Tawanya, senyumnya, suara lembutnya adalah hal terindah yang pernah aku miliki dalam hidupku. Semua yang membuatnya tertawa, aku berusaha untuk melakukannya.
Meski awalnya dia tidak terlihat di mataku, tapi dia terus membuat dirinya tampak di mata dan hatiku. Namun, agaknya Tuhan tidak mengizinkan aku selamanya membuatnya tertawa.
Meksipun demikian hingga di akhir cerita kami, dia tetaplah tersenyum seraya mengucapkan kata cinta terindah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon IAS, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sweet Marriage 12
Beberapa jam sebelumnya
Ravi pergi ke DCC untuk menemui Dante sang ayah mertua. Dia harus tahu dimana saat Leina berada. Salahnya tadi dia tidak menanyakan tentang lokasi tepatnya Leina menginap.
" Ada apa Rav kemari?"
" Pa, apa Papa tahu nomor ponsel supir yang sekarang bersama Leina?"
Dante mengangguk cepat, dia jelas punya nomor handphone milik Pak Jo karena Pak Jo adalah supir perusahaan yang sering ia gunakan juga.
" Tap buat apa Rav, dan lagian kan kamu bisa langung minta ke Leina juga. Kamu juga nggak harus dateng ke sini karena bisa langsung telpon atau whatsApp Papa.
Pluk
Ravi menepuk keningnya sendiri, dia lupa bahwa dirinya bisa melakukan hal itu. Benar juga, mengapa harus repot datang ke DCC hanya untuk meminta nomor ponsel.
Tapi apapun itu saat ini tidak penting. Setelah mendapatkan nomor ponsel Pak Jo, ia langung menelponnya dan menanyakan di tempat mana Leina akan menginap. Dan jawaban Pak Jo sebenarnya membuat Dante mengerutkan alisnya.
" Dimana katanya dia menginap?"
" Di hotel XYZ Pa, ada apa?"
" Nggak itu lokasinya malah jauh lho dari kantor cabang. Dan biasanya Leina nggak pernah nginep di hotel itu?"
Ravi menjadi semakin khawatir dengan Leina. Ya, dia bukannya berpikiran buruk tapi lebih ke khawatir dan cemas.
" Oke Pa, makasih ya."
Setelah mengucapkan itu dan mencium punggung tangan Dante, Ravi langsung pergi. Langkahnya lebih cepat bahkan terkesan sedikit berlari. Yang ada di kepalanya Ravi saat ini adalah segera ingin bertemu dengan Leina sehingga di langsung menuju ke Bandung bahkan tanpa memberitahu siapapun.
Beberapa jam kemudian dia sampai di hotel tempat Leina berada. Dia meminta Pak Jo untuk menemuinya dan meminta nomor kamar Leina. Awalnya pihak hotel tidak memberi tahu tapi saat memberikan bukti bahwa Ravi adalah suami dari pemilik kamar, pihak hotel pun memberikan kunci cadangan.
" Lho Pak Leina keman?"
" Ya? Bukannya Nona di dalam, katanya mau istirahat tadi Tuan Ravi."
Kembali ke masa sekarang
Ravi yang tengah sibuk memikirkan kemana Leina pergi diam-diam tanpa disadari pintu kamar terbuka. Muncul Leina dari sana dengan masih menggunakan pakaian yang sama pagi hari tadi. " Kemana kamu Lei sampai-sampai nggak sempet ganti pakaian?" batin Ravi dalam hati.
Sedangkan Leina amat sangat terkejut melihat Ravi yang duduk di atas ranjang sambil bersandar di sandaran tempat tidur.
" Kamu dari mana Lei?"
" Mas Ravi, kok?"
Degh degh degh
Dada Leina berdegup kencang, dia takut, dirinya takut ketahuan oleh sang suami. Dia sangat takut akan hal itu karena secara tidak langung tujuan ke Bandung untuk memeriksa kantor cabang hanya sebatas alasan semata.
" Lei, kamu pucet banget?"
Tanpa Leina sadari Ravi sudah berdiri disampingnya sambil memegang kedua bahunya. Ravi juga menuntun Leina untuk duduk di ranjang.
" Aku bukannya curiga sama kamu karena kamu mau ngelakuin apapun aku ga masalah. Aku cuma khawatir dan cemas, karena kamu pergi dalam kondisi nggak sehat. Dan see, sekarang pun kamu kelihatan nggak sehat. Kita ke dokter ya?"
" Nggak Mas, nggak apa-apa. Aku tadi keluar cari angin aja dan sengaja nggak bilang Pak Jo. Aku istirahat bentar aja udah gpp kok Mas. Nanti setelah makan dan tiduran pasti segeran lagi."
Ravi mendengus, mendengar jawaban dari Leina, jelas istrinya itu tidak mau memeriksakan kesehatannya ke dokter. Mau tidak mau Ravi mengalah. Hanya saja dia menjadi curiga dengan reaksi yang ditunjukkan. Leina begitu erat memeluk Tote bag yang ia bawa.
