NovelToon NovelToon
ALTAIR: The Guardian Eagles

ALTAIR: The Guardian Eagles

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Fantasi / Fantasi Timur
Popularitas:17.7k
Nilai: 5
Nama Author: Altairael

[MOHON DUKUNGAN UNTUK CERITA INI. NGGAK BAKAL NYESEL SIH NGIKUTIN PERJALANAN ARKA DAN DIYAN ✌️👍]

Karena keserakahan sang pemilik, cahaya mulia itu pun terbagi menjadi dua. Seharusnya cahaya tersebut kelak akan menjadi inti dari kemuliaan diri si empunya, tetapi yang terjadi justru sebaliknya---menjadi titik balik kejatuhannya.

Kemuliaan cahaya itu pun ternoda dan untuk memurnikannya kembali, cahaya yang telah menjadi bayi harus tinggal di bumi seperti makhluk buangan untuk menggenapi takdir.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Altairael, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

NYARIS CELAKA

Diyan bukan penakut. Dia tidak pernah percaya dengan yang namanya hantu, makhluk halus atau yang semacamnya. Bahkan, bersama gengnya dia sering kali berbuat iseng, mendatangi bangunan-bangunan tua, pemakaman, dan tempat-tempat angker lainnya di malam hari hanya untuk seru-seruan.

Akan tetapi, semua itu dilakukan dengan sengaja dan dalam keadaan sadar, tidak sendirian pula sehingga yang dirasakan pun bukan sensasi menyeramkan atau takut, melainkan asyik dan menantang.

Beda halnya dengan yang Diyan alami sekarang. Kali ini, dia seolah-olah berpindah begitu saja, lalu mendarat di tempat asing yang sangat sunyi. Sendirian berdiri tepat di hadapan bangunan tua yang terkesan angker, tanpa pencahayaan selain sinar redup bulan, yang ada di sekitar pun hanya semak belukar dan pepohonan besar nan tinggi. Jika dia mengatakan tidak merasa ngeri sama sekali, itu bohong.

Sedari tadi dia terus menoleh ke sana-kemari, menyelisik sekitar dengan pandangan untuk mencari-cari perempuan pemilik suara yang barusan memberinya peringatan. Namun, tidak ada tanda-tanda keberadaan orang lain di tempat itu.

Karena tidak menemukan apa yang dicari, Diyan pun kembali menatap rumah kosong yang dalam keremangan terlihat seperti puri tua sarang berbagai macam makhluk astral. Jangankan mengingat bagaimana cara dia bisa berada di sini. Diyan bahkan lupa pada kebakaran yang tadi disaksikannya.

Naluriah, dia meraih handuk untuk mengusap pelipis yang terasa geli oleh sesuatu yang merambat turun. Saat itulah dia baru menyadari bahwa dirinya tidak memakai baju.

"Lah! Kok aku nggak pakai baju?" Diyan memandangi tubuhnya bingung. "Bisa-bisanya aku keluar rumah kayak gini. Lagian ini di mana?"

"Cepat pergi!" Suara perempuan itu terdengar lagi dari arah belakang.

Diyan terlonjak dan serta-merta membalik badan, tetapi tetap tidak menemukan apa pun. Hanya ada semak belukar rimbun dan pohon-pohon besar yang tampak menyeramkan dalam keremangan.

"Siapa?" Diyan berbicara dengan suara berbisik, seolah takut akan didengar oleh para penjahat yang sedang mengintai.

"Nggak perlu banyak tanya. Kalau masih pengen hidup cepat pergi dari tempat ini." Suara perempuan ini terdengar berat, serak, dan entah kenapa terasa familier di pendengaran Diyan.

"Tapi aku nggak tau jalan pulang."

"Ikuti jalan dari mana tadi kamu datang."

"Hah?"

Diyan seketika merasa bodoh. Bagaimana bisa mengingat jalan pulang jika sama sekali tidak pernah merasa berjalan untuk sampai di sini? Jadi, bagaimana pula dia bisa pulang?

