"kamu beneran sayang kan sama Kakak?"
"Iya kak" jawab Marsya
"Kalo gitu buktikan"
"Hah, gimana caranya?" Tanya Marsya kebingungan, bukankah selama ini Marsya sudah menunjukan rasa sayangnya itu padanya dari sikap, dan perhatiannya, apalagi yang kurang dari itu semua?
"Ayo kita lakukan itu" jawabnya sambil mengusap lembut pipi Marsya.
"Lakukan apa?" Tanya Marsya tidak mengerti dengan arah pembicaraan tunangannya itu.
"Berci*ta dengan Kakak."
"B-berci*ta? A-apa aku harus ngebuktiin dengan cara seperti itu?"
Tanya Marsya tergagap karena gugup dan sedikit takut mendengar pernyataan tunangannya.
"Ya, untuk membuktikan kalau kamu benar-benar sayang sama Kakak, kamu harus membuktikannya dengan cara memberikan apa yang selama ini kamu jaga"
Ucapnya merayu seraya terus mengelus pipi Marsya.
"T-tapi apa harus seperti itu? A-aku masih sekolah kalau kamu lupa, lagipula aku cuma mau ngasih itu ke suami aku nanti"
"Marsya sayang, jangan lupa, Kakak ini tunangan kamu, sekarang atau nanti sama saja.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rainy_day, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Berkunjung lagi
Beberapa hari kemudian, Marsya beserta keluarganya sedang bersiap untuk mengunjungi rumah Abah Lasmana, mereka berangkat sore hari karena menunggu Papa Erwin pulang bekerja, Arkana dkk sudah menunggui mereka di ruang tamu, setelah Marsya selesai mengemas barang-barang miliknya dan milik Oriza, ia lalu meraih celana panjangnya yang tebal, memakai kaos panjang, lalu memakai jaket tebalnya.
"udah selesai Kak?" ucap Papa Erwin ketika melihat Marsya keluar dari kamarnya.
"udah" ucap Marsya singkat sambil menutup pintu kamarnya.
"yaudah ayo berangkat" ucap Papa Erwin.
Mereka pun melangkahkan kaki meninggalkan rumah, dan bersiap di atas motornya masing-masing.
"Pa, Marsya sama Papa ya, Mama biar di bonceng sama yang lain" ucap Marsya, dia merasa bingung, karena Kalingga yang biasanya memaksanya untuk ikut dengannya, kali ini dia diam saja, dan Naresh pun tidak ada inisiatif untuk mengajak Marsya ikut dengannya.
"Yaudah, Mama sama anak-anak yang lain ya", ucap Papa Erwin kepada Mama Wulan.
"Tan, sama saya aja yuk" ucap Liam menawarkan diri, Mama Wulan menganggukkan kepalanya lalu menghampiri Liam. Sedangkan Oriza dia di bonceng oleh Albiru, Arkana berboncengan dengan Kalingga, dan Naresh membawa motornya sendirian.
Marsya menaiki motor Papa Erwin, dia menghela nafas lega, karena selain tidak akan merasa canggung, dia pun bisa tertidur di motor (jangan di tiru ya, apalagi gak pake pengaman)
"udah siap kak?" tanya Papa Erwin
"hmmm udah" Marsya berdehem lalu memeluk pinggang Papa Erwin.
Selama di perjalanan Papa Erwin terus bercerita tentang banyak hal, Marsya yang sudah mengantuk terkena terpaan angin menjadi semakin mengantuk ketika mendengar Papanya yang tidak berhenti bercerita.
"Kakak nih, kebiasaan, kalo di motor pasti tidur" ucap Papa Erwin ketika kepala Marsya terus-terusan terhuyung ke sebelah bahu kanannya.
"hmmm" Marsya mengeratkan pelukannya di perut Papa Erwin, yaaaa dia cukup hebat karena terbiasa tertidur di motor tanpa jatuh, pelukannya pada perut Papa Erwin sangat erat, jadi hanya kepalanya saja yang sesekali akan terhuyung.
"Tan, itu Marsya tidur ya?" ucap Liam kepada Mama Wulan dengan sedikit berteriak.
"iya" ucap Mama Wulan sedikit mencondongkan tubuhnya ke arah depan, agar Liam bisa mendengar suaranya.
"emang gapapa kaya gitu? Gak akan jatoh Tan?" ucap Liam, dia sedikit merasa ngeri melihat kepala Marsya yang sesekali terhuyung, dia takut Marsya akan terjatuh dari motor.
"gapapa, gak akan, udah biasa dia" Ucap Mama Wulan, dia merasa yakin anaknya itu akan baik-baik saja karena memang dia sudah terbiasa.
Setelah melakukan perjalanan kurang lebih dua jam, akhirnya mereka pun sampai di tempat tujuan.
"Sya, Sya, bangunnn, udah nyampe" Papa Erwin menepuk-nepuk lengan Marsya yang memeluk erat perutnya.
"mmmm lima menit" gumam Marsya semakin mengeratkan pelukannya.
