Bagaimana rasanya satu sekolah dengan pembunuh berantai? Ketakutan? Tentu nya perasaan itu yang selalu menghantui Shavinna Baron Maldives. Anak perempuan satu-satu nya dari keluarga mafia terkenal. Mungkin ini akan terdengar cukup aneh. Bagaimana bisa anak dari seorang mafia ketakutan dengan kasus pembunuhan anak SMA?
Bukan kah seharus nya ia sudah terbiasa dengan yang nama nya pembunuhan? Pasti begitu yang kalian semua pikirkan tentang Shavinna. Memang benar dia adalah anak dari seorang mafia, namun orang tua nya tak pernah ingin Shavinna tahu tentang mafia yang sebenarnya. Cukup Shavinna sendiri yang berfikir bagaimana mafia dari sudut pandang nya. Orang tua nya tak ingin anak mereka mengikuti jalan mereka nanti. Lalu bagaimana nya cara Shavinna menghadapi kasus pembunuhan yang terjadi di sekolah nya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Iqiss.chedleon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
DUGAAN
Di rumah Seanna
“Dari banyak nya tempat, kenapa mayat itu ada di lab? Kan bakal ketahuan banget,” tanya Ezra.
“Nah itu dia. Kan seharusnya mayat nya di sembunyikan ga sih?” tambah Seanna.
“Berarti pelaku nya sengaja naruh disana untuk memberi ancaman,” jawab Bunda nya Seanna sambil makan camilan nya.
“Hih ngeri ya. Aku jadi takut sekolah,” balas Seanna yang mulai merinding.
“Apa kamu Ayah pindahin sekolah aja ya,” sahut Ayah nya Seanna yang memikirkan ide ini dari tadi.
“Iya, mending pindah aja deh. Bahaya banget di sana, kalau dia nargetin anak culun kaya Kakak gimana?” ucap Ezra yang setuju dengan Ayah nya.
“HEH. Kalau ngomong yang sopan ya,” bentak Seanna.
“Menurut Bunda jangan deh. Lagi pula Bunda yakin ga bakal ada sekolah yang berani nerima anak Edlweiss sebelum kasus ini terungkap,” penjelasan Bunda nya Seanna terdengar sangat logis sekarang.
“Ih, iya Bunda bener. Tapi masa aku satu sekolah sama pembunuh sih? Kan serem,” balas Seanna.
“Bisa jadi pelaku nya orang luar?” timpal Ayah nya Seanna.
“Pasti dia punya dendam untuk ngehancurin nama baik Edelweiss,” sahut Bunda nya Seanna yang tampak serius.
“Atau pembunuh nya memang anak Edelweiss sendiri tapi ada campur tangan orang luar?” pemikiran Ezra membuat semua terkejut.
“Ngapain dia bunuh teman nya sendiri?” tanya Seanna.
“Kalau dari bukti yang ada. Pasti dia cemburu sama seseorang yang lagi deket sama pacar nya. Atau malah dia kesal sama seseorang yang ngeganggu orang yang di sukai pelaku?” Seanna tambah merinding mendengar ucapan Ezra.
“Kaya nya pelaku nya ini posesif banget sama seseorang. Tapi kalau dia udah punya hubungan yang jelas sama cewe itu, seharus nya bisa di labrak langsung kan,” tambah Bunda nya Seanna.
“Kalau sampai ngelakuin hal kaya gini, fiks cinta nya bertepuk sebelah tangan. Alias belum punya hubungan yang jelas, tapi dia udah posessif banget sama si cewek,” ucap Ayah nya Seanna.
“IH, KOK KITA MALAH COSPLAY KAYA PSIKOPAT SIH. Jangan gitu lah, serem,” teriak Seanna yang merasa berada di keluarga yang salah.
“Kalau kita mau nebak siapa pelaku nya, kita harus bisa punya pemikiran yang persis kaya pelaku,” jawab Ayah nya Seanna.
“Setuju, dia itu psikopat. Jadi udah jelas kita harus ngembangin pemikiran yang mungkin di pikirin sama dia kan?” ucap Bunda nya Seanna.
“Kan kita cuma mikir, bukan jadi kaya pelaku nya beneran,” tambah Ezra sambil meregangkan badan nya.
Namun raut wajah Seanna terlihat ketakutan dan lucu, sampai-sampai seluruh anggota keluarga nya tertawa lepas. Seanna ikut tertawa meski tak mengerti apa yang keluarga nya tertawa kan. Rumah itu selalu terasa hangat dan penuh dengan canda tawa. Tak ada perasaan sunyi atau pun renggang antara satu sama lain.
Di kediaman Shavinna
Shavinna baru bangun dari tidur nya, dan jarum jam sudah menunjukan angka 11. Shavinna terkejut ia tidur terlalu lama sampai lupa waktu. Sudah lama sejak Shavinna bisa beristirahat begitu lama. Ia akhirnya turun ke bawah untuk mengambil minum. Saat di bawah ia terkejut melihat bawahan Ayah nya sedang duduk sendirian dan sedang fokus kepada komputer nya. Sangat jarang ada bawahan Ayah nya yang di undang ke rumah, apa lagi tak ada Ayah dan Ibu nya Shavinna di sebelah nya. Sejujur nya Shavinna merasa tak asing dengan wajah itu, jadi terasa cukup canggung.