"Tapi aku---"

"Cepat pergi sebelum dia---ugh---" Suara perempuan itu tiba-tiba menghilang bersamaan dengan bayangan yang bergerak dari balik pohon besar, beberapa meter di depan Diyan

"Hei! Apa yang terjadi?" Diyan sudah hendak melangkah, berniat untuk memeriksa. Namun, kakinya ternyata sulit digerakkan. "Ah, sial! Kenapa harus begini lagi, sih?" Dia merutuk sambil terus berusaha menggerakkan kedua kakinya.

"Selamat datang, Diyan."

Diyan menoleh cepat dan saat itu juga dia ingin segera menyingkir, tetapi apa daya jika bergerak saja sulit. Sosok berpakaian serba hitam itu melebur dalam kegelapan yang menyelimuti teras rumah. Jika matanya tidak menyala, maka tidak akan ada yang tahu di sana ada orang.

"Kamu siapa?" Suara Diyan begitu jelas dan tegas, tidak goyah juga tidak parau.

"Aku paling nggak suka basa-basi!"

"Agh---"

Dalam keadaan kaki seperti tertanam, tidak ada kesempatan bagi Diyan untuk menghindar dari tangan-tangan kekar yang tiba-tiba sudah mencekik lehernya. Mata Diyan melotot, menantang mata menyala yang sesaat lalu masih berada di jarak yang cukup jauh, tetapi sekarang sudah berada tepat di depan wajahnya. Meskipun dekat, Diyan tetap tidak bisa melihat wajah orang itu---yang tampak jelas hanya dua lingkaran api dalam matanya.

"Berhenti! Aku mohon jangan---ugh---" Sekali lagi suara perempuan terdengar, tetapi saat itu juga kembali menghilang.

Dalam keadaan tercekik, Diyan kesulitan untuk menoleh. Namun, dari ujung mata dia masih bisa menangkap sekelebat bayangan sebuah benda. Benda itu cukup besar melayang, seperti dilempar ke semak-semak saat orang yang mencekiknya menggerakkan tangan kiri dengan gestur mendorong

"Jangan ikut campur!" Suara orang itu menggeram seperti binatang buas.

Akan tetapi, anehnya dari jarak yang begitu dekat, Diyan bahkan tidak bisa membedakan suara orang yang sedang mencekiknya ini laki-laki atau perempuan. Karena terdengar bias, seperti ada lebih dari satu suara berbicara bersamaan.

"Ka-kamu si---ugh---" Cekikan yang semakin kuat membuat Diyan megap-megap.

Dari bentuk tangan dan besarnya tenaga, dia bisa menarik kesimpulan bahwa orang ini laki-laki. Hanya saja jenis suaranya membingungkan.

"Aku adalah pemilik sah dari jiwa yang ada di tubuhmu. Sudah saatnya kuambil kembali milikku."

"Ugh."

Diyan tidak ambil peduli pada perkataan aneh orang yang mencekiknya. Dia terus saja memukul-mukul tangan orang itu berusaha untuk melepaskan diri. Wajah Diyan merah padam, mata pun memerah darah dan napasnya mulai tersengal-sengal.

Ini aneh. Diyan memang tidak sekuat kakaknya, tetapi tentu saja tidak akan begitu mudah untuk ditaklukkan tanpa sebab. Yang Diyan raskan adalah: sejak tangan orang itu menyentuh lehernya, tubuhnya pun secara perlahan kehilangan daya. Tenaganya seperti disedot.

Nyaris sudah tidak berdayaan karena pasokan oksigen ke paru-paru dan otak terhambat, Diyan pun memejamkan mata. Dia tidak berniat pasrah, tetapi hanya ingin berpura-pura sudah kehabisan tenaga untuk mengecoh.

Ketika kepalanya sudah terasa sangat ringan dan mata pun berkunang-kunang, tiba-tiba bayangan wajah Arka berkelebat di benaknya. Ya, dia ingat, kakaknya selalu datang tepat waktu jika dia memanggil dalam hati ketika sedang mengalami kesulitan.

"*Mas Arka, tolong aku! Mas Arka*!

Gelak tawa orang berpakaian hitam itu seketika memecah hening, lalu diikuti cemoohan, "Berapa kali pun kamu memangil, dia nggak akan pernah datang."

