NovelToon NovelToon
TITIK BALIK : Senja Di Jakarta

TITIK BALIK : Senja Di Jakarta

Status: sedang berlangsung
Genre:Obsesi / Kehidupan di Kantor / Wanita Karir / Cinta Terlarang / Romansa / Balas Dendam
Popularitas:13
Nilai: 5
Nama Author: FTA

kanya adalah seorang Corporate Lawyer muda yang ambisinya setinggi gedung pencakar langit Jakarta. Di usianya yang ke-28, fokus hidupnya hanya satu, meskipun itu berarti mengorbankan setiap malam pribadinya.
​Namun, rencananya yang sempurna hancur ketika ia bertemu adrian, seorang investor misterius dengan aura kekuasaan yang mematikan. Pertemuan singkat di lantai 45 sebuah fine dining di tengah senja Jakarta itu bukan sekadar perkenalan, melainkan sebuah tantangan dan janji berbahaya. Adrian tidak hanya menawarkan Pinot Noir dan keintiman yang membuat Kanya merasakan hasrat yang asing, tetapi juga sebuah permainan yang akan mengubah segalanya.
​Kanya segera menyadari bahwa Adrian adalah musuh profesionalnya, investor licik di balik gugatan terbesar yang mengancam klien firman tempatnya bekerja.
​Novel ini adalah kisah tentang perang di ruang sidang dan pertempuran di kamar tidur
​Untuk memenangkan kasusnya, Kanya terpaksa masuk ke dunia abu-abu Adrian, menukar informasi rahasia de

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon FTA, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Pertarungan Di Pagi Hari

Kanya terbangun dengan perasaan yang asing, campuran antara hangover karena single malt yang ia minum dan rasa bersalah yang panas. Bibirnya terasa perih, mengingatkannya pada ciuman yang seharusnya tidak pernah terjadi. Ciuman itu tidak hanya melanggar etika profesionalnya, tetapi juga merusak setiap batasan yang ia bangun selama bertahun-tahun. Adrian bukan sekadar pria yang ingin ia kencani; dia adalah ancaman yang ia cium.

Ia menghabiskan waktu lebih lama di depan cermin pagi ini, bukan untuk mengagumi penampilannya, tetapi untuk mencari jejak pengkhianatan di matanya. Ia menyamarkannya dengan eyeliner tajam, memilih setelan abu-abu gelap—baju perang—dan menyemprotkan parfum yang kuat, seolah bisa mencuci bersih aroma Tiramisu dan whisky yang melekat.

"Tarik napas, Kanya. Dia musuh," gumamnya, mengulanginya seperti mantra. "Dan kau akan menghancurkannya."

Tiba di kantor Wibisono & Partners, atmosfer terasa dingin dan hening, kontras dengan badai yang berkecamuk di dalam diri Kanya. Ia langsung menuju ruangannya, mengambil map merah kasus PT. Dharma Kencana, dan mulai merumuskan strategi. Kekhawatiran besarnya adalah: seberapa banyak Adrian tahu tentang strategi internal firma?

Pukul sembilan pagi, Kanya dipanggil kembali ke ruang Pak Bram. Kali ini, ruangannya terasa lebih sesak. Di sana sudah duduk Pak Wibisono (60-an), Managing Partner sekaligus pendiri firma, dan dua Senior Partner lainnya—bukti bahwa kasus ini memang pertaruhan hidup-mati bagi firma.

"Silakan, Kanya. Berikan update awal Anda tentang kasus Dharma Kencana," perintah Pak Bram, nadanya serius.

Kanya berdiri, memegang mapnya dengan mantap. Ia memproyeksikan suara sekeras dan sedingin yang ia bisa, seolah-olah ia sedang berpidato di ruang sidang.

"PT. Dharma Kencana memiliki aset lahan historis yang jelas. Gugatan investor asing—The Vanguard Group—berusaha menggagalkan proses akuisisi yang sedang berjalan dan memaksa likuidasi. Strategi saya fokus pada dua hal: Pertama, menyerang validitas klaim sengketa lahan historis itu sendiri. Mereka menggunakan celah hukum lama. Kedua, kami akan menuntut ganti rugi yang jauh lebih besar atas kerugian reputasi. Kita harus membuat The Vanguard Group membayar mahal untuk setiap langkah yang mereka ambil."

Kanya melihat Pak Wibisono mengangguk pelan, yang merupakan pujian besar. Namun, Pak Bram tidak terlihat lega.

