Kamila gadis yatim piatu mencintai Adzando sahabatnya dalam diam, hingga suatu malam keduanya terlibat dalam sebuah insiden.
Adzando seorang artis muda berbakat.
Tampan, kaya, dan populer. Itulah kata-kata yang tepat disematkan untuknya.
"Apapun yang kamu dengar dan kamu lihat, tolong percayalah padaku. Aku pasti akan bertanggung jawab dengan apa yang aku lakukan. Kumohon bersabarlah."
Karena skandal yang menimpanya, Adzando harus kehilangan karier yang ia bangun dengan susah payah, juga cintanya yang pergi meninggalkannya.
"Maafkan aku, Do. Aku harus pergi. Kamu terlalu tinggi untuk aku gapai."
"Mila... Kamu di mana? Aku tidak akan berhenti mencarimu, aku pasti akan menemukanmu!"
Kerinduan yang sangat mendalam di antara keduanya, membuat mereka berharap bahwa suatu hari nanti bisa bertemu kembali dan bersatu.
Bagaimana perjalanan cinta mereka?
Mari baca kisahnya hanya di sini ↙️
"Merindu Jodoh"
Kisah ini hanya kehaluan author semata
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Moms TZ, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 19
...*...
Lagu merindu jodoh unggahan Nino menjadi viral di dunia maya, membuat keduanya kebanjiran tawaran dari beberapa studio musik profesional, untuk melakukan rekaman demi memastikan hak paten atas lagu ciptaannya.
Atas dasar itulah Zando dan Nino memikirkan hal itu. Sebab segala kemungkinan bisa saja terjadi. Dia juga tidak ingin ada orang lain yang mencoba mengambil keuntungan dari jerih payahnya tersebut. Maka Zando pun memilih, untuk tetap menggunakan studio musik yang selama ini merekam lagu-lagunya.
Dan rupanya pagi itu, Zando dilanda morning sickness yang sangat parah. Pagi hari yang awalnya mereka akan berangkat ke studio musik menjadi tertunda karena Zando meminta waktu, supaya kondisinya stabil terlebih dahulu.
Merasa kondisinya telah membaik, Zando mengajak Nino untuk segera berangkat menuju ke kantor studio musik. Namun di tengah perjalanan dia meminta Nino menghentikan mobilnya.
"No, coba minggir sebentar!" pinta Zando pada Nino.
"Ada apa?" tanya Nino. Lalu dia menepikan mobilnya di pinggir jalan.
"Itu ada yang jualan soto mie, aku pengin makan itu." Zando menunjuk ke arah kedai yang menjual soto mie. Lalu dia keluar dan melangkahkan kakinya menuju kedai tersebut.
Sebagai manager tentu saja mau tak mau, Nino mengikuti ke mana sang artis melangkah. Zando memesan dua mangkok soto mie, untuknya dan Nino beserta dua gelas teh lemon hangat.
Begitu pesanan datang, Zando segera menyantapnya dengan lahap, seperti orang yang seminggu tidak makan. Dalam sekejap semangkok soto mie di hadapan Zando, langsung ludes, bahkan sampai sekuahnya.
Nino hanya bisa melongo menyaksikannya, sedangkan punya dia justru masih utuh belum tersentuh sedikitpun.
"Kenapa, No? Kamu nggak mau makan sotonya?" tanya Zando.
"Haaah ...?"
"Sinilah buat aku aja!" Zando lantas menggeser mangkok berisi soto tersebut ke hadapannya. Dan tanpa rasa bersalah dia langsung menyantapnya hingga bersih tanpa sisa. Lalu ia menyeruput minuman di gelas dan menghabiskannya.
Nino lagi-lagi hanya bengong seperti sapi ompong, menyaksikan Zando yang kesetanan makan soto mie. Dia hanya menyesalkan kenapa tidak merekamnya.
"Ayo, aku sudah kenyang!" Zando lalu berdiri dan pergi begitu saja setelah mengatakan pada si penjualnya, bahwa temannya yang akan membayar sambil menunjuk pada Nino.
Melihat sikap Zando yang di luar kebiasaannya, Nino menggelengkan kepalanya lalu membayar. Namun karena rasa penasarannya dia akhirnya memberanikan diri untuk bertanya, setelah mereka berada di dalam mobil.
"Do, sebenarnya kamu itu kenapa, sih? Tadi di rumah kamu muntah-muntah, terus kamu juga makan kalap begitu. Aku merasa aneh sama kamu," ucap Nino.
"Tidak ada apa-apa. Hanya pengin aja," jawab Zando santai.
Nino pun tidak bertanya lagi. Kemudian mereka kembali melanjutkan perjalanan menuju ke kantor studio musik.
Sesampainya di sana, Nino memarkirkan mobilnya terlebih dahulu. Lalu setelahnya dia bersama Zando langsung menuju ruangan tempat rekaman.
"Hey, kalian sudah datang? Apa kabar?" tanya salah satu kru di sana.
"Iya, Bang! Alhamdulillah baik!" jawab Nino.
"Kamu sudah lebih baik, Do? Katanya tadi muntah-muntah?" tanya yang lain menimpali.
"Sudah, Bang. Hanya gangguan pencernaan, mungkin karena makan yang tidak teratur," sahut Zando.
