NovelToon NovelToon
Dijebak Ratu Dari Dunia Lain

Dijebak Ratu Dari Dunia Lain

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Spiritual / Budidaya dan Peningkatan / Balas dendam dan Kelahiran Kembali / Ilmu Kanuragan / Summon
Popularitas:1.7k
Nilai: 5
Nama Author: Kang Sapu

"Urgh... k-kurang ajar! B-bajingan!" gumam Lingga lirih. Tubuhnya semakin lemas dan kesadarannya semakin memudar. "A-apa aku akan... mati?"
Seorang bartender muda yang bergumul dengan utang dan cinta buta bernama Lingga, mengira hidupnya sudah cukup kacau. Tapi, semuanya berubah drastis dalam satu malam yang kelam. Saat hendak menemui pacarnya, Lingga menjadi korban pembegalan brutal di sebuah jalanan yang sepi, membuatnya kehilangan motor, harta benda, dan akhirnya, nyawanya.
Namun, takdir punya rencana lain. Di ambang kematian, Lingga terseret oleh lingkaran cahaya misterius yang membawanya ke dunia lain, sebuah dunia asing penuh kekuatan magis, monster, dan kerajaan-kerajaan yang saling bertarung. Terbangun dengan kekuatan yang belum pernah ia miliki, Lingga harus mempelajari cara bertahan hidup di dunia baru ini, menghadapi ancaman mematikan, dan menemukan arti hidup yang sesungguhnya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kang Sapu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 12

Lingga menghela napas panjang sebelum melangkah menuju rak kayu yang dimaksud Salma. Rak itu penuh dengan barang-barang kuno dan berdebu, seolah tidak pernah tersentuh selama bertahun-tahun. Mata Lingga tertumbuk pada sebuah kotak kayu tua dengan ukiran-ukiran yang tampak kuno namun artistik. Ia menarik kotak itu perlahan, merasa sedikit gugup.

"Ini?" tanya Lingga sambil mengangkat kotak itu ke arah Salma.

Salma yang tengah duduk bersila di lantai dengan beberapa buku tebal di hadapannya langsung mendongak. Tatapannya serius namun penuh antusiasme. "Iya, itu dia. Buka perlahan, kotak itu cukup rapuh."

Lingga membuka kotak itu dengan hati-hati. Saat tutupnya terangkat, aroma kayu tua bercampur dengan sesuatu yang samar—seperti rempah-rempah dan logam hangat—menyergap hidungnya. Di dalamnya, terbaring sebuah kantong kulit yang tampak sangat kuno, warnanya cokelat pudar dengan jahitan kasar yang masih terlihat kuat. Lingga memandangi kantong itu dengan bingung.

"Kantong ini?" Lingga mengangkat kantong tersebut dengan hati-hati. Kantong itu terasa lebih ringan dari yang ia bayangkan.

Salma berdiri dan menghampiri Lingga dengan langkah cepat. Wajahnya berubah serius, namun matanya berbinar penuh rasa ingin tahu. "Ya, ini dia. Aku bisa merasakannya... energinya sangat kuat."

"Energi?" Lingga mengerutkan kening, memandangi kantong itu dengan lebih saksama. "Cuma kantong biasa, kan? Maksudku, ini cuma kulit tua."

Salma mendekat, meraih kantong itu dari tangan Lingga. Saat tangannya menyentuh permukaan kantong, raut wajahnya berubah. Ia tampak seperti seseorang yang sedang mendengar sesuatu yang hanya bisa ia pahami. "Bukan. Ini lebih dari itu," katanya lirih.

Lingga, yang masih merasa bingung, melipat tangannya. "Jadi, apa ini sebenarnya? Kenapa kamu begitu yakin kalau ini sesuatu yang penting?"

Salma menarik napas panjang, mencoba menjelaskan dengan sabar. "Aku pernah membaca tentang ini di salah satu buku tua milik kakekku. Ini disebut kantong semesta. Sebuah benda magis yang konon mampu memanipulasi ruang."

