NovelToon NovelToon
Seharusnya

Seharusnya

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Diam-Diam Cinta / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:9.4k
Nilai: 5
Nama Author: Lu'lu Il Azizi

Tentang sebuah perasaan dan liarnya hati ketika sudah tertuju pada seseorang.
Rasa kecewa yang selalu menjadi awal dari sebuah penutup, sebelum nantinya berimbas pada hati yang kembali merasa tersakiti.
Semua bermula dari diri kita sendiri, selalu menuntut untuk diperlakukan menurut ego, merasa mendapatkan feedback yang tidak sebanding dengan effort yang telah kita berikan, juga ekspektasi tinggi dengan tidak disertai kesiapan hati pada kenyataan yang memiliki begitu banyak kemungkinan.
Jengah pada semua plot yang selalu berakhir serupa, mendorongku untuk membuat satu janji pada diri sendiri.
”tak akan lagi mencintai siapapun, hingga sebuah cincin melekat pada jari manis yang disertai dengan sebuah akad.”
Namun, hati memanglah satu-satunya organ tubuh yang begitu menyebalkan. Untuk mengendalikannya, tidaklah cukup jika hanya bermodalkan sabar semata, satu moment dan sedikit dorongan, sudah cukup untuk mengubah ritme hari-hari berikutnya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lu'lu Il Azizi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

12. Wanita hebat

Pukul dua siang lewat dua belas menit aku menunggu Ain di timur gerbang pondok. Sebatang rokok sudah menyala, aku duduk pada trotoar, bersebelahan dengan roda depan motor. Ain muncul dari dalam gerbang, kerudung hitam, terusan hitam lalu sendal swallow biru melekat pada kakinya, dia berjalan ke arahku bersama temannya.

”sudah lama mas...”dia menyapa.

Kali ini tidak ada jabat tangan, mungkin dia takut kena bully lagi. Setelah kejadian di kondangan itu, Ain memberitahu teman sekamar jika aku adalah kakaknya. temannya terlihat mengamati ku.

”satu jam lebih! Sudah mulai tumbuh akar di sekitar sepatuku.”jawabku tanpa mengubah posisi. Sedikit mendongak, memandang wajah biasa Ain, dia berdiri tepat di depanku.

“goroh!”ucapnya mencibir.

”yeee... dapat cemilan.”lanjutnya bicara, bertingkah random saat melihat kantong plastik putih bening berisi snack yang tadi aku beli, tergantung di leher motor. Wajah manjanya merekah, aku mengambil nafas panjang, menahan debaran. Hati! Sabar...

Mobil avanza warna kuning berhenti tidak jauh dari posisi kami. Membuat pandangan kami bertiga otomatis tertuju pada arah sama, penasaran siapa yang akan turun dari sana.

Aku kembali melirik Ain.”mana helm mu dek.”tanyaku cukup canggung. Karena merasa malu berjalan kesini sendiri dia sengaja tidak membawa helm dan lebih memilih mengajak teman untuk menemaninya, jadi nanti dia harus masuk lagi untuk mengambil helm sekaligus mengantar temannya kembali. Teman Ain hanya tersenyum, mematung mendengarkan obrolan singkat kami.

”dia anak kelas satu SMA kan? Kamarnya di sebelah kita.”teman Ain akhirnya ikut bersuara, memandang sosok santriwati yang baru saja turun dari pintu mobil lewat pintu kiri dengan satu kardus besar serta tas ransel yang terlihat penuh. Aku dan Ain pun juga memandang ke arah yang sama.

”itu mbak Laras Kan? senior kita yang akan lulus tahun ini.”Ain juga berkomentar, dia sepertinya kenal dengan sosok kedua yang keluar dari pintu mobil sebelah kanan.

”kau kenal?”tanyaku pada Ain, aku cukup kaget. Dunia serasa mengecil, batinku.

“Cuma sekedar kenal saja mas, mayoritas anak kampus juga pasti kenal. Cantik, prestasinya bagus, terlebih lagi dia sangat aktif dalam aktifitas kampus.”jawab Ain, berwajah kagum.

Aku mengangguk setuju,”terlebih lagi hidungnya mancung, gak kayak sebelahku.”ucapku berniat menggoda Ain. Seketika dia melotot ke arahku, bersiap menyerang dengan tangannya.