"astagfirullah Sya, ini udah nyampe bangun" ucap Mama Wulan menepuk paha Marsya agak kencang, membuat Marsya terkesiap dan membuka kedua matanya.
"kenapa Ma?" ucap Marsya masih belum sadar sepenuhnya.
"udah nyampee, kamu mau tidur terus di motor?" ucap Mama Wulan. Marsya memperhatikan sekitar dan ternyata memang benar mereka semua sudah sampai di tempat tujuan, Marsya menjadi sedikit canggung ketika melihat Arkana dkk sedang menatap ke arahnya.
"ahh, maaf, udah nyampe dari tadi Pa?" ucap Marsya menuruni motor Papa Erwin.
"lumayann, kita belum masuk, soalnya nungguin kamu bangun" ucap Papa Erwin seketika membuat Marsya tak enak hati.
"lah kenapa gak masuk duluan aja" gumam Marsya lagi sambil melangkahkan kakinya di belakang Papa Erwin.
*****
Marsya duduk meringkuk di sudut ruangan, ia menelungkupkan wajahnya diantara kedua kaki yang di dekap nya, ia mendengarkan lagu favorite di ponselnya dengan memakai earphone, merasakan udara dingin khas pegunungan, ia tak menghiraukan para orang dewasa yang sibuk mengobrol, dan adiknya yang terus menempeli Mamanya.
tuk tuk
Marsya mendongakkan kepalanya saat ada yang mencolek tangannya, ia menatap Kalingga yang duduk di samping kirinya.
"ada apa Kak?" ucap Marsya kepada Kalingga
"kamu udah ngantuk?" ucap Kalingga memberikan coklat panas untuk Marsya.
"lumayan, makasih ya" ucap Marsya menerima minuman yang di berikan oleh Kalingga lalu meminumnya, ia mengedarkan pandangannya untuk mencari Naresh, tetapi ternyata Naresh tidak ada, entah kemana dia pergi.
"cari Naresh?" ucap Kalingga seperti tau apa yang sedang di cari oleh pujaan hatinya itu, Marsya menganggukkan kepalanya.
"Naresh ke warung" ucapnya, lalu meraih selimut yang di bawa oleh Mama Wulan dan menyampirkan pada bahu Marsya.
Mendapatkan perlakuan seperti itu membuat hati Marsya menghangat, meskipun ia menyukai Naresh, tapi Naresh tak pernah memberikan perhatian seperti itu kepadanya, Naresh memang terkesan mendekatinya, tetapi dalam waktu bersamaan Naresh seperti tidak mempunyai perasaan apapun terhadapnya, itu yang membuat hati Marsya menjadi bimbang.
"kenapa?" ucap Kalingga, ia ingin merengkuh gadis pujaannya yang sedang terlihat tidak bersemangat itu, dan sedikit mengurangi udara dingin yang menerpanya, tetapi ia sadar ia bukan siapa-siapa, jadi ia hanya bisa memberikan perhatian-perhatian kecil saja, untuk memberikan perhatian lebih pun ia sungkan terhadap Naresh, karena ia tahu bahwa Naresh mendekati Marsya.
"Gapapa Kak, makasih ya" ucap Marsya tersenyum pada Kalingga.
"iyaa, gak usah sungkan" ucap Kalingga lalu menyelipkan helaian rambut Marsya pada telinganya.
"mmm Kakak, boleh duduknya di depan aku? Aku mau tidur tapi malu" ucap Marsya kepada Kalingga, menyuruhnya agar ia membelakangi Marsya.
"ohh iya, tidur lah" ucap Kalingga lalu ia menggeser duduknya menjadi membelakangi Marsya, Marsya cukup nyaman karena tubuh Kalingga yang besar bisa menutupi keberadaannya hingga hanya terlihat bagian perut ke bawah saja.
Marsya membaringkan tubuhnya, menggunakan Ransel sebagai bantal, dan menyelimuti dirinya, dia senang saat berada di daerah pegunungan, tapi jujur saja dia hanya menikmati pemandangan dan petualangannya saja, jika harus tertidur di rumah panggung hanya beralaskan tikar saja ia tidak sanggup, karena meskipun tubuh depannya memakai selimut tebal, tetapi tubuh bagian belakangnya tetap terkena udara dingin yang masuk melalui celah bambu bagian bawah rumah panggung itu, mungkin rasa dinginnya bisa di halau jika memakai sleeping bag.
Sudah dua kali Marsya menginap di rumah Abah Lasmana, tetapi dia tidak pernah tidur dengan nyenyak, matanya terpejam tapi telinga nya menangkap suara orang-orang yang terus saja mengobrol hingga larut malam, inginnya dia tinggal saja di rumah, tetapi jika dia tidak ikut, dia akan berada di rumah seorang diri, dia tidak mau, karena dia adalah seorang penakut, dia cukup takut dengan hantu, padahal keluarganya sendiri cukup kental dengan adat istiadat yang berhubungan dengan arwah, leluhur, bahkan beberapa dari keluarganya memiliki indra ke enam, tetapi tetap saja dia sendiri penakut.