Dua pasangan sedang duduk di ruang tamu, dihadapan mereka terdapat handphone dan foto yang menjadi saksi dari linunya hati seorang istri.
"Kamu tega mas, kita udah hampir 15 tahun bersama dari sekolah sampai sekarang, apa aku sama sekali tidak ada artinya untuk kamu mas?." Kata Rani sambil terus menangis.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon siwriterrajin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
12
Kasih bergegas datang mendengar teriakan Rani yang begitu histeris.
Ketika masuk ke ruangan Kasih melihat Rani yang sedang memeluk Reno yang terbaring lemas.
"Ayah jangan tinggalin Rani."
"Rani nggak bisa tanpa ayah."
"Ayah bangun Rani mohon.' Kata Rani sambil mengguncang guncangkan tubuh Reno.
Kasih yang melihat putrinya histeris berdiri mematung dalam benaknya kasih sudah tapi apa yang terjadi pada suaminya.
Kasih yang berdiri di depan pintu seketika terjatuh.
Rani yang melihat ibunya tergeletak lemas segera berlari dan segera mendudukkan ibunya di sofa.
Rani bergegas berlari ke meja resepsionis memanggil dokter, berharap masih ada harapan untuk ayahnya.
"Suster tolong, tolong ayah saya." Kata Rani pada suster di depannya.
"Panggil dokter cepat." Kata suster pada salah satu temannya.
Rani kembali keruang rawat ayahnya dengan dibanjiri air mata, di bergegas membangunkan ibunya yang tampak lemas sembari menangis.
"Bunda, gapapa kok dokter lagi mengecek kondisi ayah." Kata Rani sambil memeluk tubuh ibunya.
"Ayah kamu gimana Ran? Gimana ini bisa hidup tanpa ayah Rani?." Kata kasih sambil menangis di pelukan putrinya.
Rani tak mampu menjawab ocehan ibunya, Rani hanya dapat menangis tanpa mengeluarkan suara.
Terdengar suara langkah kaki mendekat ke arah Rani. Aditya dan ayahnya segera mendekat ke arah Rani.
Sontak Rani berdiri dari duduknya dan menghampiri Aditya, dengan cepat Aditya memeluk Rani yang ada di depannya.
Aditya tidak mengatakan sepatah katapun, dia hanya memeluk Rani sembari menepuk-nepuk punggung istrinya itu.
Dengan cepat dokter keluar dari ruangan Reno.
"Maaf bapak/ibu wali dari bapak Reno, bapak Reno udah berpulang." Kata Dokter sambil menundukkan kepalanya.
Ucapan dokter membuat Rani menangis kencang, Rani yang sedari tadi tampak menenangkan ibunya kini tumbang mendengar berita tersebut langsung dari mulut dokter.
Rani ambruk di depan Aditya, Aditya langsung membopong Rani ke ruang IGD.
...----------------...
Setelah sekitar 15 menit pingsan, Rani akhirnya terbangun dan melihat suaminya berada di sampingnya.
Rani mengerjakan matanya beberapa kali lalu memanggil suaminya yang tampak menundukkan kepala sambil menggenggam tangan Rani.
"Mas." Panggil Rani.
"Sayang kamu sudah sadar." Kata Aditya pada Rani sambil mengelus kepala Rani.
"Ayah gimana?." Kata Rani memastikan bahwa yang dialaminya bukan mimpi.
"Ayah sudah pergi sayang." Kata Aditya menjelaskan dengan lembut.
Rani yang mendengar perkataan suaminya sontak kembali menangis.
Aditya hanya bisa terus menenangkan istrinya.
"Ran." Kata Aditya tanpa mendapat jawaban dari Rani.
"Sayang, dengerin mas." Kata Aditya sambil melepas pelukan Rani padanya.
"Dengerin aku, kamu harus kuat, kalau kamu kayak gini siapa yang mau mengurus ibu." Kata Aditya menguatkan Rani.
"Ibu pasti jauh lebih syok Ran, dia kehilangan suaminya, belahan jiwanya."
"Yang bisa kamu lakukan sekarang cuman mendoakan ayah, urus pemakaman ayah dengan baik, dan pastinya mengurus ibu sebagai orang tua kamu satu-satunya." Kata Aditya.
Rani yang mendengar perkataan Aditya langsung tersadar bahwa tak ada tempat lain selain dirinya untuk ibunya yang baru kehilangan Reno suaminya.
"Ayo mas kita ke Ayah." Kata Rani sambil bangkit dari ranjang rumah sakit.
Aditya yang melihat semangat mulai tumbuh dalam diri istrinya segera bangkit dari duduknya dan menyusul istrinya yang sudah berjalan lebih dulu.
Rani mendatangi ibunya yang sedang berada di lobi lalu duduk di samping ibunya yang tampak menunduk dengan pikiran kosong.
"Bunda." Kata ranis ambil mengelus lembut tangan ibunya.