”lho... kok disini mas?”wanita yang di bicarakan Ain adalah anak pak Herman, aku juga baru tau kalau ternyata namanya Laras, dia melihatku karena jalan menuju gerbang searah dengan trotoar tempat kami bertiga berdiri.

”iya mbak. Ternyata kamu masih kuliah, mbak?”jawabku sekaligus bertanya, karena melihatnya memakai seragam sama yang biasa di pakai Ain.

Ain dan temannya nampak bingung, bagaimana bisa aku kenal dengan wanita hebat di kampusnya. Mungkin hal itu yang ada di pikiran mereka berdua. Ketika Laras mengajakku berjabat tangan, aku melirik ke arah Ain, tidak mungkin aku menolak tawaran itu. Ain mengurungkan niat untuk menyerangku.

Karena setelah ini aku punya janji dengan Laras, akupun memberi penjelasan padanya kenapa aku bisa disini termasuk tentang ban bocor ku kemarin. Ain dan temannya cuma menyimak, teman Ain masih bingung sedangkan Ain sendiri memasang raut wajah yang menurutku aneh, matanya penuh dengan tanda tanya. Pikiranku mulai membuat asumsi.

Laras menawarkan tumpangan padaku, untuk sekalian berangkat bersama, aku paham dengan maksudnya. Hatiku berdebar, bukan karena tawarannya. Namun karena takut jika Ain berfikir lain. Lagi, aku melirik ke arah Ain, dia hanya diam. Tapi aku juga tidak bisa membuat alasan untuk menolak tawaran Laras.

“terima saja mas, kan lumayan buatku. Gak jadi repot.”Ain menyela sebelum aku menjawab, dia tersenyum. Namun aku tau, sangat tau. Senyum Ain tidak seperti itu.

“sini dek, aku bawain tas sekaligus kardus itu masuk.”tiba-tiba Ain sibuk sendiri, menawarkan bantuan pada adik Laras, berdiri mematung dengan tas ransel yang dia senderkan pada kaki, dia mengangguk.

Dengan cekatan Ain segera mengambil kardus itu, lalu menaruhnya pada motor juga tas ransel yang dia taruh di atas kardus, di bantu oleh adik Laras tentunya. Sebelum dia pergi masuk dengan motornya, entah kenapa dia memberi ku isyarat untuk pamit dengan posisi tangan seperti yang biasa kami lakukan. Aku mengiyakan, terasa cukup kuat cengkeramannya pada jariku, dia juga menempelkan kening seperti biasa.

“hati-hati mas.”pamitnya langsung pergi dengan senyum palsu dan terkesan tergesa-gesa. Meninggalkan temannya setelah menyuruh untuk berjalan masuk bersama adik Laras. Mungkin, hanya aku yang menyadari perubahan itu.

Aku resah, hatiku cukup berdebar, pasti Ain berfikir macam-macam. Batinku.

***

Aroma buah pada parfum mobil bercampur dengan aqua kiss, parfum yang di pakai Laras, begitu terasa. Namun aku tidak merasa nyaman menikmatinya, pikiranku masih menerka kejadian barusan. Apa maksud tingkah Ain tadi, apa dia cemburu. Aku sedikit tersenyum saat berfikir tentang kemungkinan itu. Namun jika teringat ekspresinya tadi, aku juga menjadi takut.

Nafas panjang ku buang kasar...

“apa benar mbak yang tadi panggilannya Ain. Mas?”tanya Laras membuka obrolan, kedua tangannya memegang setir, beberapa jarinya membuat sebuah ketukan, berirama mengikuti musik yang bersenandung di dalam mobil."benar, mbak kenal?”jawabku melirik ke arah wajah cantiknya.

“adikku sering bercerita tentang dia. Katanya, mbak Ain adalah guru favoritnya.”lanjutnya menjelaskan dengan pandangan sepenuhnya fokus pada jalan. Lesung pipi yang sesekali muncul menambah daya tarik pada wanita yang sedang memberiku tumpangan ini.

Aku tersenyum mendengar itu, selanjutnya dengan sengaja aku mengarahkan pembicaraan kami agar Laras terus menceritakan keseharian adiknya di pondok. Beberapa kali nama Ain masuk di dalam cerita itu, sepanjang perjalanan aku jadi tau lebih banyak sisi Ain saat di pondok.

