Bos Muda

Bos Muda

01 Itulah Namaku

“Arsa…. Apa kau sudah gila? Kenapa kau datang ke gedung ini?”

Bekerja sebagai kurir, Arsa selalu berusaha untuk menghindar jika harus ada barang yang harus dijemput atau diantar ke gedung perusahaan tempat gadis yang baru saja bertanya dengan nada tinggi di depannya ini.

“Fitri, maaf! Tapi ini darurat, Bos memintaku secara langsung untuk mengantarkan paket ke tempat ini. Kebetelian, hanya ada aku yang tersedia.” Balas Arsa. Mencoba menjelaskan.

Fitri karlia. Adalah kekasih Arsa. Untuk sedikit menghemat biaya, sudah dua tahun terakhir ini mereka memutuskan tinggal bersama.

Selesai jam istrirahat tadi, Fitri secara tidak sengaja melihat pemuda ini dilobi. Sebelumnya, dia tidak begitu yakin karena seharusnya, Arsa tahu bahwa dia sudah melarang pemuda itu untuk menunjukan wajahnya di tempat dia bekerja.

Namun, Fitri benar-benar terkejut, karena setelah dia keluar dari pintu lift, dia melihat Arsa berdiri disana, lantai yang sama denganya, dimana lantai itu adalah tempatnya bekerja.

“Sudah aku katakan padamu, bukan?! Bagaimana jika teman-temanku melihatmu disini? Apalagi dengan pakaian seperti ini, kamu bisa membuatku malu!” Ucap Fitri, sambil menatap pemuda itu dari ujung kaki hingga ujung kepala.

mendengar itu, mata Arsa melebar. “Fitri, apa yang kamu katakan? Kenapa kamu harus malu? Lagipula, aku naik ke lantai ini menggunakan tangga darurat. Aku yakin tidak ada temanmu yang akan menyadari keberadaan—-“

“Fitri…. Apa ada masalah!”

Belum sempat Arsa menyelesaikan kata-katanya, tiba-tiba saja seseorang menyela pembicaraan mereka.

Sontak keduanya langsung menolehkan kepala, melihat seorang pria yang menggenakan jas berwarna biru gelap, dengan warna dasi yang lebih mencolok, berdiri tidak jauh dari posisi keduanya.

Dilihat dari pakaiannya saja, sudah bisa dipastikan bahwa pria ini bukanlah karyawan biasa. Arsa sempat melirik sebentar pada kekasihnya, terlihat melebarkan mata saat melihat kedatangan pria itu.

“Oh.. Tuan Gustav. Tidak! Tidak ada masalah!” Jawab Fitri cepat, lalu melirik pada Arsa seraya memberi tanda, seolah sedang menyuruh pemuda itu untuk pergi.

Tentu saja Arsa mengerti dan tidak ingin berdebat dengan Fitri tentang hal ini. Namun saat ia hendak melangkah pergi, pria itu sudah datang mendekat. Dia memperhatikan dengan seksama sebuah paket dengan logo yang cukup familiar baginya.

“Hei kau! Berikan paket itu padaku!” Pekik Gustav sambil menunjuk kearah paket.

“Maaf?” Ucap Arsa, seperti tidak mengerti apa yang sedang dikatakan pria itu padanya.

“Benda itu!” Tunjuk Gustav pada paket yang sedang di pegang oleh Arsa. “Berikan itu padaku.” Lanjutnya memerintah.

Arsa menunduk, melihat pada amplop yang cukup berat ditangannya, sebelum akhirnya kembali menatap pria tersebut.

“Maaf Tuan. Paket ini bukan untuk anda. Kami tidak boleh memberikan kiriman pada yang bukan pemiliknya.” Ucap Arsa dengan nada yang sangat sopan.

Fitri yang berdiri disana membelalakkan matanya. Berkata kemudian, “Arsa! Apa kamu benar-benar bodoh! Ini Tuan Gustav..” bentaknya, seolah dengan mengatakan nama itu, pemuda yang sama sekali tidak dia harapkan untuk berada disini tersebut, bisa langsung mengerti.

