Demi kehidupan keluarganya yang layak, Vania menerima permintaan sang Ayah untuk bersedia menikah dengan putra dari bosnya.
David, pria matang berusia 32 tahun terpaksa menyetujui permintaan sang Ibunda untuk menikah kedua kalinya dengan wanita pilihan Ibunda-Larissa.
Tak ada sedikit cinta dari David untuk Vania. Hingga suatu saat Vania mengetahui fakta mengejutkan dan mengancam rumah tangga mereka berdua. Dan disaat bersamaan, David juga mengetahui kebenaran yang membuatnya sakit hati.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon PutrieRose, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 12 TERUNGKAP
Kaki Vania terluka karna tak sengaja tersandung tangkai kayu yang jatuh dari atas pohon. Dengan sigap David menggendong istrinya dan membawanya ke ruang kesehatan yang berada di sekitar situ.
Tubuh mungilnya tak memberatkan David untuk mengangkatnya, ia tak kesulitan sedikitpun. Sedangkan Vania, ia merasa nervous sekali saat digendongnya.
Dengan jelas ia bisa melihat wajah suaminya dari dekat. Bahkan pori-pori wajahnya bisa ia lihat. Hatinya tersentuh saat betapa manis perlakuan suaminya. Dia mengambilkan air minum selagi petugas kesehatan sedang mengobati lukanya.
"Minum lah," ujarnya memberikan segelas air untuknya.
"Kira-kira lukanya akan sembuh dalam berapa hari? Juga bekas lukanya?" tanya David. Ia bahkan sepeduli itu dengan luka istrinya.
"Tidak lama. Sebentar lagi sembuh. Rajin saja olesi dengan ini," ucap petugas kesehatan tersebut dan memberikan obat oles yang dipakai.
"Terima kasih," jawabnya.
David ingin menggendong lagi, tapi wanita itu menolak.
"Tidak perlu. Aku bisa jalan sendiri," tolaknya. Ia malu jika harus digendong lagi, karna pengunjung di area ini sudah semakin ramai. Ia tak mau jadi bahan tontonan.
Dengan masih menahan rasa sakitnya, Vania berusaha berjalan walaupun tertatih-tatih. David hanya memandanginya dari belakang karna tadi ia sudah ditolak, membuatnya sedikit kesal.
"Nyonya, biar saya bantu." Petugas hotel yang tadi menyetir mobil listrik tiba-tiba datang dan menawarkan bantuan. Dengan matanya yang hanya melirik David, petugas itu tak hiraukan. Karna ia lebih kasian dengan Vania yang berjuang jalan sendirian.
"Tidak perlu. Awas!" David tiba-tiba datang dan mengusir petugas tersebut. Tanpa aba-aba, ia langsung menggendong istrinya. Dan benar saja, pandangan orang-orang langsung tertuju pada mereka.
Mereka begitu takjub dengan perlakuan romantis suami istri tersebut. Bahkan tak sedikit dari mereka yang merasa iri.
Vania hanya bisa pasrah dan menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangannya.
***
"Sedang apa Vania di sana? Apa dia merasa bahagia berbulan madu dengan David? Apa mereka sudah saling jatuh cinta?" Temmy tak habisnya memikirkan tentang hubungan Vania dan David. Ada sesuatu yang membuatnya berpikir untuk kelangsungan rumah tangga mereka ke depannya. Bagaimana kalau nanti Vania hamil? Lalu apa status pernikahan mereka akan dipublikasikan? Dan status dengan Karina bagaimana?
"Hallo, Nyonya Rissa." Akhirnya Temmy menelpon Larissa. Karna atas perintahnya, ia menikahkan putrinya dengan David untuk jadi istri kedua.
"Ada apa, Temmy? Menelpon ku malam-malam?" Rissa sedikit terkejut karna tak biasanya ditelpon Temmy selarut ini.
"Maaf, Nyonya. Saya tidak bisa tidur karna memikirkan soal Vania. Saya ingin bertanya soal pernikahan mereka ke depannya. Jika nanti Vania hamil bagaimana, Nyonya? Apakah status pernikahan mereka akan dipublikasikan? Lalu soal Karina bagaimana?"
"Oh soal itu. Aku sudah meminta David untuk menceraikan Karina. Kamu tenang saja, Temmy. Vania akan menjadi menantu satu-satunya di Marshel Group," ujar Rissa meyakinkan.
"Apa David akan bersedia menceraikan Karina, Nyonya?" tanyanya lagi.
"Itu urusan aku, Temmy. Kamu tidak usah memikirkan itu. Dan kalau Vania hamil dalam waktu dekat, itu malah mempermudah semuanya," ucap Rissa sembari tersenyum.
Telepon pun terputus. Temmy akhirnya bisa bernapas lega.
