Bertahan Sakit Berpisah Sulit

Wanita yang dicari-cari Adrian, sedang bersiap pergi sendirian ke Bali. Di bandara, Saddam mengantarkan keberangkatan Alina.

"Rencana kamu dadakan gini, Alina. Aku nggak bisa temenin kamu, besok kerjaan numpuk."

"Ya... tadinya emang mau ke puncak aja gitu. Tapi dipikir-pikir kapan lagi aku punya banyak waktu libur. Meskipun aku kerja di Perusahaan Papaku, tapi Ibu tiriku sering so' berkuasa. Aku nggak bisa berkutik, cuman bisa nurut aja."

"Kenapa nggak mandiri sejak dulu, kamu udah kerja kenapa nggak misah rumah dan keluar dari keluarga mu yang toxic itu."

"Yeeee, keenakan mereka dong. Rumah itu ada hak milik Ibuku, jadi aku nggak mau pergi dari rumah kecuali aku yang ngusir mereka."

"Enggak ada ide buat ngusir Ibu sama adek tirimu."

"Coba cariin aku ide, entar kalo udah nemu idenya.... kasih tahu aku!" Alina malah terkikik geli.

"Dasar! Kenapa aku harus ikut mikirin urusan mu sih?!" Saddam berdecak, namun bibirnya tersenyum tipis.

"Katanya nunggu jandaku, jadi kalo mau jadi pasanganku... kamu harus jadi pria seperti Flynn dalam cerita Rapunzel, karena aku adalah Rapunzel yang menghabiskan waktu 9 tahun terjebak di dalam rumah yang terasa seperti neraka." Alina memasang wajah jahil.

"Jangan terlalu mendramatisir hidupmu, Alina. Kau sendiri sadar... jika kau sendiri lah yang tidak mau pergi dari neraka itu. Lalu sekarang, kau malah masuk ke kehidupan neraka lainnya yaitu pernikahan... semua itu hanya demi seorang lelaki! Apa pantas Adrian mendapatkan pengorbanan mu ini, Alina?"

Mata Alina menerawang, "Adrian sangat pantas mendapatkan nya, aku ingin membalas semua jasanya padaku dulu. Saddam... ada suatu waktu dimana Adrian menjadi penerang dalam jalanku yang gelap, dia adalah matahari-ku, sinarnya begitu menyilaukan hatiku. Satu tahun yang paling membahagiakan dalam hidupku saat aku bersamanya. Dengan pernikahan ini... aku akan membalas kebaikannya itu."

Saddam sudah mendengar seluruh cerita tentang hubungan Alina dan Adrian juga tentang kehidupan Alina setelah Mama Alina meninggal. Dimana kehidupan Alina tidak lah mudah di usia wanita itu yang masih remaja. Ketika itu Adrian bagai pelindung bagi Alina, lelaki itu menjadi sosok Ayah, Kakak, bahkan menjadi sosok kekasih meski mereka tidak pernah menjalin hubungan.

Alina tidak pernah kekurangan kasih sayang dan perhatian selama setahun dia berada dekat dengan Adrian, baru lah setelah kepergian Adrian ke luar negeri rasa kesepian mulai menghampiri Alina. Meski komunikasi mereka lancar di masa 6 tahun LDR dan sesekali Adrian pulang di waktu liburan, namun rasanya tidak sama seperti satu tahun mereka selalu bersama-sama.

Sosok Adrian begitu baik hati, perhatian juga penyayang. Enam tahun lelaki itu diluar negeri, Adrian masih menyempatkan waktu untuk memberi kabar di tengah kesibukan kuliahnya.

Sekarang, apakah hubungan mereka berdua akan benar-benar berakhir karena saling menyakiti?

"Sudahlah, biarkan semua hidupku di jalan takdirnya sendiri... aku pamit," Alina menarik kembali ingatan tentang Adrian, selama dua minggu ke depan dia akan menenangkan diri dan menata hati seorang diri.

"Kabari aku setelah sampai, kartu ponsel baru mu sudah aku aktifkan tadi." Ujar Saddam seraya melambaikan tangan.

