duduk di kursi roda itu. Dia menunjukkan sesuatu didalam tab miliknya pada pria paruh baya tersebut.
"Apa ini benar? Indira...masih hidup dan dia tinggal bersama anaknya?" tanya Pria tua itu dengan wajah kaget, dia tidak percaya saat melihat foto Indira dan Devan di dalam tab tersebut.
"Iya Tuan besar."
****
penyesalan mu lagi otw juno