"Karina siapa? Menceraikan Karina?" Ia terkejut saat ada suara yang terdengar dari belakang.
"Kamu belum tidur?" Temmy berusaha bersikap biasa saja. Walaupun jantungnya sudah tak karuan.
"Jawab dulu! Apa maksudmu tadi bicara soal David menceraikan Karina? Karina itu siapa? Hah?" Suara Amira meninggi, pikirannya sudah kemana-mana. Tubuhnya seketika lemas.
"Mira, duduklah." Temmy menyuruhnya untuk duduk.
Tiba-tiba air matanya mengalir. Amira langsung menebak soal status David dari percakapan suaminya tadi lewat telepon.
"Yang kamu tangkap dari pembicaraan aku tadi apa?" tanyanya pada sang istri.
Amira hanya menggeleng dengan air matanya yang deras.
"Maafkan aku, Mira," ungkap Temmy dengan perasaan bersalah. Mungkin sudah saatnya kini Amira harus tau. Setiap hari ia selalu diselimuti perasaan bersalah, ia juga tak tenang. "Vania dijadikan istri kedua oleh David. Itu atas permintaan nyonya Larissa."
DEG.
DEG.
DEG.
"Ya Tuhan, Mas. Bagaimana nasib Vania? Bagaimana nanti kalau istri pertamanya tahu? Vania dalam bahaya nanti. Kasian Vania, Mas. Walaupun dia bukan anak kandung kita, tapi aku sudah sayang banget sama dia. Vania anak yang penurut. Ya Tuhan ...." Amira semakin terisak, betapa hancur hatinya mendengar fakta yang ada.
Di malam yang sunyi, isakan penuh pilu terdengar menyayat. Keheningan yang ada menambah suaranya yang terdengar menggelegar. Mereka tidak tahu, apakah Sissy akan terbangun atau tidak.
"Aku tidak punya pilihan lain. Aku membutuhkan pekerjaan ini. Apalagi Sissy yang sudah senang bisa bersekolah di sekolahan yang termasuk mewah. Aku—"
"Mas! Kamu juga harus memikirkan perasaan Vania. Vania tidak tahu, kan?
Temmy mengangguk. "Tapi semuanya sudah terjadi, Mira. Kita doakan saja—"
"Tidak! Aku harus memberitahu putriku! Dia harus tahu! Setidaknya dia mengetahuinya sekarang, daripada tidak sama sekali. Aku tidak mau jadi orang tua yang jahat! Orang tua yang kejam! Yang hanya memikirkan ego sendiri saja! Setidaknya setelah ia tahu, lalu memutuskan untuk lanjut atau tidak. Biarlah! Itu urusannya!" Amira tetap kekeh dengan pendiriannya. Ia akan memberitahu Vania soal statusnya sekarang.
"Mira! Jangan sekarang! Keluarga kita nanti bisa dalam bahaya!" Temmy memegangi tangan Amira, yang akan melangkah pergi.
"Mas ...." Suara Amira melemah.
"Coba kamu tanyakan saja pada Vania. Apa dia sudah mulai menyukai David? Kalau dia sudah mulai suka, biarlah. Tapi kalau dia memang belum menyukainya—" Temmy menjeda ucapannya sendiri.
"Aku, aku yang akan memberitahunya. Aku janji," ucapnya dengan berusaha meyakinkan istrinya.
Amira terdiam sejenak, lalu akhirnya ia menyetujui saran dari suaminya.
"Baiklah," jawab Amira seraya menghapus sisa-sisa air matanya.
Di balik pintu sebuah kamar. Sosok gadis muda yang sedang memeluk selimut, menangis dalam diam. Telinganya sedari tadi menangkap semua obrolan orang tuanya.
"Kak Vania bukan kakak kandungku? Kak Vania bukan anak dari ayah dan ibu? Kak Vania anak siapa? Pantas saja wajah kita tidak mirip. Warna kulit kita jauh berbeda. Banyak orang-orang yang selalu mengatakan keraguan atas hubungan darah kami. Lalu Kak Vania dijadikan istri kedua? Kak Vania, Kak Vania ...." Sissy menangis sembari menahan dadanya yang sesak. Sakitnya dua kali lebih hebat. Yang pertama ia merasa shock atas kebenaran bahwa Vania bukan kakak kandungnya lalu ia merasa sakit hati saat Vania dibohongi untuk dinikahkan pada seorang pria yang sebelumnya sudah pernah menikah.
"Ayah melakukan ini semua demi aku?" Yang membuatnya terenyuh adalah Ayahnya diam-diam berusaha membuatnya tak kekurangan satu apa pun. Dan segala cara beliau tempuh, walaupun dengan cara yang salah. Dan Sissy sangat merasa bersalah pada Vania.