Di negara barat, menyewa rahim sudah menjadi hal lumrah dan sering didapatkan.
Yuliana adalah sosok ibu tunggal satu anak. Demi pengobatan sang anak, ia mendaftarkan diri sebagai ibu yang menyewa rahimnya, hingga ia dipilih oleh satu pasangan.
Dengan bantuan alat medis canggih, tanpa hubungan badan ia berhasil hamil.
Bagaimana, Yuliana menjalani kehamilan tersebut? Akankah pihak pasangan itu menyenangkan hatinya agar anak tumbuh baik, atau justru ia tertekan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kinamira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jangan Mengganggu orangku!
Menjalani kehamilan dengan proses pembuahan yang dibantu dengan alat teknologi canggih dari dokter. Meski begitu gejala kehamilan wanita hamil pada umumnya juga alami oleh Yuliana.
Pagi-pagi Yuliana sudah berada di depan wastafel, berusaha memuntahkan isi perutnya yang terasa tidak nyaman.
"Perasaan waktu hamil Garen tidak seperti ini," gumam Yuliana kemudian membasuh wajahnya yang lemah.
"Pagi-pagi tapi tubuhku rasanya remuk." Yuliana mengusap perutnya yang terasa kembung.
Dengan langkah pelan dan lemas, ia berjalan keluar kamar. Melihat suasana sekitar yang terdapat beberapa pelayan tengah melakukan kegiatan bersih-bersih.
Dulu saat di rumahnya yang kecil di sana, ia melakukan hal yang sama. Pagi-pagi sudah mengerjakan semuanya. Namun, di sana, menyentuh sapu saja ia sudah ditegur.
Yuliana menghela nafas kasar, berjalan lesu ke arah lift, segera turun ke lantai dua.
"Aku ingin sarapan, tapi pasti yang diberikan roti dan telur," batinnya mengeluh atas sarapan yang biasa tersaji di sana.
"Aku ingin makan soto, atau sup. Pokoknya yang berkuah segar," batinnya berjalan ke arah meja makan. Di mana belum ada sosok pemilik rumah di sana.
Hanya ada pelayan yang tengah menyiapkan sarapan. "Nyonya, apa anda sudah ingin sarapan?" tanya satu pelayan menyapa dengan ramah.
Yuliana mengulum senyum tipis, melirik meja makan yang menyajikan roti, sayangnya ia merasa tidak tertarik melihat itu.
"Aku ingin memasak sendiri. Apa boleh?" tanya Yuliana dengan bola mata menatap penuh harap.
"Oh, kalau itu. Silahkan beritahu Nyonya besar. Kami tidak bisa memutuskan," sahut sang pelayan tetap dengan senyum ramahnya.
Yuliana menghela nafas kasar, mau tak mau ia harus menunggu Jessy di sana.
"Sepertinya kehamilan ini akan sangat berat, anak ini akan banyak maunya," batin Yuliana sembari mengusap perutnya dengan lembut.
Ia hanya berniat duduk santai sembari menunggu, tapi seorang pelayan membawakannya roti panggang, dan segelas susu hangat.
"Terima kasih," sahut Yuliana menerima susu itu.
Perlahan susu itu mengalir dan masuk menyentuh tenggorokannya. Saat ia masih menikmati susunya itu, tiba-tiba sebuah tangan menarik gelasnya dengan kasar. Sebelum ia melihat siapa pelakunya, dalam sekejap air susu dalam gelas itu, teranyun tumpah ke wajahnya.
"Akh!" pekik Yuliana pelan, saat merasakan hangatnya susu itu menyentuh wajah dan tubuhnya.
Yuliana mengusap lembut wajahnya. Perlahan membuka matanya, diiringi suara sentakan Clara.
"Hebat ya. Merasa jadi nyonya di sini. Sampai-sampai kau bisa sarapan lebih dulu?" Clara bersedekap dada, diikuti wajahnya yang tampak begitu arogan.
Bola mata Yuliana bergerak sesaat menatap Sean yang duduk santai di kursinya. Dengan menikmati secangkir kopi hangat yang baru tersaji.
Yuliana menghela nafas kasar, dan membungkuk pelan. "Maaf, maaf atas kelancangan saya," ucapnya mengalah, dan merasa ia memang telah bersalah.
Ia mungkin, memang lupa siapa dirinya di sana.
"Dasar tidak tau malu! Bermimpi jadi nyonya! Sadarlah dengan posisimu, wanita murahan!" umpat Clara mendorong kasar kening Yuliana, menatapnya dengan serendah-rendahnya.
Yuliana menghela nafas kasar. Tangannya bergerak mengusap sisa susu di wajahnya. Pagi-pagi ia terbangun karena rasa mual yang tidak tertahan, dan sekarang dirinya malah diganggu Clara.
Andai saja ia tidak memikirkan nasib putranya dan kebaikan yang sudah diberikan Jessy, mungkin ia sudah marah-marah, bahkan pergi dari sana.
Dia bukanlah wanita yang bisa sabar menghadapi seseorang yang tidak menghargainya sama sekali. Mantan suaminya dahulu pun ia lawan saat merasa semakin direndahkan. Tapi, di sana. Ia harus kembali dan terus menahan diri, demi masa depan putranya.
