NovelToon NovelToon
Ku Yakin Bahagia Datang

Ku Yakin Bahagia Datang

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Berondong / Pernikahan Kilat / Percintaan Konglomerat / Keluarga / Cinta Murni
Popularitas:2.9k
Nilai: 5
Nama Author: Serena Muna

Gendhis Az-Zahra Bimantoro harus menerima takdir kematian ayahnya, Haris Bimantoro dalam sebuah kecelakaan tragis namun ternyata itu adalah awal penderitaan dalam hidupnya karena neraka yang diciptakan oleh Khalisa Azilia dan Marina Markova. Sampai satu hari ada pria Brazil yang datang untuk melamarnya menjadi istri namun tentu jalan terjal harus Gendhis lalui untuk meraih bahagianya kembali. Bagaimana akhir kisahnya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Serena Muna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Trauma Hebat

"Mas, tolong jangan seperti ini. Saya mohon," kata Gendhis, dengan nada yang memohon.

Prasojo tidak menghiraukan permohonan Gendhis. Ia terus saja mencoba untuk mendekatinya.

"Kamu tidak perlu takut. Aku tidak akan menyakitimu," kata Prasojo, sambil mencoba untuk mencium Gendhis.

Gendhis dengan sekuat tenaga mendorong Prasojo hingga ia terjatuh ke lantai. Gendhis kemudian berlari keluar dari dapur dengan perasaan yang sangat ketakutan.

****

Stefanny naik pitam, matanya melotot tajam menatap Gendhis. Ia tidak terima suaminya, Prasojo, yang notabene adalah pria hidung belang itu, mengatakan bahwa Gendhis mencoba menggodanya. Apalagi Prasojo pandai sekali berakting seolah-olah Gendhis yang menggodanya, bukan dia yang mencoba mendekati gadis itu.

"Gendhis! Berani-beraninya kamu mencoba menggoda suami saya!" teriak Stefanny, dengan suara yang penuh amarah.

Gendhis yang sedang membersihkan meja makan terkejut mendengar teriakan Stefanny. Ia tidak mengerti mengapa kakak iparnya itu menuduhnya yang bukan-bukan.

"Saya tidak pernah menggoda Mas Prasojo, Kak," jawab Gendhis, dengan nada yang gugup.

"Jangan berbohong! Saya melihat sendiri bagaimana kamu mendekati suami saya!" bantah Stefanny, dengan nada yang semakin tinggi.

Gendhis menggelengkan kepalanya. Ia tidak tahu harus berkata apa lagi. Ia merasa sangat ketakutan dan tidak berdaya menghadapi kemarahan Stefanny.

"Saya tidak tahu apa yang Kakak lihat dan dengar, tapi saya tidak pernah melakukan hal itu," kata Gendhis, dengan suara yang bergetar.

Stefanny tidak mau mendengarkan penjelasan Gendhis. Ia sudah dibutakan oleh rasa cemburu dan prasangka buruk terhadap gadis itu.

"Kamu ini memang perempuan murahan! Pantas saja Mas Prasojo tertarik padamu!" hina Stefanny dengan nada yang merendahkan.

Gendhis hanya bisa menangis dan menahan rasa sakit hatinya. Ia merasa sangat terhina dan dipermalukan oleh perkataan Stefanny.

"Saya tidak pantas mendapatkan semua ini," gumam Gendhis, dalam hatinya.

Sementara itu, Marina dan Khalisa yang mendengar keributan di ruang makan segera datang menghampiri mereka. Mereka berdua langsung ikut campur dan memarahi Gendhis.

"Gendhis, kamu ini memang benar-benar tidak tahu diri! Sudah berani menggoda suami orang!" kata Marina, dengan nada yang kasar.

"Kamu harus mendapatkan pelajaran atas perbuatanmu ini!" timpal Khalisa, dengan nada yang tidak kalah sinis.

Marina dan Khalisa kemudian melempar barang-barang yang ada di meja makan ke lantai. Suara pecahan piring dan gelas menggema di seluruh rumah. Gendhis semakin ketakutan dan menangis histeris.

****

"Kak, Tante, tolong maafkan saya. Saya tidak bersalah," kata Gendhis, dengan nada yang memohon.

Namun, Marina dan Khalisa tidak menghiraukan permohonan Gendhis. Mereka terus saja memarahinya dan menyiksanya.

"Kamu memang pantas mendapatkan semua ini! Kamu sudah membuat hidup kami susah!" kata Marina.

"Kamu harus belajar untuk menghormati orang yang lebih tua darimu!" timpal Khalisa.

Gendhis hanya bisa pasrah dan menerima semua perlakuan kasar dari keluarga Khalisa. Ia sudah tidak berdaya untuk melawan mereka. Ia hanya bisa berdoa dan berharap, suatu hari nanti, keadilan akan datang kepadanya.

****

Renan akhirnya siuman. Perlahan-lahan ia membuka matanya, dan hal pertama yang dilihatnya adalah wajah kedua orang tuanya yang tampak khawatir. Renan merasa seperti mimpi. Ia tidak percaya bahwa Pedro dan Suzanna ada di sana, di Indonesia, menunggunya sadar.

"Papa? Mama?" panggil Renan, dengan suara yang masih lemah.

Pedro dan Suzanna yang sedari tadi tidak pernah berhenti berdoa dan menunggu di sisi Renan, langsung tersadar. Mereka berdua langsung menghambur memeluk putra mereka yang akhirnya sadar setelah koma beberapa hari.