" Ya udah kamu ganti baju dulu lalu sholat zuhur. Aku keluar buat pesenin makanan."
" Y-ya Mas. Makasih."
Cekleek
Klaaak
Bluuk
Leina menjatuhkan tubuhnya di atas ranjang. Ia hampir memejamkan matanya karena merasa begitu lelah, tetapi Leina langung bangkit. Ia membuka kopernya dan segera mengambil baju ganti. Setelan piyama adalah baju paling nyaman untuk ia kenakan saat ini.
" Haaah, beneran ngantuk. Tapi kalau Mas Ravi balik pas aku tidur nanti malah repot. Tapi ... ."
Sangat lelah dan mengantuk, karena mungkin tadi dia sudah diberikan suntikan obat oleh Dokter Sapto.
Klaak
" Lei? Hmmm udah tidur ternyata padahal aku udah minta bagian dapur buat siapin makanan lebih cepet. Ya apa boleh buat."
Ravi menyimpan makanan yang ia bawa tadi ke meja. Ia lalu mendekat ke arah Leina untuk membetulkan posisi tidur istrinya itu. Leina terlihat lelah, raut wajahnya yang tanpa make up menunjukkan bahwa wanita itu tidak dalam kondisi yang baik
Ravi merasa tidak menyesal karena sudah datang ke sini menyusul istrinya. Setelah membenarkan posisi selimut, Ravi duduk di sofa yang ada di dalam. Pandangannya tertuju pada tote bag yang tadi dipeluk erat oleh Leina.
Rasa penasarannya mencuat, ada apa di dalam sana sehingga Leina seperti sangat ingin menyembunyikannya. Ya, meskipun Leina tidak berkata demikian tapi dari caranya memegang tote bag itu jelas sekali dia tidak ingin Ravi tahu.
" Haruskan aku melihatnya? Tapi ngelanggar privasi nggak sih. Apalagi waktu itu kita udah sepakat buat nggak ikut campur urusan pribadi masing-masing."
Rasanya begitu membingungkan bagi Ravi saat ini. Ia sangat penasaran tapi dia juga tidak berani untuk bertindak sesuai dengan keinginannya. Atas dasar privasi Ravi mempertimbangkan keinginannya itu.
Akan tetapi Ravi sungguh ingin tahu, apa yang sebenarnya di sembunyikan oleh Leina. Dan tentunya kemana tadi ia pergi.
" Bentar, aku mungkin nggak bisa lihat isi tasnya tapi kayaknya aku bisa lihat kemana tadi dia pergi dan sama siapa deh."
Sebuah ide ia dapatkan, Ravi bergegas keluar kamar. Hal pertama yang akan ia lakukan adalah melihat kamera pengawas depan lobi hotel. Maka dari itu dia akan menemui manajer hotel untuk meminta tolong.
Permintaan tersebut tentu sedikit sulit. Karena tidak ada hal yang mendesak, jadi manager hotel tidak memberi izin bagi Ravi untuk melihat kamera pengawas.
" Pak saya minta tolong, saya takut istri saya itu melakukan hal yang berbahaya karena saya lihat dia sedang menyembunyikan sesuatu dari saya. Saya akan sangat berterimakasih jika Bapak membantu saya."
" Hmmm Baiklah, tapi hanya kali ini saja ya Tuan, dan saya harap Anda tidak menyebarkan kepada orang lain kalau saya mengizinkan Anda melihat kamera pengawas."
" Baik, tentu saja. Sekali lagi terimakasih."
Ravi sangat senang akhirnya dia bisa mendapatkan izin itu. Rekaman itu pun di putar pada jam-jam dimana Leina pergi meninggalkan hotel. Dan sebuah petunjuk lain di dapat, yakni Leina pergi meninggalkan hotel dengan menggunakan ojek online.
" Bisakah berhenti di situ, saya harus meng-capture plat nomor motor milik tukang ojeknya."
" Ya, bisa Tuan."
Selesai mendapatkan apa yang dia mau, kini hal kedua yang ia lakukan adalah memesan ojek online. Setelah memesan tentu Ravi tidak menggunakannya, karena yang ia butuhkan adalah siapa orang yang mengantarkan Leina pergi.
" Ohh yang punya ini, bentar Pak saya tahu kebetulan dia teman saya."
" Bisa tolong panggilkan, saya akan membayar harga perjalanan saya dan saya akan berikan lebih."
" Baik Pak tunggu sebentar ya, saya akan bawa teman saya kemari."
TBC
😭😭😭😭😭😭😭
Bnr" nih author,sungguh teganya dirimuuuuu
Semangat berkarya thoor💪🏻💪🏻👍🏻👍🏻
gara" nangis tnp sebab
😭😭😭😭😭
bnr" nih author
pasti sdh ada rasa yg lbih dari rasa sayang kpd teman,cuman Ravi blum mnyadarinya...
bab". mngandung bawang jahat😭😭😭😭😭
Mski blum ada kata cinta tapi Ravu suami yg sangat peka & diandalkan...
aq padamu mas Ravi😍