NovelToon NovelToon
Black Parade

Black Parade

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas Dendam / Horror Thriller-Horror / Identitas Tersembunyi / Kutukan / Misteri Kasus yang Tak Terpecahkan / Dendam Kesumat
Popularitas:3.1k
Nilai: 5
Nama Author: Sad Rocinante

Nb : konten sensitif untuk usia 18 tahun ke atas !

Parade Hitam, wabah Menari.
Kisah kelam dalam hidup dan musik.
Tentang hati seorang anak manusia,
mencintai tapi membenci diri sendiri.
Sebuah kisah gambaran dunia yang berantakan ketika adanya larangan akan musik dan terjadinya wabah menari yang menewaskan banyak orang.

------------------------------------------------

Menceritakan tentang Psikopat Bisu yg mampu merasakan bentuk, aroma, bahkan rasa dari suatu bunyi maupun suara.

Dia adalah pribadi yang sangat mencintai musik, mencintai suara kerikil bergesekan, kayu terbakar, angin berhembus, air tenang, bahkan tembok bangunan tua.

Namun, sangat membenci satu hal.
Yaitu, "SUARA UMAT MANUSIA"

------------------------------------------------

Apa kau tahu usus Manusia bisa menghasilkan suara?
Apa kau tahu kulitnya bisa jadi seni indah?
Apa kau tahu rasa manis dari lemak dan ototnya?
Apa kau tahu yang belum kau tahu?
Hahahaha...

Apakah kau tetap mau menari bersamaku?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sad Rocinante, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bagian I - Arrow And Torch

Kira-kira telah dua mingggu waktu berlalu dengan kegembiraan dan sukacita yang terjalin antara Sion dan Saroh.

Pada minggu pertama Saroh telah memohon kepada ibunya agar dia tidak perlu lagi mengantarkan Saroh pada pagi hari, mengantarkan makanan pada siang hari, maupun menjemputnya pada malam hari.

Awalnya Naisah menolak teramat sangat akan permintaan putrinya, tetapi karena keteguhan dan demi kedewasaan serta kebahagiaan putrinya Naisah pun mulai membuka hati. Dia bertanya bagaimana cara Saroh mendapatkan makanan pada siang hari jika dia tidak datang mengantarkan makanan padanya, tapi saroh mengatakan agar ibunya tenang dan tidak perlu menghawatirkannya, karena dia sudah tahu cara mengambil buah dan sayuran maupun ikan di sekitar hutan dekat rumah pohon.

Naisah kembali bertanya menggunakan gerakan tubuhnya, bagaimana Saroh bisa tahu?

"Aku memberanikan diri turun ke arah sungai Ibu, dan semuanya baik-baik saja, di sana banyak bahan makanan, jadi Ibu tidak perlu khawatir," terang Saroh berbisik kepada ibunya di dalam selimut sembari mengunyah roti karena telah terdengar suara botol dari balik kamar mereka.

Malam yang panjang mereka lalui dengan perdebatan dan adu pendapat antara Naisah dan Putrinya, yang mana pada akhirnya dia tidak mampu menolak sedikitpun permintaan putrinya itu.

'Memangnya siapa aku sehingga mampu menolak permintaan malaikat ini,' bisik Naisah dalam hati.

***

Hari-hari Saroh lalui dengan kebahagiaan bersama Sion, dan kini tiada lagi rasa takut dalam benaknya, yang ada hanya rasa syukur dan cinta yang semakin tumbuh tanpa dia sadari telah mengakar tunggang menembus hatinya. Senyum dan tawa telah menopang jiwa bagaikan batang pohon pinus, menyebar kemana-mana bagaikan ranting pohon oak, kenyamanan dan kebahagiaan semakin rindang bagaikan pohon beringin tua yang entah di mana. Yang pasti, dua insan telah terikat dalam kisah cinta klasik duniawi.

Waktu berjalan menembus hari dan minggu, cinta menebal dalam waktu yang singkat, hati yang kesepian dan kosong mulai penuh akan detakan tak menentu, pandangan semakin tak mampu memalingkan diri dari seseorang yang selalu saja menari di dalam hati.

Pada suatu hari pada minggu ke dua kebersamaan mereka, dalam tulisan Sion mengungkapkan perasaan nya, dengan harapan Saroh dapat membacanya suatu saat nanti ketika dia sudah dapat membaca dengan baik.

Setiap harinya dengan tekun Sion mengajari Saroh cara menulis dan membaca dibarengi berjalan-jalan di sekitar hutan sebagai sarana baginya memberitahukan cara menulis semua hal yang Saroh ingin tahu nama-namanya, memang banyak hal juga yang tidak dapat dituliskan oleh Sion karena rasa penasaran Saroh yang terlalu banyak.