Arsa mengernyitkan keningnya, saat kembali melihat kearah Fitri, “Ya, kamu baru saja menyebut namanya, dan karena itu aku tahu jika paket ini bukan untuknya. Karena disini jelas tertulis nama seorang wanita.” Jawab Arsa saat itu juga.

“Jadi kalian sudah saling mengenal?” Tanya Gustav melihat keduanya saling menyebutkan nama.

“Ya, tentu saja! Dia—-“

“Kami hanya kenal di universitas. Dulu dia adalah juniorku.” Jawab Fitri cepat, memotong perkataan Arsa, terlihat senyum yang tampak di paksakan.

Melirik kearah Arsa, Fitri lalu berkata. “Arsa, bukankah tadi kamu bertanya padaku dimana ruangan nona Hils? Ruanganya ada dilantai dua, pergilah!”

Gustav yang melihat keanehan dari gelagat Fitri pun tersenyum miring. Tentu saja dia sudah mengerti apa yang terjadi, namun begitu. Dia tidak menunjukkannya.

Begitu juga dengan Arsa. Meski menyimpulkan hal itu dengan cara berbeda, namun saat ini hatinya sudah sedikit kesal, Arsa pun pergi begitu saja meninggalkan keduanya, naik keatas tentu saja dengan melewati tangga darurat.

“Tuan Gustav, kenapa anda ada disini?” Tanya Fitri, namun detik berikutnya dia sadar jika pertanyaannya itu, sudah diajukan pada orang yang salah.

“Ooo, maksudku, tentu saja anda boleh dimana saja, aku hanya—“

“Fitri, aku memang turun kelantai ini untuk menemuimu.” Sela Gustav.

“Menemuiku?” Ulang Fitri dengan heran.

Gustav mengangguk, lalu berkata. “Nanti malam aku harus menemui beberapa investor. Tapi, aku tidak begitu nyaman berada disekitar orang-orang tua membosankan itu. Jadi aku kesini untuk memintamu menemaniku, apa kamu punya waktu?”

***

Beberapa saat kemudian, Arsa sudah berada di depan sebuah pintu ruangan. Karena di kertas yang tertempel di paket yang ada ditangannya, tertulis bahwa ini adalah paket pribadi, jadi dia sendiri yang harus memastikan agar diterima langsung oleh si pemilik, tanpa boleh menitipkan amplop besar itu pada orang lain.

“Permisi!” Ucap Arsa. Begitu asisten yang ada di depan ruangan itu membukakan pintu, dan mempersilahkan untuk masuk.

“Oh… sialan..!”

Arsa tersentak, terkejut dengan suara seorang wanita yang langsung mengumpat marah-marah tanpa tahu kenapa. Namun dia tidak melihatnya berada disebelah mana.

“Ada apa dengan layar komputer sialan ini?” Hardi seorang wanita cantik, dengan rambut sebahu berwarna kemerahan.

“Kamu…! Siapa kamu!” Tanya wanita itu heran saat bangkit dari duduknya dan melihat kehadiran Arsa berada diruangannya.

Arsa sempat tertegun sejenak, sebelum akhirnya mengangkat sedikit benda yang dia bawa dan berkata. “Aku Arsa, kurir dari Ninja Express, apa anda nona Saly Hils?”

“Ya, itu aku!”

Arsa mengangguk dan mendekat, menjulurkan tangan seraya berkata, “ ini paket untukmu, nona Hils,”

Saly memperhatikan amplop besar yang ada di mejanya itu, lalu kembali menatap kearah Arsa yang masih berdiri mematung.

“Nona, tolong tanda tangani disini.” Ucap Arsa, sambil menyodorkan sebuah kertas tanda terima di atas amplop tersebut.

“Terimakasih!” Arsa mengambil kembali kertas itu. Setelah Saly memberikan tanda tangannya.

Saat Arsa berbalik dan berjalan menuju pintu, langkahnya terhenti karena mendengar suara Saly memanggilnya. “Hei, apa kamu bisa membantuku?”

Arsa membalikan tubuhnya dan bertanya, “Apa Nona ingin mengirim sesuatu?”

