Chan Khotthot naa ... dilarang boom like.
Kenzie, seorang wanita berusia 27 tahun, sering mendapat olokan perawan tua. 'Jika aku tidak dapat menemukan lelaki kaya, maka aku akan menjadi jomblo hingga mendapatkan kriteriaku' Itulah yang dikatakannya. Namun, ibunya tidak tahan ketika para tetangga menghina anaknya yang tidak laku. Akhirnya memutuskan untuk membuat perjodohan dengan sahabat lamanya! Akankah Kenzie bersedia ataukah menolak perjodohan itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ShiZi_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Nyatanya semua itu Dusta (12)
"Bu, di sini yang Ibu lahirkan sebenarnya siapa?"
Mendengar pertanyaan dari sang anak, membuat bu Leiha menggeleng kecil. Sepertinya Kenzie tidak mengerti akan pertanyaan sang ibu.
"Apa kamu datang ke sini suami kamu tahu," ujar bu Leiha.
"Dia pergi sebelum aku bangun. Mungkin saja pulang larut, kedatanganku ke sini tiba-tiba merindukan Ibu." Kata Kenzie memperjelas akan kedatangannya.
"Kalian sedang tidak bertengkar, 'kan?" tanya bu Leiha.
Kenzie menggeleng karena memang dirinya tidak sedang bertengkar dengan Ardi.
"Ibu senang mendengarnya."
"Hanya itukah yang ada di dalam pikiran Ibu, tanpa mempertanyakan keadaanku!" batin Kenzie dengan hati yang nyeri.
"Zie, jangan berpikir jika ibu kejam. Kamu sudah dewasa dan tak muda lagi. Terkadang kita perlu berdamai dengan keadaan yang menurut kita itu sulit," ucap bu Leiha seraya menggandeng tangan putrinya.
"Bu, aku hanya belum terbiasa dengan situasi seperti ini," balas Kenzie.
"Itu mengapa kamu butuh berdamai dengan hal yang tak biasa hingga menjadi luar biasa nantinya," ungkap bu Leiha lagi.
Meski Kenzie tidak mengerti akan ucapan ibunya, tetapi dia yakin jika kalimat-kalimat tersebut ada sangkut pautnya dengan rumah tangganya saat ini.
"Bu, aku lapar dan sedari lagi belum makan!" ucap Kenzie.
"Tunggulah ibu akan menyiapkannya." Jawab bu Leiha.
"Mungkinkah aku salah waktu untuk berkunjung ke rumah ibu? Sepertinya tidak, tetapi mengapa kedatanganku terasa asing." Semenjak bu Leiha berpamitan untuk ke dapur. Hati Kenzie semakin berkecamuk karena merasa antara dirinya dan sang ibu terlihat asing.
Tidak berapa lama kemudian, bu Leiha membawa lauk kesukaan Kenzie, dengan mata berbinar lantas langsung menikmatinya.
"Zie, pelan-pelan kalau makan. Tidak ada yang ingin merebutnya darimu!" tukas bu Leiha.
"Aku sudah lama tidak makan ini, itu mengapa kesempatan untuk menghabiskannya." Jawab Kenzie.
Bu Leiha pun tersenyum karena tidak dipungkiri kalau memang merindukan anak perempuan satu-satunya itu.
"Ah, kenyang sekali." Seraya mengusap perutnya Kenzie berucap.
Waktu semakin sore, Kenzie juga harus pulang karena tidak mungkin membiarkan rumahnya kosong. Terlebih jika Ardi entah akan pulang atau tidak karena ia tahu kebiasaan dari lelaki tersebut.
"Zie, bawa pulang dan berikan pada suamimu." Bu Leiha pun memberikan paper bag kepada Kenzie.
Hanya anggukan, karena percuma jika membantah pada akhirnya bu Leiha akan kembali menceramahinya.
"Kalau begitu aku pulang dulu, Bu!" pamit Kenzie.
"Hati-hati dan jangan lupa untuk memberikannya pada nak Ardi."
Sedangkan di lain tempat.
"Dev, aku ingin tidur sebentar. Urusan mobil aku serahkan padamu," ujar Ardi yang mana wajahnya terlihat begitu lelah.
"Tidurlah dan urusan di depan serahkan padaku." Jawab Deva.
Kepergian Deva dari ruangan Ardi, membuatnya langsung menyalakan sebatang rokok. Sedikit terobati setelah mendatangi makam, tetapi tetap saja ada sebuah hati sedikit terasa nyeri.
"Bu, apa yang harus aku lakukan sekarang. Aku ingin menikah satu kali seumur hidup, tetapi aku juga tidak ingin mendapat ketidakpastian akan hubungan ini." Suara lirih bersamaan asap keluar dari mulut Ardi.
"Apa aku bisa membuatnya berubah?" Dalam hati, ada sebuah pertanyaan yang selalu menghantuinya. Tidak yakin jika hal itu bisa dilakukannya, tetapi hatinya selalu berkata bahwa mampu. Namun, perjalannya selama dua bulan ini sungguh tak ada artinya sedikitpun.