Hingga, pada hari ke tiga minggu ke dua perkembangan menulis dan membaca Saroh teramat membingungkan bagi Sion, Saroh sungguh dengan cepat mengerti akan segala hal yang Sion ajarkan kepadanya, pada minggu pertama dia sudah dapat menulis huruf dan kata walau masih lambat, dan pada minggu ke dua dia sudah dapat mengeja semakin baik hingga dapat membaca. Sungguh filsuf yang terlahir dalam tubuh yang anggun.

Hari terus berlalu cepat hingga mencapi bulan kedua yang indah, dimana perasaan mereka semakin erat dan cinta terus tumbuh lebih tinggi dan tinggi setiap detiknya.

Puncaknya adalah pada tanggal 15 di Bulan Agustus, Sion yang telah tak tahan akan kekaguman dan cinta terhadap Saroh yang sudah tak terbendung lagi, begitu pula Saroh yang membuka hati pada orang lain untuk pertama kalinya merasakan sesuatu terhadap Sion, Sesuatu yang mirip dengan rasa sayangnya terhadap Ibunya tetapi ini lebih luar biasa lagi.

Pada pagi hari mereka saling menatap dan berbagi senyum tanpa sepata katapun, hanya berbalas tulisan berisi kekaguman akan satu sama lain, pada Siang hari mereka berkeliling hutan dan menikmati setiap kemuliaannya yang menambah tinta-tinta cinta dalam hati mereka, sore hari pun tiba tak terasa malam akan segera menyapa, sungguh perpisahan terasa lebih berat dari hari-hari biasanya.

Sebagai perpisahan terakhir untuk hari ini, Sion mengajak Saroh untuk menari pelan bersamanya mengarungi lautan cinta dan hangatnya mentari sore. Semakin pelan dan mesra mereka menari semakin besar pula cinta yang tumbuh, getarannya sampai membuat dada sesak, harus segera di ungkapkan atau jantungnya bisa berhenti berdetak tak mampu lagi menahan.

Hati semakin membawa mereka dalam mimpi dan mewujudkannya dalam setiap tarian yang tercipta atas nama cinta, merayu mereka semakin jauh, lupa waktu, malam hari telah datang mengganggu.

Dari timur, dewi cinta mengutus ratusan kunang-kunang menerangi hati suci dibasuh oleh bisikan angin melambai pelan dari balik pohon dan bunga-bunga, alam semesta mendukung takdir agar segera terukir.

Malam semakin merayu, cinta dalam tarian bertumbuh menjadi hasrat, sepanjang sungai menjadi terang oleh cahaya kunang-kunang, terbang menari bersama mimpi.

Dua insan bercumbu dalam dahaga, setiap inci kulit ikut menikmati dalam keringat beraroma keju, bersatu padu dalam cinta, berbalas senyum dan kecupan basah, pelukan menghubungkan detak jantung tak terhalang oleh raga.

"Matamu yang indah lebih cerlang dari pada siang hari, kegelapan akan menjadi terang seperti pagi hari," bisik Sion mesra mencumbu Saroh tepat di telinga.

"Aku selalu mengucap syukur kepada dewi cinta ku, setiap kali aku mengingat engkau dalam tidurku," balas Saroh memeluk erat kekasihnya dengan napas hasrat bahagia.

"Sesungguhnya bukan kamu yang memilihku, melainkan aku yang memilihmu, walau dengan nyawaku hilang setengahnya, demi senyum menetap di bibirmu, aku kan tetap di hatimu, menggantikan lukamu meski sepuluh, seratus, seribu. Berlipat aku tak ragu." Sion menatap jauh kedalam mata Saroh, tiada tanding, sungguh cinta lebih indah dari permata. "Setakut apapun aku terjatuh,  tetapi mengatakan aku cinta padamu kepada orang yang aku cintai adalah hal paling indah di dunia ini, " lanjut Sion.

"Aku mencintaimu." Saroh mencium kekasihnya penuh cinta. "Kau harus mengembalikannya," lanjut Saroh, mengikat janji.

"Pasti akan selalu kukembalikan," janji Sion mengakhiri malam yang indah.

Malam yang singkat mereka lalui dengan mesra dalam cumbu dan hasrat memadu kasih, memanen keringat bersama di bawah sinar bulan yang tak sungkan-sungkan menampakkan seluruh dirinya.

Sungguh nyatalah Cupid menunjukkan dirinya dengan simbol panah dan obor, karena cinta itu menusuk sampai ke hati seperti panah, dan menerangi jiwa serta memberinya kehangatan seperti obor.

***

Sehabis menjalin kasih, Sion mengantarkan Saroh untuk pulang kerumahnya karena hari sudah lewat malam.