Alina hanya menjawab dengan anggukan, lantas membalas lambaian tangan Saddam.

.

.

Setelah pertemuan dengan temannya, Adrian menyewa seseorang. Orang yang dia sewa untuk mencaritahu keberadaan lelaki yang mengaku tidur bersama Alina, juga mencari keberadaan Alina.

Adrian sudah berada di rumahnya sendiri, terpaksa dia pulang seraya menyeret kopernya.

"Adrian, kenapa pulang? Pak Agra bilang kalian akan pergi bulan madu, mana mantu Mama?" Mama Adrian mengerenyitkan kening menatap penuh pertanyaan pada anak sulungnya.

"Adrian minta jangan ganggu Adrian dulu, Mah. Ada sedikit masalah antara Adrian dan Alina, jadi... biarkan Adrian mengurus masalahnya dulu, baru nanti Adrian bicara pada Mama semuanya. Adrian mohon..."

Mulut Mama Adrian mengatup rapat, dia tahu sifat putranya. Jika ada masalah, Adrian akan membutuhkan waktu lama untuk kembali membaik.

"Mama nggak akan ikut campur urusan rumah tangga kalian, tapi ingat ini nak... Alina adalah mantu idaman Mama, jangan pernah menyakitinya. Meski dia bukan putri dari Pak Agra, Mama memang sangat menyayanginya. Jadi, jangan kecewakan Mama dan Ayah mu."

Adrian hanya mengangguk lesu, dia membawa koper masuk ke dalam kamarnya.

"Lin... aku memang belum mengerti apa yang terjadi 2 tahun lalu, tapi aku sekarang yakin kamu adalah perempuan baik-baik. Aku yang salah... aku brengsek karena nggak mengkonfirmasi padamu lebih dulu sebelum aku memutuskan komunikasi kita. Lin... tahukah kamu, dua tahun ini hidupku terasa tak berarti. Aku sekarang menyadarinya, ternyata hubungan ku dan Sherin... hanyalah pelampiasan ku saja dan tak ada kebahagiaan di dalamnya. Kebahagiaan ku hanya bersamamu, sejak dulu..."

"Sepertinya aku harus memutuskan hubungan dengan Sherin secepatnya... agar aku bisa memperbaiki hubunganku dengan mu, Lin."

Adrian menaruh koper di dekat lemari, dia membuka pintu tempat pakaiannya itu lalu menarik sebuah kotak tempat dia menyimpan benda-benda serta foto-foto kenangan nya bersama Alina.

Lelaki itu duduk di tepi ranjang, membuka penutup kotak dan menarik sebuah foto saat dia dan Alina sedang liburan di pantai. Mereka saling bertatapan dengan tertawa bahagia. Waktu itu tak ada rasa benci dan hanya ada rasa sayangnya pada Alina.

Bulir-bulir airmata membasahi foto, Adrian terisak tergugu sembari mengusap wajah cantik Alina yang nampak bahagia di dalam foto. Pria yang sedang menangisi kebodohan nya itu membawa foto ke bibirnya kemudian mengecup wajah Alina.

"Aku mencintaimu... Alina..."

.

.

Seminggu berada di Bali sendirian, benar-benar membawa ketenangan bagi Alina. Dia berpergian ke setiap tempat yang menjadi Destinasi di Bali, seperti pergi ke Pantai Kuta, Ubud, Pulau Nusa Penida.

Kini, wanita berusia 26 tahun itu sedang berada di Pulau Nusa Penida dan menikmati kuliner di salah satu restoran favorit para pelancong seperti dirinya.

"Alina..."

Tak jauh tempat Alina duduk menikmati makanan nya, seseorang tersenyum sumringah sebab akhirnya bisa bertemu kembali dengan wanita itu. Dengan langkah pasti, lelaki itu berjalan ke arah wanita yang sudah memenuhi seluruh hatinya.

Di tempat Alina tinggal selama di Pulau Nusa Penida, seseorang baru saja turun dari mobil yang dia sewa saat dirinya berada di Bali. Mata pria itu menatap penuh binar pada Villa yang disewa Alina, wajahnya penuh dengan tekad yang kuat.