Raut wajahnya yang lesu menatap ke arah jendela. Dedaunan kering saling berjatuhan, membuat Ardi berpikir jika itu adalah dirinya. "Jika daun yang awalnya terlihat hijau, kini berubah kecoklatan dan berakhir gugur." Lagi ... seraya menyesap rokok berkali-kali hingga habis, tiba-tiba saja matanya terpejam.
Waktu sudah menunjukkan di angka enam. Namun, Ardi masih berada di bengkel. Setelah mandi, lelaki tersebut berniat keluar untuk membeli makanan karena Deva pergi atas perintahnya juga. Bertepatan pintu yang di dorongnya. Hal tak terduga pun membuatnya sedikit terkejut.
"Ka-mu, kenapa bisa ada di sini?" tanya Ardi dengan nada bingung.
"Aku baru saja pulang dari rumah ibu. Berjaga-jaga jika tidak pulang, itu mengapa aku ke sini." Jawab Kenzie.
"Katakan saja intinya," ucap Ardi yang tak mau bertele-tele.
"Ibu menitipkan ini padaku, tapi itu untukmu dan kedatanganku ke sini untuk memberikannya padamu." Kata Kenzie.
"Lalu, kenapa justru kamu membawanya ke sini?" tanya Ardi.
"Sudah kukatakan, kedatanganku ke sini atas permintaan ibu. Jikapun membawanya pulang, belum tentu kamu juga tidur di rumah!" jelas Kenzie seraya memberikan paper bag tersebut.
"Masuklah!" titah Ardi.
Rasa canggung mulai mengganggu. Untuk pertama kalinya Kenzie berbicara lembut kepada Ardi.
Setelah masuk, netra Kenzie menyusuri tiap sudut. Hingga Ardi menyadari jika istrinya sedang mencari seseorang. "Deva pergi untuk mengurus sesuatu." Kata Ardi.
Tak ada respons dari Kenzie, merasa jika tidak ada Deva itu juga jauh lebih baik. Setelah Ardi memintanya masuk ia pun langsung mengikuti langkah sosok lelaki di depannya.
"Di mana dapurnya?" tanya Kenzie dengan wajah datarnya.
Ardi pun menggunakan wajahnya sebagai jawaban dan Kenzie pun mengikuti arahan tersebut.
"Ada apa dengan wanita itu? Kenapa aku merasa ada yang aneh," gumam Ardi ketika kedatangan Kenzie sedikit mengejutkannya.
Seraya menunggu Kenzie kembali dari dapur. Tanpa sengaja Ardi tertidur dan tangan sebagai penyangga kepalanya.
Kedua tangan Kenzie memegang mangkuk berisikan lauk yang dibawa dari ibunya. Sejenak mata terpaku menatap wajah lelaki dengan posisi mata terpejam.
"Andai saja aku mengetahui kekuranganmu dari awal, mungkin hati ini tak akan membencimu." Suara isi hati Kenzie, sedikit membuatnya sedikit merasa bersalah, tetapi juga rasa benci yang tiba-tiba hadir.
"Menikahimu adalah sebuah keadaan yang tak bisa aku selesaikan. Ini semua menyangkut ibu, tetapi haruskah semua berbohong kepadaku." Lagi ... hanya ada ungkapan di dalam hati Kenzie. Menyesal, tetapi demi ibunya ia rela bertahan dalam pernikahan ini.
Setelah lama berdiri, Kenzie meletakkan semua lauk di meja kecil. Tiba-tiba saja Ardi terbangun dan menatap istrinya untuk pertama kali menyiapkan makanan.
"Apakah aku harus memberikan judul kehidupanku cinta berselimut dusta! Kenyataannya semua ini palsu," batin Ardi dengan pandangan terus tertuju pada Kenzie.
"Aku tahu jika kamu sudah bangun. Jangan mengira aku memperlakukanmu atas dasar perasaanku sendiri, ini semua demi ibu." Setelah mengatakan Kenzie pergi dan membiarkan Ardi menikmati makan malam.
"Lantas, sampai kapan kamu memainkan perasaan seperti sekarang? Jadilah dirimu sendiri tanpa mengubah pola pikir," ucap Ardi dengan tiba-tiba.
"Sampai masa kontrak habis dan saat itulah aku akan memintamu menceraikanku," balas Kenzie.
"Bahkan sekarang aku bisa mewujudkannya tanpa menunggu lama," ujar Ardi.
"Tidak untuk saat ini, jika salah satu di antara kita mendapatkan kekasih. Saat itu juga perpisahan adalah jalan yang terbaik," jelas Kenzie.
"Jika ingin pulang, pulanglah dulu. Aku akan tinggal di sini, terima kasih untuk makanannya." Ardi pun menjawab dengan seulas senyuman, membuat Kenzie terus bertanya-tanya karena sedikitpun tak ada raut kemarahan di wajah lelaki itu.
semangatt..
jgn lamalama Up nyaa...