“Pesek Ku hebat.”batinku merasa ikut bangga.

Tidak tau karena apa, aku merasa ekspresi kami berbeda. Aku sempat melihat raut wajah kesal yang sedang di sembunyikan oleh laras. Apa aku terlihat seperti lelaki aneh? Aku jadi teringat dengan kejadian waktu kami berjabat tangan malam itu, semoga aku tidak mendapat kesan buruk darinya.

Sekitar 20 menit, akhirnya kami sampai. Mobil Laras masuk ke dalam halaman berukuran sedang, tidak terlalu luas. Kami turun dari mobil, aku turun lebih dulu dan mengamati sekeliling. Karena merasa sungkan jika harus menyalakan rokok, aku ijin sebentar padanya, menuju ruko seberang jalan bermaksud merokok sebentar sambil membeli minuman dingin.

Calon toko baru ini lokasinya memang strategis, berada pada jalan utama dan dekat dengan kampus. Meski untuk sekarang bangunannya masih terlihat menyedihkan jika di lihat dari pinggir jalan, kotor.

Saat aku kembali, Laras sudah berdiri di depan rolling door yang baru dia buka, mengamati ruangan kosong, penuh debu juga sarang laba-laba. Aku segera menyusul dan berdiri di sampingnya. Bau pengap terasa menusuk, mungkin karena sudah lama tidak ada sirkulasi udara, aku juga ikut mengamati.

“mari duduk di teras saja mbak.”ajak ku, sekaligus menawarkan minuman yang baru ku beli. Aku tidak tahan dengan pengap nya, mungkin Laras juga merasakan hal yang sama, sedari tadi dia menutupi hidung mancungnya dengan tangan kiri, dia mengangguk setuju.

Tujuanku ikut kesini karena pak Herman meminta pendapatku tentang bagaimana desain gambaran kasar untuk penataan rak dan lain-lainnya, aku tidak menyangka jika anaknya yang langsung terjun ke lapangan.

Setelah kami mendapatkan posisi pas, duduk persis di sebelah tiang penyangga teras beralaskan kardus bekas yang aku temukan di sekitar. Kami memulai obrolan, Saat aku di seberang jalan tadi, aku mengamati dan mendapat sedikit gambaran kasar. Obrolan kami cukup panjang, bukan cuma tentang desain toko dan pekerjaan yang kami bicarakan. Tapi, ada perbedaan yang jelas terlihat, saat kami membahas pekerjaan, Laras akan lugas dan piawai dalam menjelaskan. Namun saat obrolan kami berganti tentang kesehariannya, gaya bicara Laras berubah menjadi sedikit kikuk dan dia mendadak berubah jadi pendiam. Satu hal yang konsisten darinya adalah nada bicara, selalu kalem.

Tapi, ketika candaan ku mulai bisa Laras nikmati, gaya bicaranya perlahan menjadi lebih santai. Bahkan berapa kali dia melempar sikut pada lenganku, terutama ketika aku bercanda tentang berapa banyak pahlawan gagah yang rela saling berdarah-darah untuk wanita secantik dia.

Bising kendaraan menjadi musik alami pengiring obrolan kami siang menjelang sore ini. Sebelum akhirnya kami masuk mobil dan berpisah setelah aku turun di tempat tukang tambal ban.

1
Riyana Dhani@89
/Good//Heart//Heart//Heart/
mr sabife
wahh alur ceritanya
mr sabife
luar biasa ceritnya
mr sabife
bagus dan menarik
mr sabife
bgusssss bnget
mr sabife
Luar biasa
queen.chaa
semangat terus othorr 🙌🏻
Charles Burns
menisan 45menit biar setengah babak
Dale Jackson
muach♥️♥️
Dale Jackson
sedang nganggur le
Mary Pollard
kelihatannya
Wayne Jefferson
gilani mas
Wayne Jefferson
siap ndoro
Alexander Foster
mubadzir woii
Alexander Foster
mas koprohh ihhh
Jonathan Barnes
kepo kek dora
Andrew Martinez
emoh itu apa?
Andrew Martinez
aku gpp kok kak
Andrew Martinez
kroco noob
Jonathon Delgado
hemmbbbb
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!