Dalam perjalanan secara tiba-tiba sekelompok cahaya obor datang menghampiri mereka, di antaranya adalah para pengawal dan prajurit kerajaan berpakaian lengkap seperti parade saja. Saroh yang sangat ketakutan hanya bisa bersembunyi di balik punggung kekasihnya, sementara orang-orang itu berlingkar mengelilingi mereka seperti sedang mengutuki penjahat saja.

"Siapa kalian, dan mau apa dengan kami?" bentak Sion memecahkan keheningan malam.

Salah satu dari prajurit itu berteriak memerintah yang lainnya.

"Segera tangkap!"

Dengan cepat para prajurit lainnya memisahkan Sion dan Saroh serta mengikat tangan mereka ke belakang.

Sion mencoba melawan dan memukuli prajurit yang menyentuh Saroh, tetapi sayangnya sebuah pukulan dari salah satu senjata prajurit mengenai Sion tepat di kepalanya, membuat Sion dengan seketika tak sadarkan diri.

"Apakah ini orangnya?"

"Hei orang tua sialan," bentak pemimpin prajurit kepada seorang yang sedang mabuk di belakang para rombongan.

Dia adalah seorang pria tua kurus kering, berusia sekitar 60 tahun lebih dan dia sedang mabuk berat tentunya.

"Apakah benar ini orang yang kau maksud?" tanya pemimpin prajurit itu kembali.

"Haheueaaa ya ya dia menyanyi lalala penyanyi hihihi," Pria mabuk itu tertawa tidak jelas dan memukulkan botol minumannya ke kepala salah seorang prajurit hingga meneteskan darah.

"Hahaha ... hahaha ..."

"Dasar sampah sialan!"

Prajurit yang terkena pukulan membalas mengancam Si Tua dengan menodongkan senjata tepat ke dalam mulut nya.

"Hei hey berhenti, biarkan dia pergi," perintah sang pemimpin melerai bawahannya.

"Ini upahmu, Kakek Tua."

Pemimpin prajurit melemparkan kantong berisi Dua belas franch sebagai bayaran atas informasi yang Si Kakek berikan, karena jika melaporkan para pelanggar hukum maka sang pelapor akan diberi upah sebesar empat franch untuk satu orang terdakwa, sedangkan Kakek Tua memberikan tiga tersangka, yaitu Saroh, Sion, dan Naisah, Ibu nya.

Saroh terdakwa atas tuduhan melanggar hukum dengan cara bernyayi atau bermusik, sedangkan Sion dan Naisah juga ikut andil dalam menutup-nutupi tentang dosa haram jadah yang telah Saroh lakukan. Tak termaafkan.

"Apa benar kamu telah melanggar hukum Sang Raja, wahai engkau wanita terkutuk?" tanya Pemimpin mendesak.

Naisah yang melihat putri manisnya sedang dalam mara bahaya menangis senduh, pipinya telah dibanjiri banyak air mata mencoba memberi tahu agar Saroh mengatakan tidak dengan cara menggelengkan kepalanya. Saroh yang melihat ibunya hanya menangis terdiam menutup mulutnya rapat.

"Cepat jawab atau ibumu ini akan kami gantung saat ini juga," bentak sang pemimpin.

Namun, saroh hanya menggelengkan kepala seperti perintah ibunya.

"Oh baiklah jika itu maumu, prajurit cepat ikat lehernya dan gantung di pohon itu!"

"Baik, Pak!"

Seorang prajurit dengan cepat menarik Naisah ke arah pohon dan mengikatkan sebuah tali gantung di leher Naisah.

Ketika tali akan segera ditarik, tiba-tiba Saroh berteriak.

"Ya aku menyanyi, aku selalu menyanyi, aku menyanyi ..., pada pagi hari aku menyanyi, siang dan malam juga aku menyanyi, aku sungguh-sungguh menyanyi, huaaa ...." Saroh menjerit tak tahan melihat penderitaan yang akan ibunya terima.

"Segera tangkap mereka dan jebloskan ke penjara, hukum gantung akan menunggu perintah dari kerajaan," ujar sang pemimpin.

"Baik, Pak!"

Para prajurit memberi hormat dan menyeret ketiga orang penjahat itu dengan paksa.

Ketika mereka bertiga akan diarak sampai ke penjara kota, Si Kakek Tua masih tertawa-tawa melihat uang yang dia terima pasti bisa membeli banyak sekali minuman baginya.

Untuk yang terakhir kalinya, dia mencium kening Saroh dan Naisah sebagai salam selamat tinggal dan terimakasih.

***

Malam berlalu dan pagi hari yang cerah datang bertamu. Sion membuka matanya terbangun dari tidur sembari merasa sakit yang teramat masih dia rasakan pada kepalanya. Sangat terkejutnya dia karena terbangun di dalam sebuah kereta kuda bersama ibunya yang telah menunggu kesadarannya.