"Renan! Anakku! Kamu sudah sadar!" seru Suzanna, dengan air mata yang sudah tidak bisa dibendung lagi.

Pedro mengusap rambut Renan dengan lembut. "Syukurlah kamu sudah sadar, Nak. Kami sangat mengkhawatirkanmu," ucap Pedro, dengan nada yang penuh kelegaan.

Renan masih belum bisa mempercayai apa yang dilihatnya. Ia tahu betul kalau kedua orang tuanya itu berada di Brazil, dan tidak mungkin bisa secepat ini berada di Indonesia.

"Bagaimana bisa Papa dan Mama ada di sini? Bukankah kalian ada di Brazil?" tanya Renan, dengan nada yang bingung.

"Kami langsung terbang ke Indonesia setelah mendengar kabar tentangmu, Nak. Kami sangat khawatir," jawab Suzanna, sambil mengusap air matanya.

"Kabar tentangku?" tanya Renan, dengan nada yang semakin bingung.

"Iya, Nak. Kami mendengar kamu menjadi korban percobaan pembunuhan," kata Pedro, dengan nada yang marah.

Renan terkejut mendengar perkataan ayahnya. Ia tidak menyangka bahwa kejadian yang menimpanya akan sampai ke telinga orang tuanya.

"Siapa yang melakukan ini padamu, Nak?" tanya Suzanna, dengan nada yang khawatir.

Renan menggelengkan kepalanya. Ia tidak tahu siapa yang mencoba membunuhnya. Ia hanya ingat saat ia diserang oleh seorang pria misterius di sebuah gang sepi.

"Aku tidak tahu, Ma. Aku tidak ingat apa-apa," jawab Renan, dengan nada yang lemah.

Pedro dan Suzanna saling berpandangan. Mereka berdua merasa sangat marah dan tidak terima dengan apa yang terjadi pada putra mereka.

"Kami tidak akan membiarkan orang yang sudah menyakitimu lolos begitu saja. Kami akan mencari tahu siapa yang bertanggung jawab atas kejadian ini," kata Pedro, dengan nada yang penuh amarah.

Suzanna mengangguk setuju. "Kami akan melakukan apapun untuk keadilanmu, Nak," kata Suzanna.

Renan hanya bisa terdiam. Ia merasa sangat bersyukur memiliki orang tua yang sangat menyayanginya. Ia berjanji akan segera pulih dan mencari tahu siapa yang telah mencoba membunuhnya.

****

Suatu sore, ketika rumah itu sepi, hanya ada Gendhis dan Prasojo, pria itu kembali menunjukkan niat buruknya. Prasojo menghampiri Gendhis yang sedang membaca buku di ruang tamu. Ia duduk di samping Gendhis dan mulai mendekatinya.

"Gendhis, kamu sedang apa?" tanya Prasojo, dengan suara yang dibuat-buat ramah.

Gendhis sedikit terkejut dan menutup bukunya. Ia merasa tidak nyaman dengan kehadiran Prasojo yang tiba-tiba.

"Saya sedang membaca buku, Mas," jawab Gendhis, dengan nada yang gugup.

Prasojo tersenyum dan semakin mendekat ke arah Gendhis. Ia mencoba untuk merangkul gadis itu, namun Gendhis dengan cepat menghindar.

"Mas, tolong jangan seperti ini," kata Gendhis, dengan nada yang ketakutan.

Prasojo tidak menghiraukan perkataan Gendhis. Ia terus saja mencoba untuk mendekatinya.

"Kamu tidak perlu takut, Gendhis. Aku tidak akan menyakitimu," kata Prasojo, dengan suara yang lembut.

Gendhis semakin ketakutan. Ia tahu, Prasojo memiliki niat yang tidak baik terhadapnya. Ia teringat akan teriakan Marina dan Khalisa yang selalu membuatnya trauma. Ia juga teringat akan suara pecahan piring yang selalu membuatnya takut.

"Mas, tolong jangan ganggu saya," kata Gendhis, dengan suara yang bergetar.

Prasojo tidak mendengarkan permohonan Gendhis. Ia terus saja mencoba untuk mendekatinya. Gendhis yang sudah sangat ketakutan, akhirnya berlari menjauh dari Prasojo.

"Mas, tolong jangan seperti ini!" teriak Gendhis, dengan nada yang histeris.

Prasojo mengejar Gendhis dan berhasil menangkapnya. Ia memeluk Gendhis dengan erat dan mencoba untuk menciumnya. Gendhis meronta dan menangis. Ia merasa sangat ketakutan dan tidak berdaya.

"Mas, tolong lepaskan saya! Saya mohon!" teriak Gendhis, dengan nada yang putus asa.

Prasojo tidak menghiraukan teriakan Gendhis. Ia terus saja mencoba untuk menciumnya. Gendhis yang sudah sangat ketakutan, akhirnya pingsan.

Prasojo yang melihat Gendhis pingsan, langsung panik. Ia melepaskan pelukannya dan mencoba untuk membangunkan Gendhis.

"Gendhis, bangun! Gendhis!" panggil Prasojo, dengan nada yang khawatir.

1
Mika Su
sangat relate sskali
Serena Muna: terima kasih kakka
total 1 replies
Mika Su
sangat menarik sekali
Mika Su
aku kok gedeg ya liat tokohnya
Nikma: Permisi kakak Author ...

Halo kak Reader, kalau berkenan mampir juga di novel aku 'Kesayangan Tuan Sempurna' yaa..
Terima kasih😊🙏
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!