"Oh, ya sudah. Sekarang sudah siap langsung rekaman?"
"Siap, Bang!"
Zando masuk ke dalam studio, di mana di dalam ruangan itu sudah dilengkapi dengan mikropon dan dudukan mikropon. Sedangkan di ruang kontrol tempat teknisi audio, sudah ada kru yang siap mengoperasikan konsol pencampuran audio unit efek dan komputer.
Setelah semua persiapan sudah lengkap dan siap, Zando mulai melakukan rekaman. Dia menyanyikan lagu bait demi baik dengan penuh penghayatan. Sehingga lagu itu seperti punya nyawa. Zando menyanyikannya begitu sempurna. Para kru dan beberapa orang yang menyaksikan di balik dinding kaca sangat terpesona oleh suaranya yang merdu. Bahkan pada saat part rap, suara deep Zando sangat keren dan menimbulkan decak kagum bagi mereka.
Zando keluar studio sesaat setelah selesai menyanyikan lagunya. Begitu berada di luar dia langsung disambut dengan applause dari produser dan kru produksi rekaman.
"Sungguh luar biasa kamu, Do. Keren banget. Saya yakin lagumu bakal sukses mendulang pasar. Kenapa tidak membuat album saja atau mini album?" tanya produser.
"Belum kepikiran, Bang," jawab Zando.
"Setelah ini siap-siap saja kamu akan mendapatkan banyak job dari berbagai acara musik, baik on air, maupun off air," ujar produser.
"Jangan lupakan juga undangan dari acara infotainment. Coba deh, kalau nggak benar," ucap salah satu kru.
"Terimakasih." Hanya itu yang terucap dari bibir Zando disertai dengan senyuman sambil membungkukkan badan.
"Yah... bocah itu sopannya tidak ketulungan. Kalau sampai dia berbuat di luar batas, itu berarti karena sudah habis kesabarannya." Salah satu kru berkata pada kawannya ketika Zando sudah berlalu dari sana.
"Iya betul. Selama ini aku belum pernah melihatnya membuat masalah. Mungkin ada orang yang ingin mengambil keuntungan dari ketenarannya."
"Kamu benar."
Sementara itu yang mereka bicarakan saat ini berada di toilet, sedang memuntahkan semua isi perutnya. Dua mangkok soto mie dan satu gelas jumbo teh lemon, akhirnya keluar lagi. Tidak mau bertahan lebih lama di dalam perut Zando.
Keluar dari toilet Zando terlihat lemas sambil memegangi perutnya. Nino datang membawa teh hangat.
"Nih, minumlah biar perutmu hangat. Kamu itu sebenarnya kenapa sih, Do?"
"Mungkin kekenyangan, atau masuk angin barangkali."
Urusannya dengan dunia perekaman selesai, Zando bersama Nino memutuskan untuk pulang. Zando minta diantar ke rumah kakaknya. Nino pun mengantarkan Zando ke sana.
.
.
.
.
.
Beberapa hari telah berlalu, Kamila menjalani aktivitasnya seperti biasa. Kehamilan tidak membuat dirinya malas. Dia tetap semangat dan optimis menyongsong hari esok. Melayani pasien-pasiennya sebagaimana mestinya, serta bersikap ramah dan santun kepada para pegawai di Puskesmas.
Sore hari ketika jam pulang kerja, Fika mengabarinya jika dia datang terlambat untuk menjemput, karena ada kegiatan sekolah sampai sore.
Kamila menunggu Fika di depan Puskesmas, dan mendudukkan dirinya di teras. Dia mengeluarkan ponselnya, lalu menyambungkan headset dan memakainya di telinga. Kamila memutar lagu yang dinyanyikan Zando, sambil sesekali dia ikut menyanyikannya dengan memejamkan mata.
Kamila larut ke dalam lagu yang di dengarnya, sampai dirinya tidak menyadari bahwa sedari tadi ada seseorang yang memperhatikannya. Bahkan orang itu ikut tersenyum ketika mendapati seseorang yang sedang diperhatikannya itu tersenyum.
"Dia sangat manis jika tersenyum. Aku selama ini hanya mengaguminya tanpa berani mendekat dan menyapanya. Semoga saja dia belum ada yang punya."
Selama ini sejak hari di mana Kamila hadir, dan bekerja di Puskesmas yang sama dengannya, dia sudah mengagumi sosok wanita itu. Dia selalu mencari kesempatan dan mencuri pandang ke arah Kamila. Dan menurutnya Kamila adalah wanita yang sangat misterius. Hal itu yang membuatnya merasa penasaran dan ingin lebih dekat mengenal sosok Kamila.
"Mumpung dia sendirian, tidak ada salahnya jika aku menyapanya dan berpura-pura bertanya padanya, atau bisa menawarinya untuk pulang bersama. Ya, seperti itu."
Maka dengan mantap dan tekad yang bulat dia memberanikan diri untuk mendekat lalu menyapa Kamila.
"Selamat sore Dokter Kamila?"
Kamila secara reflek membuka mata untuk melihat siapa yang datang dan menyapanya.
...*...
.
.
.
.
.
absen saja..😁😁
jederrr... Ikhsan menjatuhkan minunan dan makanan yg berada di tangannya.. syok berat🤣🤣🤣