Arshaka Sadewa dan Aksara Sagara adalah Bopo Kembar Desa Banyu Alas. Putra dari Bopo sebelumnya, yaitu Abimanyu.
Keberadaan Bopo Kembar, tentu menghadirkan warna tersendiri untuk Desa Banyu Alas. Dua pria yang mewarisi sifat Romo dan Ibunnya, membuat warga desa sangat menyayangi dan menghormati keduanya.
Bagaimanakah kehidupan Bopo Kembar ini?
Apakah mereka benar - benar bisa di andalkan untuk menjaga Desa Banyu Alas?
Jangan lupa untuk membaca Novel Cinta Ugal - Ugalan Mas Kades terlebih dahulu, agar bisa memahami jalan ceritanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fernanda Syafira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
9. Harimau Penjaga
"Astaghfirullah!" Rio menginjak pedal remnya mendadak, hingga semua penumpang mobil terhuyung kedepan.
Suasana di dalam mobil yang tadinya ceria dan penuh canda tawa, tiba - tiba berubah menjadi sunyi dan tegang.
Dua ekor Harimau besar berdiri tak jauh dari mereka. Harimau yang tingginya hampir sama dengan mobil yang mereka tumpangi, berdiri seolah sedang menghalangi jalan mereka untuk masuk ke Desa.
Jantung para penumpang pun berdegub kencang. Tatapan tajam netra Harimau yang menyala karna tersorot lampu, membuat suasana semakin mencekam. Tak ada yang berani bersuara, hanya suara rintik hujan dan sweeper kaca mobil yang terdengar.
Dengan tangan bergetar, Rio meraih ponsel yang ada di kantungnya. Dengan cepat, ia mencari kontak ponsel Aksara dan mendialnya.
"Assalamualaikum." Ucapnya dengan suara bergetar sambil memperhatikan gerak - gerik Harimau yang masih di tempatnya.
"Waalaikumsalam." Jawab Aksara.
"Ada apa, Kang?" Tanya Aksa kemudian.
"Iku, enek seng nyegat dalan. Aku ra wani lewat to. (Itu, ada yang menghalangi jalan. Aku gak berani lewat to.)" Jawab Rio dengan suara terdengar gugup.
"Sopo? Tabrak wae, wes. (Siapa? Tabrak saja, sudah.)" Gurau Aksara yang berusaha mencairkan suasana sambil melepas seatbelt yang ia pakai.
"Ngawur kowe ki, Sa! (Ngawur kamu ini, Sa!)" Jawab Rio yang membuat Aksa tertawa.
"Lha menungso opo memedi seng nyegati ki, kok sampean ngasi ra wani? (Lha manusia apa hantu yang menghalangi nih? Kok kamu sampai gak berani?)" Tanya Aksara dengan sisa tawanya.
"Macan, Sa! Enek loro, meneh. (Harimau, Sa! Ada dua, lagi.)" Jawab Rio.
"Owalah, yasudah kalo gitu." Ujar Aksa yang kemudian menghentikan panggilan telfon dari pria yang lebih tua tiga tahun darinya.
"Pantas saja Romo nyuruh aku ikut nyusul. Apa Romo sudah punya firasat, ya?" Batin Aksara.
"Tunggu di sini. Jangan ada yang keluar. Tolong di kunci semua pintu mobil dan jangan turunkan jendela sampai saya balik lagi." Pesan Aksara pada penumpang yang ia bawa.
Walaupun tak mengerti alasan Aksara memerintahkan seperti itu, namun Mahasiswa yang ada di mobil Aksa menurut saja dengan apa yang di perintahkan oleh Aksa.
Mereka baru mengerti kala memperhatikan sosok dua Harimau yang berdiri tegak di tengah jalan. Seketika, mereka yang berada di dalam mobil pun menjadi heboh.
"Wah, jangan gila, Mas. Ada Harimau kok malah mau turun." Mahasiswa yang duduk di sebelahnya memegangi tangan Aksa.
"Tenang aja, sudah biasa. Yang penting kalian nurut aja sama yang saya katakan untuk jaga - jaga." Ujar Aksa.
Setelah itu Aksa mengenakan topi yang tadi ia bawa. Tanpa ragu, ia turun dari mobil dan melangkah di tengah hujan gerimis yang sedikit rapat. Aksa mengetuk kaca mobil yang dibawa Rio dan memberikannya kode untuk tetap tenang.
"Eh lho! Itu anaknya Pak Kades mau ngapain? Kok gak di tahan, Pak?" Suara Mahasiswa yang ada di dalam mobil terdengar panik.
"Gak apa - apa, dia sudah biasa. Tolong tenang, ya." Pinta Rio.
Perlahan, mereka pun mulai tenang walaupun jantung mereka berdisko ria karena ulah anak Pak Kades yang menantang maut. Mereka mengamati setiap gerak - gerik Aksa yang kini berdiri berhadap - hadapan dengan dua ekor Harimau.
Aksara yang berdiri dengan berkacak pinggang, tersenyum melihat dua ekor Harimau yang ada di hadapannya. Ia kemudian merapalkan bacaan yang sudah di ajarkan Romo dan Akungnya sejak ia kecil.
