Jangan pernah sesumbar apapun jika akhirnya akan menelan ludah sendiri. Dia yang kau benci mati-matian akhirnya harus kau perjuangkan hingga darah penghabisan.
Dan jangan pernah meremehkan seseorang jika akhirnya dia yang akan mengisi harimu di setiap waktu.
Seperti Langit.. dia pasti akan memberikan warna mengikuti Masa dan seperti Nada.. dia akan berdenting mengikuti kata hati.
.
.
Mengandung KONFLIK, di mohon SKIP jika tidak sanggup.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NaraY, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
12. Senggolan.
"Om Ran kenapa disini?? Nggak kerja??" Tanya Dinar saat melihat Bang Ratanca sudah berbaring di ranjang Barbie nya.
"Saya mau tidur sebentar, dek. Di mess pasti ramai sekali. Kepala saya sakit." Jawab Bang Ratanca.
Dinar meletakan telapak tangannya pada kening pria yang beberapa waktu ini selalu mengganggu pikirannya.
"Nggak demam sih. Tapi jangan lama-lama ya, Om. Sebentar lagi Ayah pasti pulang." Kata Dinar.
"Ayahmu keluar kota, pulangnya pasti sore. Tolong lah dek.. biarkan saya tidur sebentar saja. Batalyon sedang padat kegiatan, rasanya saya sudah lelah sekali."
"Masalahnya, Om Ran tau sendiri. Kamar ini Dinar pakai sama Mbak Nada. Bagaimana kalau Mbak Nada pulang dan lihat Om ada di kamar ini." Jawab Dinar.
"Bangunkan saya..!! Kamu yang lebih tau kapan Nada pulang."
...
Nada pulang dan segera masuk ke kamar. Bang Langkit yang mengantarnya pun langsung duduk di sofa dan bersandar kasar. Saat itu kepala Nada terasa pening, tubuhnya juga mendadak lelah.
Di dalam kamar, tidak biasanya ia melihat Dinar sedang tidur siang memakai selimut. Ia pun melepas kancing pakaiannya dan menatap halaman samping rumahnya. Namun matanya melihat Dinar sedang memanjat pohon mangga dan menyantap mangga muda di atas pohon.
"Lhoooo.. yang tidur disini siapa???" Nada meremas pakaiannya lalu membuka selimut di atas ranjang Dinar. "Aaaaaaaaaaaa..." Pekik Nada.
Bang Langkit yang mendengar suara teriakan kekasihnya segera berlari menuju lantai atas.
Bang Ratanca mengerjab dengan mata memerah khas seseorang yang baru bangun tidur. Ia tak paham dengan keadaan yang terjadi di sana.
"Rancaaaa??? Kenapa kamu di kamar Nadaaaa?????" Bentak Bang Langkit.
Beberapa detik kemudian kesadaran Bang Ratanca pun pulih.
"Sorry Lang. Aku nggak sengaja. Kepalaku sakit, jadi aku tidur disini." Bang Ratanca bergegas berdiri. Terlihat Nada pun sibuk membenahi kancing pakaiannya.
Dinar yang mendengar keributan tersebut ikut masuk ke dalam kamar tanpa dosa. Ia masih mengunyah mangga muda di mulutnya.
"Ada apa??" Tanyanya dengan mulut penuh.
"Astagaa.. darimana saja kau, dek. Saya tadi pesan sama kamu, bangunkan saya kalau Nada pulang. Kamu dimana?" Tegur Bang Ratanca.
"Ambil mangga. Dinar lagi pengen mangga." Jawab Dinar santai.
"Hhhhh.. kau ini benar-benar ya." Omel Bang Ratanca kemudian segera keluar dari kamar. "Maaf ya Nada, saya nggak sengaja." Langkah Bang Ratanca masih oleng.
Bang Langkit menggeleng heran kemudian mengikuti langkah sahabatnya.
:
Dinar memaksa Bang Ratanca untuk menggigit mangga muda di tangannya. Awalnya Bang Ratanca menolaknya namun setelah mengunyahnya ternyata rasa peningnya hilang dan rasa asam di mulutnya terasa sangat nikmat.
"Mangganya ada lagi, dek?" Tanya Bang Ratanca.
"Habis, Om."
"Ya sudah lah, saya panjat sendiri saja." Bang Ratanca beranjak kemudian memanjat pohon mangga di halaman samping rumah dinas Pak Navec.
:
Ploookk
"Aduuuhh.." pekik Pak Navec kemudian mendongak ke atas pohon. "Ya Tuhan, kera macam apa yang mencuri mangga ku????"
Bang Ratanca pun turun dan di semua saku seragamnya sudah penuh dengan buah mangga muda.
Pak Navec memperhatikan Bang Ratanca mulai dari ujung rambut hingga ujung kaki.
"Kali ini Ayah gagal panen mangga. Kenapa kau ambili semua mangga yang masih muda??? Tidak ikut menyiram tapi ikut memanen itu namanya codhot."
"Masih banyak yah, di atas." Jawab Bang Ratanca kemudian mengikuti Pak Navec yang sudah masuk ke dalam rumah setelah memberi beberapa arahan pada anggota piket jaga di rumahnya.
Sampai di dalam rumah, Pak Navec terkejut melihat Dinar berbaring di sofa ruang tengah.
"Kenapa tidur disini?"
"Di kamar ada Mbak Nada sama Om Langkit." Jawab Dinar jujur.
"Langkit??? Di kamar?????? Kau ini bagaimana Ran, kenapa tidak di cegah????" Pak Navec segera naik ke lantai atas dan mencari putrinya. "Nadaaaa..!!!!!!!"