"*Mas Arka, tolong aku*!"

"Sudah kubilang percuma!"

"*Mas Arka, tolong*---"

"Sudah aku bilang percuma!"

Setelah berteriak orang itu kembali terbahak-bahak. Suara tawanya sangat mengerikan karena terdengar seperti saling bersahutan dengan suara tawa yang lain. Orang ini seperti satu raga yang dihuni oleh banyak jiwa---yang masing-masing bisa memperdengarkan suaranya.

"Aku telah memblokir penghubung di antara kalian. Jadi jangan berharap pertolongan akan dat---ugh---"

Di saat orang itu sudah merasa menang, sedangkan Diyan berpikir bahwa dirinya pasti mati, tanpa disangka-sangka cahaya putih meluncur cepat laksana meteor turun dari angkasa. Cahaya itu menyambar tubuh Diyan sekaligus melempar sosok yang mencekiknya hingga melayang jauh dan jatuh berdebum di lantai teras rumah kosong.

"Aaarrrggghhh! Cariyasukma sialan!" Sosok hitam itu seketika lenyap, menyisakan suara raung kemarahan yang mampu membuat bulu di seluruh tubuh meremang semua.

Cahaya itu melesat ke udara lalu meluncur lurus ke arah kediaman Gaganantara. Sementara ini, mereka belum menyadari bahwa Diyan tidak ada di kamarnya. Setelah beberapa waktu berlalu, barulah Arka merasa bahwa adiknya terlalu lama. Akhirnya, dia memutuskan untuk menjemput.

Dia melangkah tenang melintasi ruang tengah tanpa terbesit firasat apa pun. Namun, ketika mencapai mulut lorong yang menuju ke kamar sang adik, langkahnya terhenti. Mata yang biasanya sayu itu terbelalak, karena pintu akses ke halaman belakang yang jarang digunakan telah terbuka lebar. Pemuda itu segera mengayun langkah lebar menuju kamar Diyan, membuka pintunya dengan kasar, lalu melongok ke dalam.

"An!" Hening, tidak ada jawaban. Arka masuk dan memeriksa kamar mandi. "Diyan!" Kosong, adiknya tidak ada di situ.

Ketika melihat laci nakas dalam keadaan terbuka dan isinya berantakan, pun laci meja yang sekaligus berfungsi sebagai rak buku. Perasaannya langsung tidak enak. Dia segera beranjak, berniat mencari ke halaman belakang. Jika Diyan tidak ditemukan juga, barulah memberi tahu orang tuanya.

Begitulah pikir Arka, tetapi di depan pintu dia hampir bertabrakan dengan sosok bercahaya yang tiba-tiba saja muncul. Langkahnya terhenti mendadak, sesaat mata melebar maksimal, kemudian buru-buru mundur lalu mengangguk sopan.

"Sugeng rawuh, Altair Agung Cariyasukma. Salam sejahtera."

"Salam sejahtera juga untukmu, Arka."

Cahaya dari tubuh altair agung perlahan redup dan akhirnya sirna. Sosoknya yang dalam balutan jubah putih cemerlang, melangkah masuk dengan santai seperti tanpa membawa beban. Padahal dia sedang membopong Diyan yang tidak sadarkan diri.

Arka melangkah lebar menghampiri tempat tidur, lalu menarik bantal sedikit ke tepi, sebelum akhirnya Cariyasukma membaringkan tubuh Diyan. Melihat kondisi adiknya yang tampak kotor dan menyedihkan, Arka langsung saja melupakan keberadaan sang altair agung.

Wajah Diyan pucat, kulit leher merah memar, tidak mengenakan baju, dan kakinya kotor berdebu, serta banyak daun tumbuhan hutan menempel di sandalnya.

"Kok, bisa kayak gini? Dari mana saja dia keluyuran malam-malam?" Sambil menggumam, Arka melepas sandal adiknya. Ketika hendak ke kamar mandi untuk mengambil kain basah, barulah dia teringat pada sang altair agung. "Oh! Maaf, saya sampai lupa ...."