Tiba - tiba, dua Harimau itu mengaum keras. Hingga membuat semua orang ketakutan. Harimau - Harimau itu kemudian malah duduk santai ketika melihat Aksa berdiri di depannya.
"Ngopo kok moro - moro nyegati? Kangen ro aku? (Kenapa kok tiba - tiba menghalangi? Rindu sama aku?)" Ujar Aksara yang seolah bisa berinteraksi dengan dua Harimau di depannya.
"Kok malah nyantai ki, piye to? Aku meh mulih lho iki. Kene nak kangen! (Kok malah bersantai ni, gimana sih? Aku mau pulang lho ini. Sini kalau rindu!)" Gelak Aksa sambil merentangkan tangannya hendak memeluk.
Aksa kemudian menghampiri dua Harimau yang sedang bersantai itu dan mengusap - usap kepala dua Harimau itu. Kedua Harimau itu terlihat jinak saat Aksa mengusap - usap kepala mereka.
Tingkah Aksa itu tentu saja membuat para Mahasiswa yang melihat kejadian itu tercengang. Mereka hampir tak berkedip melihat Aksa yang sedang 'atraksi' dengan dua ekor Harimau.
"Jangan kaget dan jangan gak percaya dengan apa yang kalian lihat. Begitulah kelebihan yang dimiliki sosok Bopo Desa Banyu Alas." Ucap Rio sambil tersenyum. Ia lalu menjelaskan tentang Bopo Desa Banyu Alas pada Mahasiswa yang ada di mobil.
"Ngopo? Enek sing ra oleh melebu Deso? Opo enek cah sing nggowo 'cekelan' ra apik? (Kenapa? Ada yang gak boleh masuk Desa? Apa ada anak yang bawa 'pegangan' gak bagus?)" Tanya Aksara.
Aksara terdiam, tiba - tiba di benaknya muncul sebuah gambaran. Hanya sekejap, namun sangat jelas.
"Astaghfirullah!" Aksara beristigfar, masih bingung dengan apa yang terjadi barusan.
Aksara terdiam cukup lama, berusaha mencerna kejadian yang baru saja ia alami. Jika bertemu Belang, bukan baru kali ini ia bertemu. Namun, gambaran yang tiba - tiba muncul, tentu baru kali ini ia alami.
"Wes, saiki aku weruh! Yowes, gek muliho kono neng jero alas. Aku yo meh mulih. (Sudah, sekarang aku sudah tau! Yasudah, cepat pulang sana ke dalam hutan. Aku juga mau pulang.)" Ujar Aksa sambil menepuk - nepuk punggung dua Harimau itu.
Kedua Harimau itu kemudian berdiri dan berjalan perlahan masuk kembali ke dalam hutan yang nampak gelap karena kabut.
Setelahnya Aksa mencari sosok orang yang tadi terlintas di benaknya. Ia mengetuk jendela mobil yang di kendarai Rio. Rio pun menurunkan kaca mobilnya.
"Piye, Sa? (Gimana, Sa?)" Tanya Rio.
"Ra popo, Kang. Aku mung ape ngomong karo Mase kae sing nggo kelambi biru. Mas, melu aku sik dilit, Mas. (Gak apa - apa, Kang. Aku cuma mau bicara sama Masnya itu yang pakai baju biru. Mas, ikut aku dulu sebentar, Mas." Pinta Aksa.
Pria yang di maksud pun mengangguk dan turun dari mobil. Aksa membawa pria itu sedikit menjauh dari mobil.
"Mase nggowo opo? (Manya bawa apa?)" Tanya Aksa.
"Bawa apa ya, maksudnya, Mas?" Pria itu justru balik bertanya dengan wajah bingung.
"Masnya bawa pegangan masuk ke Desa? Atau ada yang ngasih Masnya sesuatu?" Tanya Aksa. Pria itu tampak berpikir dan mengingat - ingat sesuatu.
"Oh, jangan - jangan ini, Mas." Ujar pria itu sambil membuka tas kecil yang ia bawa. Ia kemudian mengambil sebuah bungkusan berwarna putih dari sana.
"Ini saya gak tau apa isinya, Mas. Tapi ini di kasih sama Kakek saya buat jaga - jaga katanya." Jawab si pria dengan jujur.
"Saya bawa dulu ya, Mas. Nanti kalau Masnya sudah selesai KKN, di kembalikan lagi. Mas gak usah khawatir, saya jamin Desa kami aman. Jadi gak perlu bawa pegangan." Ujar Aksa.
"Iya, Mas." Jawab si pria yang kemudian menyerahkan bungkusan sebesar jari jempol itu pada Aksa.
"Ayo kita lanjutkan jalan lagi. Sudah mau surup." Ajak Aksa.
"Wes, Kang, lanjut meneh. Meh surup iki. (Sudah, Kang, lanjut lagi. Sudah hampir surup ini.)" Titah Aksa pada Rio.
"Oke, Sa." Jawab Rio sambil mengacungkan jempolnya.
Mereka pun kembali melanjutkan perjalanan hingga tiba di Desa dengan selamat tanpa ada kendala lain lagi.
ibaratmya berjodoh tp kita jg butuh perjuangan dan usaha tuk mndapatkannya
langkah yg tepat arsha👍👍👍👍
kawal sampai halal pokonya mah 😍