Dijebak Ratu Dari Dunia Lain
"Astaga... utang numpuk, ayang banyak maunya, gajian cuma lewat doang..., duh, harus nyari duit ke mana lagi coba?"
Seorang pemuda yang cukup tampan tengah rebahan di atas ranjang, pikirannya melayang jauh. Ia memikirkan tentang hutangnya yang kian menumpuk gara-gara membiayai pacarnya yang belum tentu ia nikahi.
Tapi, namanya juga cinta, apapun pasti di lakukan. Namun, saat ia tengah melamun, tiba-tiba ponselnya berbunyi. Ia pun tersentak lalu mengambil ponsel yang tergeletak di atas meja di tepi ranjang. Ia melihat layar ponsel yang menunjukkan sebuah nama yakni Nayla.
"Nayla? Hah... baru aja dipikirin udah nelpon aja..."
Tuuuuut...!
"Halo, sayang." Suara seorang gadis terdengar menyapa dari balik speaker ponsel pemuda itu. Suaranya terdengar manja.
"Iya, sayang... ada apa?" tanya pemuda itu.
"Katanya mau jalan-jalan habis ini?"
Pemuda itu terlihat menepuk jidatnya seraya turun dari ranjang. "Astaga! Aku hampir lupa, bentar... aku siap-siap dulu. Tunggu yah!"
"Ih, gimana sih. Kok bisa lupa?! Ya udah cepetan, aku tunggu di rumah."
"Iya, sayang. Bentar... maap ya..."
Pemuda tampan berumur dua puluh tahunan yang bekerja di club malam sebagai bartender itu kini tengah menyisir rambutnya di depan cermin. Pria berlesung pipi dan berambut hitam dengan mode belah pinggir itu bersiul seiring tangannya menyapu rambutnya yang mulai tertata rapi.
"Duh, waktunya libur kerja padahal. Yah... mau gimana lagi, si ayang ngajakin jalan malam ini," gumamnya seraya menyemprotkan parfum di leher dan ketiaknya.
Drap, drap, drap
Pemuda berperawakan sedang itu kini menuruni tangga setelah selesai bersiap diri. Ia memakai baju kasual dengan celana jeans yang berlubang di beberapa titik. Di rumah sederhana namun elegan itu, ia berjalan ke arah ruang tengah. Di sana, seorang wanita paruh baya tengah duduk di depan televisi. Ia menoleh ke arah pemuda bertinggi badan 170cm itu.
"Loh? Kamu mau ke mana, Lingga?" tanya wanita berdaster biru tosca itu dengan wajah penasaran.
"Eh... anu... Lingga mau keluar. Si Nayla ngajakin jalan, Ma," sahut pemuda bernama Lingga itu dengan wajah kikuk.
Wanita yang dipanggil mama oleh Lingga itu melirik ke arah jam dinding. "Udah jam delapan loh ini... apa nggak kemaleman, Ling?"
"Yah, nggak apa-apa kok, Ma. Boleh ya ma?"
Mama Lingga menghela nafas panjang lalu akhirnya menyetujui. "Ya udah pulangnya jangan sampe pagi loh... awas! Jangan mentang-mentang kerjamu jadi bartender, jadi pulang dibiasain subuh-subuh!"
Lingga menggaruk bagian belakang kepalanya lalu menjawab. "Hehe, nggak lah, Ma... mungkin jam sebelas udah pulang kok..."
"Ya udah kalau gitu, hati-hati di jalan. Salam buat Nayla ya, kapan-kapan ajak main ke sini. Kenalin sama Mama," ujar Mama Lingga seraya tersenyum.
"Duh, Lingga udah bolak-balik ngajakin dia ke sini, tapi dia malu katanya. Belum siap. Ya udah Lingga berangkat dulu, Ma!" sahut Lingga seraya mencium tangan mamanya lalu beranjak menuju ruang depan.
"Owalah, masa iya pake malu segala. Bilang aja mama nggak akan ngapa-ngapain."
Lingga seketika tertawa. "Haha. Iya ntar aku bilangin ke dia, Ma."
"Ya udah kalau gitu, jangan lupa sekalian kunci pagarnya ya, Mama mau tidur habis ini."
"Siap, Ma!" teriak Lingga lalu menutup pintu rumah dari depan.
Lingga mengeluarkan motornya dari garasi dan segera menutup pagar seperti yang disuruh oleh mamanya. Ia pun menyalakan motornya dan melaju di jalanan perumahan yang sudah sepi. Di depan, ia sempat menyapa sekuriti setelah melewati portal. Di bawah sinar rembulan malam itu, Lingga melajukan motornya semakin kencang untuk dapat segera menuju ke tempat sang pacar.
Sementara itu, di sebuah tempat sepi, tepatnya di perbatasan sebuah kawasan pemakaman dan pasar yang sudah tutup, dua orang pemuda tanggung bertampang garang dan berpenampilan sedikit acak-acakan tengah saling berdebat.
"Yakin nih kita mau nyari mangsa di sini?" tanya seorang pemuda dengan topi hitam.
Pemuda berambut ikal di depannya terlihat tengah mengayunkan clurit secara asal seraya menyahut. "Iya, di sini aja! Lumayan sepi malam ini."
Pemuda bertopi itu melihat sekeliling lalu bergidik tiba-tiba. "T-tapi, ini kan kuburan, bro. Nggak ada tempat lain apa?"