"Ayo kita siapkan pemakaman ayah." Kata Rani sambil mengusap air matanya.
Perkataan Rani di balas anggukan oleh Kasih yang berada di depannya.
...----------------...
Keesokan harinya Rani sudah siap untuk pemakaman ayahnya, Rani sedang berada di rumah duka menunggu para pelayat datang.
Vania putri Rani, dititipkan pada salah satu saudara karena rasanya tidak baik jika Vania diikutkan dalam pemakaman apalagi dirinya masih sangat kecil.
Rani dan Kasih mulai menyapa para pelayat yang datang, dikarenakan Reno ayah Rani adalah seorang yang lumayan terkenal dalam bidangnya dia memiliki banyak kenalan.
Rani sangat bersyukur karena banyak yang mengingat ayahnya dan menyempatkan diri di tengah kesibukan untuk melayat ayahnya.
Hingga tiba teman-teman SMA Rani,mereka adalah Siska dan Daniel.
"Rania ku turut berduka cita ya." Kata Siska sambil memeluk tubuh kecil Rani.
"Semoga om Reno di tempatkan di tempat yang paling baik ya Ran." Kata Daniel menjabat tangan Rani.
"Terima kasih kalian sudah datang kesini." Kata Rani ambil menundukkan tubuhnya.
Siska dan Daniel segera memberi hormat pada almarhum dan duduk di tempat yang telah disediakan.
"Ran maaf kami tidak menjenguk selma almarhum om Reno ada di rumah sakit ya." Kata Siska pada Rani yang duduk di depannya.
"Iya." Kata Ra ambil mengusap air matanya.
"Kami tahu kamu sangat terguncang Ran, tapi kamu harus kuat karena masih banyak yang butuh kamu yang selalu ceria; Vania, Tante Kasih mereka butuh kamu." Kata Daniel menenangkan Rani yang tampak menangis.
"Iya terima kasih Ka, el." Kata Rani.
"Aditya ada dimana Rani?." Kata Siska pada Rani.
Daniel yang mendengar pertanyaan Siska pada Rani langsung memandang wajah Siska dengan tatapan heran kenapa ada orang yang tak punya malau seperti Siska?.
Daniel masuk bersama Siska ke ruang duka bukan karena kemauannya dia berpapasan dengan Siska di depan rumah duka dan tiba tiba Siska menyapanya.
"Mas Aditya sepertinya ada di luar, sebentar aku panggilkan." Kata Rani sambil berdiri dari duduknya.
Rani bergegas keluar dari aula duka dan mencari Aditya keluar.
"Lo sama Aditya sudah janji sama gue, Lo bakal ninggalin Aditya dan Aditya kembali ke Rani, gue sudah diam, nutupin ini dari Rani." Kata Daniel tampak berbisik dikarenakan di ruangan tersebut terdapat lumayan banyak orang.
"Buruh proses!, ya kali gue bisa lupain Aditya secepat itu, Aditya itu sempurna untuk jadi seorang suami, siapa yang nggak mau punya suami kayak Aditya, gue juga mau kali."Kata Siska dengan anda mulai meninggi.
"Daniel mending lo nggak usah ikut campur deh, gue akan mundur kalau udah waktunya kok, atau lo mau cari keributan di tengah suasana duka ini." Kata Siska sambil berdiri dan membuat semua orang heran.
Daniel yang menyadari semua orang melihat ke arah mereka lalu menarik tangan Siska untuk segera duduk.
"Lo gila?." kata Daniel kesal.
...----------------...
Sementara itu Rani yang sudah keluar dari aula duka tampak mencari-cari dimana Aditya.
Rani menengok ke arah lorong dan melihat diujung lorong Aditya sedang berbicara dengan seorang wanita yang usianya lebih tua sekitar seumuran dengan Kasih ibu Rani.
"Mas Aditya lagi bicara sama siapa?." Kata Rani bicara sendiri sambil melihat ke arah mereka.
Rani merasa Aditya sangat emosional saat itu, Rani tak pernah melihat ekspresi Aditya seperti itu selama dia bersama dengan Aditya.
"Mas Aditya kenapa?." Kata Rani sambil berjalan mendekat.
"Lo mau mereka semua tahu? Tahu perbuatan kotor Lo?." Kata Aditya sambil menunjuk ke aula duka yang ditempati Reno ayah Rani.
Wanita di depan Aditya tampak menangis berlinang air mata.
"Mas Aditya kenapa dia bentak ibu itu?." Kata Rani pada dirinya sendiri.
Karena dari yang Rani tahu seorang Aditya tak akan mampu membentak seseorang yang lebih tua darinya.
"Maafkan saya, saya khilaf, saya mencintai dia." Kata wanita itu sambil terus menangis.
Aditya dengan ekspresi kesalnya menyeret wanita itu keluar dari rumah duka, Rani yang melihat itu tak bisa melakukan apa-apa dikarenakan di dalam aula duka masih banyak tamu yang belum di sapa oleh Rani.
bersambung...