"Di mana ini?" tanya Sion.

"Tenang, nak, kita akan segera pergi," jawab Frances, ibunya.

Penuh kecemasan Sion berteriak, "Saroh! Saroh bagaimana?"

"Sudah lupakanlah dia, mungkin jika ibu tidak menyelamatkanmu dengan membayar mahal pada serdadu bajingan itu, kau bakalan berakhir di tali gantungan." Frances berbisik agar kusir yang membawa mereka tidak tahu bahwa Sion adalah buronan.

"Tapi Saroh adalah cintaku, aku sudah berjanji melindunginya sampai mati, aku sudah ahhhh ...." Kepala Sion kembali sakit dan akhirnya dia pingsan kembali.

***

Sementara itu Saroh dan ibunya masih di dalam kurungan yang berbeda satu sama lainnya. Ketika terbagun, kaki mereka telah dalam keadaan dipasung dan terikat.

Samar-samar dari balik tembok kurungan terdengar beberapa orang sedang berbicara.

"Beruntungnya kita mendapatkan tiga orang sampah hari ini, walau gadis itu sangatlah cantik tapi tetap saja kalian tidak boleh menyetubuhinya, karena jika sampai dia mengandung maka kita akan lebih kesusahan lagi. Dan sebentar lagi dalam tiga bulan kedepan kita akan dapat bayaran yang besar dari kerajaan, apalagi pria brengsek itu telah ditebus dengan bayaran yang gila oleh ibunya. Oh ya, dan ingat jangan sampai kalian memberitahukan bahwa kita telah melepaskan salah satu tahanan, atau kita akan digantung juga."

"Kalian dengar?"

"Baik, Monsieur," jawab yang lainnya.

Kira-kira begitulah isi percakapan yang bisa Saroh dengarkan.

Hukuman bagi penantang Raja bukanlah main-main, setiap pembunuh, pemerkosa, pencuri, pelacur, dan yang paling haram yaitu pemusik pasti akan dihukum gantung jika ketahuan.

Setiap upacara hukum gantung dilaksanakan ketika pemeriksaan pajak setiap tiga bulan yang rutin dilakukan, semua itu agar hukuman bagi penjahat dapat disaksikan oleh seluruh pengisi kota ketika berkumpul dalam penyerahan harta, dan juga agar mereka tahu bahwa hukum Raja itu tidaklah main-main, bahkan sampai hari itu sudah ada ratusan orang yang telah dihukum gantung di seluruh penjuru negeri.

Namun, karena Saroh dan ibunya tertangkap pada bulan pengumpulan harta baru saja berakhir seminggu lalu, sehingga hukuman gantung bagi mereka harus ditunda sampai tiga bulan ke depan, dan selama penundaan mereka harus selalu di kurung dan dipasung sebagai penebusan dosa.

Sebenarnya gereja-gereja menentang keras hukuman ini, tetapi karena kekerasan hati sang Raja dan besarnya biaya yang ditumpahkan terhadap gereja, tidak ada satu hal pun yang dapat gereja lakukan.

Selagi mereka kenyang, maka dosa bisa dibicarakan.

***

Cupid sang dewa cinta kembali menunjukkan keagungannya, seperti simbol dirinya yaitu panah dan obor.

Cinta itu menusuk sampai ke hati seperti panah, tetapi panah itu juga bisa melukai dan merobek hati itu sendiri, cinta memang dapat menerangi jiwa serta memberinya kehangatan seperti obor, tetapi apinya justru bisa membakar hati itu sendiri.

Begitulah cinta, madu dan racun adalah suatu hal yang selaras berdampingan di dalamnya.

1
Sulis Tiani Lubis
negeri yang dibalik?
SAD MASQUITO: gimana? hahaha
total 1 replies
L'oreal ia
jadi bacaan cewek cocok, apalagi cowok.
pokoknya netral dah, baru kali ini ketemu novel klasik kayak novel terjemahan aja
Gregorius
thor, Lo gila kayak pas nulis ini
Anonymous
lupa waktu jadinya
hopitt
alur cerita penuh warna, tidak monoton, naik turun kayak mood gw wkwk
Kyo Miyamizu
cerita ini bikin segala macam perasaan muncul, dari senang sampai sedih. Gila!
SAD MASQUITO: terima kasih kawan atas kesediaannya membaca novel saya
SAD MASQUITO: terima kasih kawan atas kesediaannya membaca novel saya
total 2 replies
AmanteDelYaoi:3
Mendebarkan! 😮
SAD MASQUITO: terimakasih banyak, kakak pembaca pertama saya, akan saya ingat.
izin screenshot ya kak 🥰
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!