Melihat Arka tampak canggung, wajah elok sang altair agung pun dihiasi senyum teduh penuh karisma. "Lakukan saja apa yang ingin kamu lakukan. Aku akan menghilangkan bekas di lehernya," ujarnya dengan suara tenang dan terdengar meneduhkan.

"Aku bisa---"

"Tidak," Cariyasukma menyela tegas, "jangan sekali-kali menggunakan itu di tempat ini."

"Saya mengerti, Yang Agung."

Arka sudah terlatih untuk tidak banyak bertanya. Dia selalu menyimpulkan bahwa sesuatu yang tidak bisa diungkapkan secara gamblang, pasti ada alasannya tersendiri. Dia hanya harus patuh serta percaya pada mereka.

"Altair Agung Cariyawarta pasti bangga memilikimu sebagai muridnya." Senyum sang altair agung pun merekah lebar. "Oh, iya. Jangan pernah menyinggung atau bertanya tentang kejadian ini pada Diyan," pintanya kemudian, sembari menyentuh leher Diyan.

Seberkas cahaya putih yang keluar dari telapak tangan altair agung, masuk ke dalam leher Diyan dan bekas cekikan pin sirna seketika tanpa bekas.

"Baik. Dan terima kasih sudah menolongnya, Altair Agung."

"Sudah tanggung jawabku. Sekarang aku harus bicara dengan Satria dan Harnum. Jaga Diyan, sedetik pun jangan sampai lolos dari pandangan."

"Emm, Yang Agung Cariyasukma ...."

Cariyasukma tidak jadi melangkah. "Sekarang masih belum waktunya. Jika sudah saatnya, Altair Cariyawarta akan datang menemuimu."

Senyum lembut dan tatapan teduh menenangkan dari altair agung bermata cokelat keemasan ini mampu menepis kegelisahan hati Arka.

"Saya mengerti. Saya akan sabar menunggu kedatangan guru agung," ujar Arka, sembari menunduk hormat dan ketika kembali mengangkat wajah, Cariyasukma sudah tidak ada lagi.

Arka segera beranjak, pergi ke kamar mandi dan kembali membawa baskom plastik berisi air, serta handuk kecil. Saat sedang membersihkan bagian punggung adiknya, terlihat jelas dua garis merah tepat di permukaan kulit bagian tulang belikat.

Dia mengelusnya. "Kenapa baru akan tumbuh? Apa akan terasa sakit?"

1
Aegis Aetna
ninggalin jejak dulu. nanti aku lanjut.
anggita
iklan☝+like👍 utk novel fantasi timur lokal. smoga sukses Thor
anggita
bojonegoro... jawa timur.
bang sleepy
Akhirnya sampai di chap terakhir update/Whimper/ aku bagi secangkir kopi biar authornya semangat nulis 🤭💗
bang sleepy
pengen kuguyur dengan saos kacang rasanya/Panic/
bang sleepy
brisik kamu kutu anjing! /Panic/
bang sleepy
bisa bisanya ngebucin di moment begini /Drowsy/
bang sleepy
mank eak?
diyan selalu berada di sisi mas arka/Chuckle/
bang sleepy
shock is an understatement....... /Scare/
bang sleepy
sabar ya bang arka wkwwk
bang sleepy
tetanggaku namanya cecilia trs penyakitan, sakit sakitan trs. akhirnya namanya diubah. bru sembuh
bang sleepy
mau heran tp mrk kan iblis /Drowsy/
bang sleepy
dun dun dun dunnnn~♪
bang sleepy
astaga suaranya kedengeran di telingaku /Gosh/
bang sleepy
Hah... jd raga palsu itu ya cuma buat nguji arka ama diyan
ALTAIRAEL: Kenyataan emang pahit ya🤣🤣🤣🤣🤣🤣
total 1 replies
bang sleepy
bener uga ciii /Facepalm//Facepalm//Facepalm/
bang sleepy
idih idihhh
bang sleepy
nyembur wkwkwkwk
bang sleepy
Tiba-tiba cinta datang kepadaku~♪ #woi
bang sleepy
kan bener. kelakuannye kek bokem. tp dia altair
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!