Lingga mengangkat alis. "Manipulasi ruang? Seperti kantong Doraemon, gitu?" ucapnya dengan nada skeptis, mencoba mencerna ucapan Salma yang terasa mustahil.

Salma menatapnya dengan kesal. "Ini bukan film kartun, Lingga. Kantong ini bisa menyimpan banyak benda sekaligus tanpa memedulikan ukurannya. Misalnya, kamu bisa memasukkan meja besar atau bahkan rak buku ke dalam kantong ini, dan beratnya tetap sama."

Lingga menatap kantong itu dengan rasa ingin tahu yang perlahan muncul. Ia mencoba memegangnya lagi, namun kali ini ia merasakan sesuatu—seperti getaran halus yang menjalar dari permukaan kulit ke telapak tangannya. "Oke, ini aneh. Tapi bagaimana kita tahu kalau ini benar-benar... seperti yang kamu bilang?"

Salma tersenyum tipis, lalu menatap Lingga dengan pandangan yang penuh arti. "Kita uji saja," katanya sambil menyerahkan kantong itu kembali pada Lingga.

Lingga memutar bola matanya, namun ia tetap mengikuti arahan Salma. "Oke, jadi kita mau masukkan apa? Meja? Kursi?"

Salma melirik sekeliling ruangan dan menunjuk sebuah pot keramik besar di sudut ruangan. "Coba itu dulu."

Lingga mengangkat bahunya, lalu membawa kantong itu ke dekat pot. "Ini gak bakal berhasil," gumamnya sambil membuka mulut kantong yang terlihat kecil. Namun, saat ia mendekatkan pot itu ke mulut kantong, sesuatu yang tidak masuk akal terjadi. Pot besar itu langsung menghilang ke dalam kantong tanpa perlawanan, seolah-olah tersedot oleh kekuatan tak terlihat.

Lingga ternganga. Ia menjatuhkan kantong itu ke lantai dan melangkah mundur. "Apa-apaan ini? Itu... itu gak mungkin!"

Salma terkekeh kecil melihat reaksi Lingga. "Aku sudah bilang. Ini bukan benda biasa."

Lingga mengusap wajahnya, masih tidak percaya dengan apa yang baru saja ia lihat. "Oke, kalau ini nyata, kita harus tahu cara menggunakannya. Apa ada risiko atau efek sampingnya?"

Salma mengangguk pelan. "Itu yang harus kita cari tahu. Tapi satu hal yang pasti, benda seperti ini pasti memiliki batasannya. Dan biasanya, benda-benda magis seperti ini punya koneksi ke sesuatu yang lebih besar. Kita harus berhati-hati."

Lingga menghela napas, merasa bebannya bertambah berat. "Jadi sekarang aku punya kantong ajaib, dan entah apa lagi yang bakal muncul karena benda ini. Serius, Salma, apa aku bakal menyesal terlibat dalam semua ini?"

Salma tersenyum tipis, tatapannya penuh teka-teki. "Mungkin. Tapi kau sudah terlibat, Lingga. Dan aku rasa ini baru permulaan."

Lingga berdiri di tengah ruang harta yang luas, matanya berkilat dengan rasa takjub. Terlihat rak-rak penuh dengan permata, koin emas, dan barang-barang mewah lainnya. Aroma logam bercampur debu memenuhi udara, menciptakan suasana misterius sekaligus memabukkan. Ia memandang kantong semesta di tangannya, benda kecil itu kini terasa seperti kunci untuk meraih segalanya.

"Semua ini bisa jadi milikku," gumam Lingga, suaranya pelan namun dipenuhi ambisi yang perlahan menguasainya.

Salma, yang berdiri tak jauh darinya, menatap tajam. "Apa yang kau katakan tadi, Lingga?" tanyanya, nada curiganya jelas terdengar.

Lingga menoleh perlahan, bibirnya menyunggingkan senyum samar. "Aku hanya berpikir... kenapa tidak kita ambil semuanya? Semua harta ini. Kita masukkan ke kantong semesta, dan selesai. Kita bisa hidup nyaman selama sisa hidup kita."