“Eh, Non Shavinna udah bangun?” sapa laki-laki itu.
“Ah, iya. Maaf, orang tua saya kemana ya?” tanya Shavinna yang langsung duduk berhadap-hadapan dengan laki-laki itu.
“Orang tua anda sedang ada urusan bisnis. Jadi untuk beberapa hari mereka ga akan pulang ke sini,” jawab laki-laki itu dengan santai nya.
“Oh, gitu ya. Terus ngapain kamu disini,” ucap Shavinna dengan tatapan tajam.
“Mungkin anda lupa, saya Reza Non,” balas Reza dengan senyum karir nya.
“Hah? APA? Ih, ga mungkin,” Shavinna tak percaya mendengar jawaban Reza.
“Kenapa? Baru inget ya kamu?” sahut Reza yang mulai menggunakan bahasa informal.
“Kok beda banget sekarang? Hih, ini bukan Reza yang aku kenal,” bantah Shavinna yang masih tak percaya.
“Haha, emang sekarang aku aneh ya? Ga usah kaget gitu,” timpal Reza.
“Gimana kehidupan mu selama di sana?” tanya Shavinna.
“Ya gitu lah. Sebenarnya ga terlalu beda sih sama disini. Tapi aku lebih suka disini,” jawab Reza.
“Kenapa? Aku malah pingin banget ke sana,” ucap Shavinna.
“Soal nya di sana ga ada yang kaya kamu,” gombal Reza pada Shavinna.
“Hih, geli. Jijik denger nya,” bantah Shavinna yang mulai merinding.
“Geli apa salting? Haha,” goda Reza.
“Dari muka ku ini ada keliatan salting ga?” Reza tertawa mendengar jawaban Shavinna.
“Iya, iya. Kenapa bangun malam-malam kaya gini?” balas Reza yang mulai serius.
“Gapapa sih. Lagian ini rumah ku sendiri, masa aku ga boleh bangun malem-malem di sini?” jawab Shavinna dengan nada ketus.
Awal nya Reza ingin terlihat serius, namun ia langsung tertawa mendengar ucapan Shavinna. Reza di suruh berjaga di rumah Shavinna untuk menjaga Shavinna. Bisa dibilang urusan bisnis orang tua nya Shavinna akan memakan waktu yang cukup lama. Orang tua Shavinna tak bisa sembarang memilih orang untuk menjaga putri nya itu. Karena mereka ingin yang terbaik untuk putri satu-satu nya itu.
“Sampai kapan kamu di sini?” tanya Shavinna dengan serius.
“Sampai bos pulang lah. Kenapa? Kamu ga suka aku disini?” tanya Reza.
“Ga juga sih. EH, itu kak Aelin apa kabar? Kenapa Ayah ga nyuruh kak Aelin aja yang ke sini,” gerutu Shavinna.
“Cukup tahu, kalian tuh jahat ya sama aku. Ga kamu, ga Alein, semua nya pengen aku pergi. Dia juga di suruh ke sini kok,” balas Reza yang sudah tak semangat.
“Yess, untung kak Alein ke sini. Kamu kalau mau pergi dari sini juga gapapa sih. Aku sama kak Aelin aja,” ejek Shavinna.
“Oh iya. Umur ku sama loh kaya Aelin, kok kamu ga panggil aku kak juga sih? Ga sopan,” balas Reza yang kecewa.
“Kak? Kak Reza? IH JIJIK,” tidak hanya Shavinna yang merasa jijik, namun Reza juga ikut merasa jijik.
“Ga jadi. Geli denger nya. Aelin baru berangkat besok, paling sampai sini siang. Dia juga di suruh jaga in kamu kok,” jelas Reza pada Shavinna.
“Ih, aku ngerepotin kalian ya?” ucap Shavinna yang merasa tak enak.
“Gak lah. Kan ini memang tugas kami. Lagian yang bayar kehidupan kami selama ini kan Bapak mu,” jawab Reza dengan santai nya.
“Iya sih. Besok aku ikut jemput kak Aelin ya,” pinta Shavinna.
“Ga boleh. Anak Edelweiss ga boleh keluar-keluar sekarang,” larangan Reza membuat Shavinna agak kesal.
“Ish, pasti gara-gara kasus tadi,” ucap Shavinna yang kesal.
“Eh Glori gimana sekarang? Pasti udah di urus sih sama orang tua nya,” tanya Reza
“Maka nya itu. Aku khawatir banget sama Glori. Nomor nya ga aktif lagi. Semoga dia kuat lah,” balas Shavinna yang terlihat murung.
“Udah ga usah terlalu di pikirin. Sana bobo lagi, udah malem.” Ucap Reza yang sebenar nya khawatir kesehatan Shavinna akan terganggu karena masalah ini.
Karena sudah mulai ngantuk lagi, Shavinna langsung naik ke kamar nya. Tetapi saat merebahkan badan nya di atas kasur, Shavinna jadi teringat dengan Glori. Pasti terasa sulit bagi Glori untuk menghadapi semua ini. Shavinna langsung berusaha untuk tidur supaya esok bisa berangkat lebih pagi dan menunggu Glori. Meski Shavinna belum tahu apakah besok Glori akan berangkat atau tidak.