"Masalahnya, Kanya," sela Pak Bram, suaranya mengandung nada kecemasan yang jarang ia tunjukkan. "Kami mendapat kabar dari intelijen pasar tadi pagi. The Vanguard Group telah merekrut konsultan litigasi baru, seorang ahli strategi yang sangat agresif. Dia adalah hantu. Tidak ada yang tahu persis namanya, tetapi kabar mengatakan dia tahu cara membalikkan kasus yang sudah mati. Kita harus bergerak lebih cepat, Kanya. Saya butuh kemenangan cepat, bukan pertarungan berlarut-larut."

Kanya merasakan dadanya sesak. Konsultan litigasi baru? Seorang ahli strategi yang 'hantu'? Meskipun Pak Bram tidak menyebut nama Adrian, Kanya tahu persis siapa orang itu. Adrian tidak hanya menggodanya secara personal, tetapi dia juga secara profesional mulai bergerak, menempatkan dirinya langsung sebagai musuh terbesarnya.

Kanya menarik napas, ini adalah saatnya mengambil risiko. Ia mencondongkan tubuh sedikit ke depan, wajahnya tampak berpikir keras. "Pak Bram, apakah 'hantu' ini dikenal karena fokus pada celah force majeure atau klausul arbitrase yang halus, dan bukan pada kasus utamanya?"

Pak Bram mengerutkan alis tebalnya. Para Senior Partner lainnya saling pandang. Pertanyaan Kanya terlalu spesifik.

"Kenapa Anda bertanya begitu?" tanya Pak Bram, nada curiga mulai terdengar. "Itu bukan informasi yang tersedia untuk umum, Kanya. Tapi ya, beberapa laporan mengatakan ahli strategi ini menghindari litigasi frontal. Mengapa?"

"Hanya... hipotesis," jawab Kanya cepat, menghindari kontak mata. Ia merasa jantungnya berdebar kencang di balik setelan abunya. "Jika dia adalah konsultan, dia pasti mengincar kerentanan klien kita di luar area hukum. Misalnya, reputasi atau kekurangan likuiditas. Kita tidak hanya melawan hukum, kita melawan strategi bisnis predatoris."

Kanya berhasil mengalihkan kecurigaan Pak Bram dari sumber informasinya ke kejeniusan analitisnya. Wajah Pak Wibisono kini tampak cerah. "Dia benar, Bram. Kanya punya insting. Kita harus memperkuat pertahanan non-litigasi kita juga."

Pak Bram mengangguk, namun matanya tetap fokus pada Kanya. "Baik. Lanjutkan dengan agresivitas itu, Kanya. Tetapi ingat: jika kasus ini gagal, bukan hanya klien yang akan kita rugikan. Peluang Partner Anda hangus. Seluruh kredibilitas firma ini dipertaruhkan. Jangan pernah bertindak di luar koridor yang saya berikan. Jelas?"

"Jelas, Pak," jawab Kanya. Ruang rapat dibubarkan, meninggalkan Kanya dengan beban tanggung jawab yang berat dan ancaman yang samar.

Kanya kembali ke ruangannya, menutup pintu. Ia tidak menyalakan lampu, membiarkan cahaya pagi yang mendung menembus jendela. Kanya bersandar di pintu, tangannya gemetar.

Ia telah berhasil menyembunyikan rahasianya, tetapi risikonya sudah dua kali lipat. Adrian tidak hanya ingin membeli perusahaan, dia ingin mengalahkannya secara pribadi dan profesional. Adrian telah memberikan Kanya ciuman sebagai janji pertarungan, dan kini, ia telah memberikan Kanya "hantu" sebagai lawan pertamanya. Rasa malu dari ciuman itu kini bercampur dengan rasa haus akan kemenangan. Setiap detail sentuhan Adrian, setiap bisikan tawarannya, kini menjadi data yang harus ia analisis, bukan lagi ingatan romantis. Ia tahu bagaimana pria itu berpikir, ia tahu kelemahan di balik kepercayaan diri yang sombong itu. Itu adalah keuntungan tersembunyi yang ia peroleh dari pengkhianatan kecilnya.

Kanya berjalan ke mejanya, mengambil map merah itu, dan membuka halaman sengketa lahan. Ia mencetak beberapa laporan berita lama tentang Aether Holdings dan menempelkannya di papan strateginya. Di sebelah laporan-laporan itu, ia menusuk foto Adrian dari pencarian Google dengan pin merah.

"Anda ingin bermain, Adrian?" bisik Kanya, tatapannya menyala dingin, didorong oleh adrenalin, ambisi, dan sisa rasa Tiramisu yang terasa di tenggorokannya. "Permainan baru saja dimulai. Tapi di ruang sidang ini, Anda akan menghadapi saya sebagai musuh. Bukan sebagai kekasih." Kanya mengambil pulpennya, dan garis pertama di dokumen hukum itu adalah sebuah deklarasi perang pribadi.

Bersambung...

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!