Pemuda berambut ikal menunjuk pemuda bertopi dengan cluritnya lalu menyindir. "Apaan? Masa muka garang, tatoan, takut sama kuburan? Cemen lu!"
"Kalo sama orang aku nggak takut! Tapi, kalau urusan beginian, nyerah deh!" sahut pemuda bertopi dengan ekspresi ketakutan.
Pria berambut ikal berkaos hitam itu mengibaskan tangannya dengan mencibir. "Udah, tenang aja! Nggak ada yang namanya hantu atau demit! Di sini tempat yang paling pas buat nyari mangsa! Lagian, emang kamu ada ide tempat lain?"
"I-iya juga sih... kayaknya di sini pas deh tempatnya..."
"Makanya itu! Nurut aja sama aku. Lagian, duit udah abis nih. Malam ini kita harus dapat mangsa!"
"Iya, bini di rumah udah ngambek barang-barang kebutuhan udah pada habis!"
Tiba-tiba saja dari kejauhan terlihat sorot lampu dari sebuah motor menembus gelapnya jalanan. Kedua pemuda itu lantas mengintip dari balik pagar area pemakaman untuk memastikan. Mereka saling adu pandang lalu mengangguk serempak. Pemuda berambut ikal seketika langsung melompati pagar di susul pemuda bertopi.
"Ada motor! Cepet! Ambil bambu itu!" perintahnya kepada pria bertopi.
"Siap! Malam ini kita harus berhasil ngambil motor itu!"
Pria bertopi itu seketika mengambil sebuah bambu besar yang cukup panjang, lalu menunggu momen di mana motor itu mendekat ke arah mereka. Tak berselang lama, motor itu datang ke arah mereka dan pria berambut ikal seketika berteriak. "Lempar sekarang!"
Bruak!
Motor itu oleng sesaat setelah terkena lemparan bambu di bagian depan roda depan sebelum akhirnya roboh. Pengemudi itu seketika terjatuh dan berguling beberapa saat sebelum akhirnya ia berusaha bangkit dengan ekspresi wajah bercampur antara marah, kesal, penasaran dan juga kesakitan. Ia membuka helm dan ternyata itu adalah Lingga.
"Bangsat! Apa-apaan kalian berdua!" teriak Lingga seraya menghampiri dua pemuda itu. Kedua tangannya terkepal siap untuk melakukan perlawan.
Namun, pemuda berambut ikal seketika menodongkan clurit ke arah Lingga dan membuat pria itu terkejut lalu mundur beberapa langkah ke belakang.
"Apa? Mau ngelawan? Ayo coba kalau berani!" seru pemuda itu seraya mengancam dengan menyeringai.
"K-kalian mau ngapain?" tanya Lingga dengan suara terbata. Tubuhnya mulai bergetar ketakutan karena berhadapan dengan orang yang memegang senjata tajam.
"Pake nanya! Serahin semua yang lo bawa! Dompet, hape, semuanya! Cepet!"
"Nggak! Nggak bakalan aku serahin ke kalian!" sergah Lingga seraya melemparkan helm ke arah pemuda berclurit itu dan mengenai dadanya.
Duak!
Pemuda berambut ikal itu mengerang kesakitan lalu mengumpat. "Urgh! Bangsat! Ambil motornya! Cepet!" teriaknya kepada rekannya.
Pemuda bertopi itu seketika berlari menuju motor Lingga yang roboh, lalu dengan cepat ia meraih stangnya dan mendirikannya. Lingga berusaha berlari dan menahan pria bertopi itu.
"Heh! Bangsat! Aaaargh!"
Namun, saat Lingga hendak merebut kembali motornya dari tangan pria bertopi, tiba-tiba sabetan celurit bersarang di pundaknya. Jaketnya sobek dan menembus permukaan kulitnya. Darah segar mengucur dan merembes menembus kaos yang ia pakai. Rasa sakit tak terkira sekaligus perih Lingga rasakan, semakin lama tubuhnya semakin kedinginan dan lemas. Ia pun tumbang di atas jalanan beraspal yang dingin.
"Urgh... k-kurang ajar! B-bajingan!" gumam Lingga lirih. Tubuhnya semakin lemas dan kesadarannya semakin memudar.
"Ayo pergi! Aku udah dapat hape sama dompetnya!" seru pemuda berambut ikal kepada pemuda bertopi. Ia langsung melompat ke jok belakang motor Lingga yang sudah dinaiki pemuda bertopi.
"Haha! Malam ini panen besar!" sahut pemuda bertopi itu seraya menyalakan motor milik Lingga lalu bergegas pergi meninggalkan Lingga terkapar di jalanan.
"A-apa aku... akan mati?" batin Lingga saat kesadarannya hampir hilang.
Wush!
Tiba-tiba sebuah cahaya misterius berbentuk lingkaran muncul tepat di bawah tubuh Lingga. Lingkaran cahaya berwarna putih itu membentuk sebuah pola dengan huruf-huruf aneh yang berada di sekelilingnya, berputar perlahan. Tiba-tiba tubuh Lingga lenyap begitu saja beserta cahaya tersebut, seolah terhisap atau mungkin berpindah tempat. Entah ke mana.
"Argh!"
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 21 Episodes
Comments