Nada dan Bang Langkit tergesa-gesa membuka pintu kamar dan terlihat Pak Navec sudah geram sampai berkacak pinggang setelah melihat Nada dan Bang Langkit acak-acakan.
...
Mama Dindra mengusap punggung suaminya yang masih begitu memendam emosi melihat Nada bersama Bang Langkit di dalam kamar.
"Maafkan saya, Yah. Saya salah." Kata Bang Langkit.
"Meskipun kalian sudah proses pengajuan nikah, bukan berarti kalian bisa satu kamar bersama..!!! Kalian belum halal, dosaa..!!!" Suara Pak Navec sampai meninggi beberapa tingkat.
"Iya yah, maaf..!!"
Nada menunduk dan terisak dalam tangisnya. Dirinya tidak sanggup berkata-kata jika sang Ayah sudah marah seperti ini.
:
"Nada takut, Bang. Bagaimana kalau Ayah tau.. Nada benar-benar sudah telat haid."
Bang Langkit mendekap Nada lalu mengusap lengannya. "Kita cek dulu ke rumah sakit. Siapa tau kamu hanya stress saja karena kesibukan mu. Tapi seandainya memang kamu hamil, Abang juga senang sekali. Nanti Abang sendiri yang bilang sama Ayah."
Nada mengangguk, dirinya selalu menurut apa kata Bang Langkit dan Bang Langkit pun begitu menyukai Nada yang lugu namun juga tenang dan mudah untuk di bimbing.
***
Pagi ini kampus sedang ribut-ributnya. Mereka akan mengadakan demo terkait kebijakan pembelajaran yang tidak sesuai dengan ketentuan.
Aksi tersebut sampai pada telinga Bang Langkit dan Bang Ratanca. Jelasa saat itu Bang Langkit sangat panik mencemaskan keadaan Nada.
Disisi lain Bang Ratanca tak kalah panik sebab dirinya takut Dinar akan terbawa arus rekan-rekannya.
"Dari pihak walikota meminta bantuan dari aparat untuk menjaga situasi." Kata Danyon.
Bang Ratanca dan Bang Langkit segera berangkat untuk membantu pengamanan tersebut.
...
Orasi terlihat sangat penuh dengan provokasi. Bang Langkit sudah bisa menjauhkan Nada dari lokasi namun Bang Ratanca belum bisa menemukan Dinar yang raib entah kemana sedangkan di lokasi unjuk rasa sudah terjadi baku hantam yang tidak jelas asal usulnya.
"Dinar.. dimana kamu, dek???" Bang Ratanca mengedarkan pandangan ke seluruh sisi untuk mencari sosok Dinar. Perasaannya semakin panik saja ketika gas air mata nyaris di sebarkan oleh pihak keamanan.
Sejauh matanya memandang, tak ada sosok Dinar dan jelas hatinya semakin tak karuan. Bang Ratanca berlarian kesana kemari mencari Dinar.
Dalam kepanikan nya, Bang Ratanca melihat Dinar menepi dan bersandar pada sebatang pohon beringin tua. Nafasnya terlihat tersengal. Bang Ratanca segera berlari dan menghampiri.
"Kamu kemana saja??? Saya mencarimu kesana kemari..!!" Tegur Bang Ratanca.
"Perut Dinar sakit, Om. Tiba-tiba datang bulan." Ucap jujur Dinar.
Bang Ratanca melongok melihat bagian belakang Dinar. "Cckkkk.. ada-ada saja kamu, dek. Kenapa bisa tidak perhatikan tanggal, apa tidak rutin setiap bulannya??" Bang Ratanca segera melepas seragam luarnya untuk menutupi celana panjang Dinar yang berwarna creame.
"Bukannya tidak perhatikan tanggal, tapi telat datang. Ini saja baru datang setelah sebelas hari." Jawab Dinar santai sembari menunggu Bang Ratanca selesai melilitkan lengan seragam di pinggangnya.
Mata Bang Ratanca membulat besar mendengar jawaban Dinar. "Apa katamu???? Coba ulangi?????"
"Dinar telat datang bulan, ini baru haid lagi."
"Astaghfirullah hal adzim.......!!!!!! Kenapa nggak bilang sama saya???" Bentak Bang Ratanca.
"Om Ran butuh pembalut juga???" Tanya Dinar seakan tidak ada rasa bersalah sedikitpun meskipun dirinya masih terus meringis kesakitan.
Bang Ratanca tak menjawabnya, ia langsung mengangkat Dinar dan langsung membawa ke mobilnya. "Sammy..!!!! Cepat antar saya ke rumah sakit...!!!!!!!"
"Siap Danton.. Lho Mbak Dinar kenapa??"
"Jangan banyak tanya.. cepaaatt..!!!!!!!!" Bentak Bang Ratanca.
Prada Slamet melihat mata Dantonnya berkaca-kaca. Wajahnya mendadak pucat sepucat putri panglima.
"Ya Allah, tolong ampuni aku..!!" Gumamnya.
Prada Slamet mencuri pandang melihat tangan Dantonnya terus mengusap perut Dinar.
"Lihat apa kamu??????" Bentak Bang Ratanca lagi.
plaaaakk..
Bang Ratanca sudah hampir menghantam Prada Slamet tapi Dinar mencegahnya. "Di usap lagi.. Om..!!" Pinta Dinar.
"Iyaa.. iyaaa.." Bang Ratanca mengusap lembut perut Dinar tapi sesaat kemudian ia bersandar lemas. Pikiran dan perasaan nya seakan di permainkan.
"Perut Dinar kenapa ya, Om?" Tanya Dinar pelan.
"Kesenggol Om Ran." Jawab Bang Ratanca pelan. Tenaganya seakan habis jika harus berdebat dengan Dinar.
.
.
.
.