Saly dengan cepat menggelengkan kepalanya, menunjuk satu diantara tiga monitor diatas meja kerjanya.

“Satu monitorku mati! Memanggil teknisi akan sangat membutuhkan waktu, apa kamu mengerti sesuatu tentang jaringan?” Tanya Saly tetap menatap kearah Arsa.

Arsa sempat berpikir sejenak sebelum akhirnya mengangguk. “Bolehkah aku melihatnya terlebih dahulu?”

Saly mundur selangkah sambil menunjukan layar monitor dan berkata, “Ya, tentu saja, lihatlah.”

Arsa mengangguk lalu melangkah memutari meja yang di penuhi oleh tumpukan berkas. Beberapa saat lamanya, dia memperhatikan layar monitor yang mati, sebelum akhirnya dia memeriksa sesuatu di belakang meja.

Arsa tersenyum saat langsung menemukan apa penyebab benda tipis itu tidak mau menyala, dia lalu kembali bangkit sambil menari kabel yang dia temukan.

“Nona Saly, sepertinya saat anda menaruh berkas-berkas ini disini, secara tidak sengaja anda telah membuat kabel ini terlepas.” Mengatakan itu, Arsa langsung memasang kembali.

Dirasa semua sudah selesai, Arsa kembali mundur sambil menatap pada tiga monitor yang ada diatas meja kerja wanita yang bernama Saly.

“Wow.. sudah menyala! Kau hebat.” Puji Saly kegirangan.

Tidak ada tanggapan apa pun dari Arsa. Saat ini dirinya sedang fokus menatap pda tiga layar yang ada di depanya dengan mata yang tidak berkedip sedikit pun.

Saly mengernyitkan keningnya, dia melihat bagaimana mata pemuda di depannya itu menatap tiga layar secara bergantian.

“Hei! Apa kamu mengerti sesuatu tentang saham?” Tanya Saly penasaran.

Tidak langsung menjawab apa yang di tanyakan oleh Saly, namun Arsa malah mendekatkan wajahnya pada salah satu layar monitor yang sedang menampilkan deretan grafik.

“Nona Saly, jika ini milikmu, maka jual sekarang! Ini akan mengalami Halting atau lebih para, dalam waktu dekat.” Ucap Arsa tiba-tiba sambil menujuk satu tabel yang ada dalam monitor.

“Apa?” Saly terkejut dengan apa yang dikatakan Arsa.

Arsa mengangguk, san kembali berkata. “Ini akan mengalami Halting atau bisa saja suspend, dana yang kamu miliki disana akan tertahan atau kemungkinan hilang!” Tegas Arsa dengan suara datar.

Tidak langsung percaya begitu saja, Saly bertumpu dengan satu tangan dimeja, lalu menyilangkan kakinya. Sedangkan satu tangan lainnya menunjuk layar pada tabel di layar yang sama.

Sambil tersenyum meremehkan dia bertanya. “Anak muda, apa kamu baru saja menyuruhku menjual saham yang sedang naik?”

“Arsa! Hmmmm… apa kau pikir, kau adalah Arhan Pratama, hah?” Pekik Saly memanggil nama Arsa saat melihat nametag yang menggantung di leher Arsa.

Tidak memperdulikan sikap Saly yang terlihat meremehkannya, Arsa mengangguk dan berkata, “Ya, itu memang namaku, tapi ini terlihat seperti bukan masalah, padahal masalahnya sangat besar. Aku hanya menyarankan, lepas semua lot yang kau miliki disana secepatnya.”

“Hahaha!” Saly tertawa, karena pemuda di depannya ini berani mengaku sebagai idolanya. “Lalu, Tuan Pratama kenapa itu jadi masalah?”

“Seperti yang aku bilang tadi, harganya naik, bukan? Tapi ini baik secara tidak wajar.” Jawab Arsa dengan jawaban yang tenang.

Mendengarnya, tawa Saly langsung menghilang begitu saja. Dengan cepat kembali menoleh pada tabel, memperhatikan pada candle stick yang terus meningkat dengan kecepatan yang tidak biasa.

“Benarkah?”

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!