"Sekali lagi maaf Tuan Nyonya," ucap Yuliana membungkuk hormat pada keduanya, sebelum ia berbalik dan pergi dari sana.
Clara berdecih tak suka. Menatap punggung Yuliana saja sangat membuatnya merasa marah. Clara mendudukkan tubuhnya dengan kasar di samping Sean.
"Sean, aku tidak ingin melihat wanita itu lagi! Hatiku sakit setiap kali melihatnya," pinta Clara dengan suara melemas manja sembari menggoyangkan lengan Sean dengan manja.
Sean menghela nafas pelan, meletakkan kembali kopinya. Perlahan ia menoleh, memberikan tatapan lembutnya.
"Aku tau sayang. Tapi, tidak mungkin kita melawan Mommy. Kamu tunggu saja waktunya hm. Kamu tenang saja, anak dalam kandungan wanita itu, tidak akan pernah aku terima, kalau kamu juga tidak mau," tutur Sean mengulurkan tangannya mengusap lembut wajah halus Clara.
Clara berdecak. Kakinya menghentak pelan diikuti wajahnya yang sedikit mencebik. "Kenapa Mommy tidak menungguku hamil kembali sih? Dan malah mencari wanita lain?" ucapnya menjatuhkan cairan bening dari matanya.
"Mungkin Mommy tidak ingin melihatmu sakit lagi," jawab Sean dengan pemikiran se positif mungkin.
Tangannya menggenggam lembut tangan Clara. "Mommy mungkin terlihat tidak menyukaimu. Tapi, sebenarnya mommy sangat menyayangi kamu," lanjut Sean dengan penuh kelembutan menjelaskan.
"Aku bukan anak kecil Sean, jelas-jelas Mommy kamu tidak menyukaiku," sahut Clara dengan ketus.
"Ya, bagaimana aku bisa menyukaimu, sedangkan sikapmu sangat kasar dan arogan," ucap Jessy muncul bersama William.
Terlihat wajah Jessy memerah menahan marah menatap Clara.
"Clara, selagi Anna tidak mengganggumu, jangan mengganggunya! Dan kamu Sean, atur istrimu agar tidak bertindak semena-mena pada orang Mommy!" sahut Jessy dengan tegas.
"Apa wanita sialan itu mengadu pada Mommy? Memang jelas dia salah! Hanya seorang pekerja, tapi berani duduk di sini dan sarapan lebih dulu," sahut Sean tak mampu menahan rasa kesalnya.
"Dia hanya meneguk susu ibu hamil, demi kandungannya sendiri! Itu tidak salah!" balas Jessy membela Yuliana.
Sean mengepalkan tangan. Nafasnya naik turun semakin emosi. "Dia hanya pekerja Mommy, jika Mommy terus membelanya dia akan semakin besar kepala!" sahutnya tajam.
"Selagi dia bertindak sopan, apapun yang dia lakukan Mommy akan membelanya. Dia tanggung jawab Mommy!" sahut Jessy kekeh membela dan melindungi Yuliana dari anak dan menantunya.
Itu adalah janji tanpa ucapan dan sumpah pada bersangkutan yang akan ia penuhi.
Sean ingin menjawab. Namun, William segera memotong pembicaraannya. "Cukup! Jangan membalas Mommy kamu Sean!"
"Daddy, Mommy sangat keras kepala, dan memanjakan wanita sialan itu!" sahut Sean semakin jengkel.
"Wanita sialan yang kamu maksud sedang mengandung anakmu!" sahut William dengan penuh penekanan.
"Aku tidak butuh anak dari rahim, wanita yang tidak ku kenal!" jawab Sean dengan dingin.
"Lalu? Kau mengharapkan anak dari istrimu yang selalu keguguran tanpa alasan itu?" sahut Jessy dengan sinis.
"Mommy!" sentak Sean meninggikan suaranya.
Plakkk ....
William yang tidak terima langsung melayangkan tamparan keras, di wajah putranya. Membuat Sean merasakan perih dan panas di pipinya yang seketika juga berubah merah.
"Sean," Clara menangkap tubuh Sean, mengusap dengan lembut wajah Sean.
"Mommy Daddy kenapa kalian memperlakukan kami begini?" sahut Clara dengan bola mata berkaca-kaca dan terisak pelan sembari memeluk suaminya.
"Mommy kenapa bicara seperti itu. Padahal kita sama-sama wanita. Derajat kita jelas sama di keluarga Sawyer!" sahut Clara diikuti isak tangis pelan.
"Sama? Jelas berbeda sayang. Mommy sudah melahirkan dan membesarkan Sean, sedangkan kamu, selalu keguguran, bahkan kamu berkata tidak pernah sadar dengan kehamilanmu. Dua kali, Clara dua kali, kamu keguguran dengan angka bulan yang sama," sahut Jessy dengan senyum sinis, memandang dingin menantunya.
"Cukup, Mommy! Berhenti memandang rendah istriku!" sahut Sean dengan nafas naik turun, dan mata memerah, memandang tajam menyimpan sebuah emosi.
Sean menarik istrinya, membawanya pergi dari sana.
"Ingat, jangan menganggu orang Mommy!" Seru Jessy memperingati.
"Akan ku bunuh orang itu!" batin Sean mengepalkan tangannya mendengar ucapan Jessy, sembari terus melangkah tanpa menoleh.
up yg bnyk y Thor