Salma menatap Lingga dengan ekspresi campuran antara keterkejutan dan kemarahan. Ia melangkah mendekat, berdiri hanya beberapa langkah dari Lingga. "Kau bercanda, kan? Kau benar-benar mau melakukan itu?"

Lingga mengangkat bahu, mencoba terlihat santai meski pikirannya sudah dipenuhi berbagai rencana. "Kenapa tidak? Lihat semua ini, Salma. Ini harta yang tak akan pernah habis. Kita bisa menggunakannya untuk diri kita sendiri, atau bahkan membantu orang lain. Bukankah itu ide yang bagus?"

Salma menghela napas dalam, berusaha menahan amarahnya. "Dengar, Lingga. Aku tahu kau tergoda. Siapa yang tidak? Tapi kau lupa sesuatu yang sangat penting. Harta ini bukan milikmu. Dan mengambil semuanya... itu sama saja dengan mencuri."

Lingga mendengus, matanya menyapu ruangan penuh kilauan. "Curi dari siapa? Ruang ini sepertinya sudah ditinggalkan. Tidak ada yang akan tahu. Lagipula, ini juga biar si Kadita kapok!"

Salma menatapnya dengan tajam, suaranya kini tegas dan penuh wibawa. "Itu pikiran yang sama seperti Ratu Kadita. Ingat apa yang ia lakukan padamu?"

Lingga terdiam, kata-kata Salma seperti tamparan keras di wajahnya. Ia menggenggam kantong semesta lebih erat, mencoba mencari alasan untuk membenarkan pikirannya. "Tapi aku tidak seperti Kadita," katanya akhirnya, suaranya melemah. "Aku hanya ingin... kesempatan. Hidup yang lebih baik."

Salma mendekat, tatapannya melembut namun tetap tegas. "Kesempatan tidak datang dari mencuri, Lingga. Kau ingin hidup lebih baik? Temukan caramu sendiri!"

Lingga menelan ludah, pikirannya berkecamuk. Ia memandang Salma, sosok arwah kuno penunggu ruang bawah tanah istana Agniamartha ini, yang tampak lebih hidup daripada siapa pun yang pernah ia temui. "Jadi, apa yang kau sarankan? Kita biarkan semua ini di sini begitu saja?"

Salma mengangguk perlahan. "Ya. Biarkan harta ini tetap di tempatnya. Lagipula, kamu kan sudah mengambil beberapa keping emas, itu sudah bisa mencukupi keseharianmu di kota setidaknya untuk sebulan lebih."

Lingga memejamkan mata, rasa malu dan penyesalan perlahan merayapi dirinya. Ia tahu Salma benar. Tapi godaan itu begitu kuat, hampir tak tertahankan. Setelah beberapa saat, ia menghela napas panjang dan meletakkan kantong semesta di atas meja terdekat.

"Baiklah," katanya pelan. "Kau menang, Salma. Aku tidak akan mengambil apa pun lagi. Tapi kau harus tahu... ini sangat sulit."

Salma tersenyum tipis, meskipun matanya masih mengawasi Lingga dengan cermat. "Aku tahu, Lingga. Tapi kau telah mengambil langkah pertama untuk menjadi seseorang yang lebih baik. Itu yang penting."

Lingga mengangguk perlahan, meskipun hatinya masih terasa berat. Ia menatap sekeliling ruangan untuk terakhir kalinya, memikirkan semua yang telah terjadi. Ia sadar, perjalanannya baru saja dimulai, dan keputusan ini hanyalah salah satu dari banyak tantangan yang akan ia hadapi.

Saat mereka berdua berjalan keluar dari ruang harta, suara Salma bergema di telinga Lingga. "Ingat, Lingga. Harta terbesar bukanlah emas atau permata, tapi pilihan yang kau buat setiap harinya."

"Ya... aku tahu. Lantas, setelah ini apa yang harus aku lakukan, Salma?"

***

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!