Cahaya?

[ WARNING ]

1. BANYAK KATA - KATA KASAR.

2. KARYA PERTAMA, MAKLUMI KALAU ADA KESALAHAN DALAM DIKSI.

3. MAKLUMI TYPO.

4. KOMENTAR YANG SOPAN.

5. HARGAI KARYA PENULIS.

TERIMAKASIH!!

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

..."Izinin gue dateng sebagai setitik cahaya itu, Alvarez.." - Aurelia Kimberly....

...- 𝐻𝒶𝓅𝓅𝓎 𝑅𝑒𝒶𝒹𝒾𝓃𝑔 -...

Hari ini, Renza meminta Aurel untuk menemani nya berjalan - jalan ke danau dekat mansion. Setelah sekian lama Renza bolak balik perusahaan selama beberapa hari ini, akhirnya ia bisa di beri waktu bersantai.

Renza memejamkan mata nya, menikmati hembusan angin yang bertiup mengenai wajah nya. Pagi yang menenangkan bagi nya.

"Renza."

"Hm?" Renza membuka mata nya, mengalihkan atensi nya pada Aurel.

"Gue udah pernah ngeliat kakak lo waktu itu. Dia di marahin tuan Robert."

"Hmm.. Terus?"

"Gue udah liat kondisi nya."

"Iya?" Renza menatap Aurel, menunggu Aurel melanjutkan perkataan nya. Ia tau, Aurel mengatakan itu untuk bertanya.

"Gue penasaran, kenapa dia bisa kayak gitu.."

"Gue juga gatau." Jawab Renza singkat. Ia tidak bohong, ia memang tidak pernah tau menau tentang Alvarez. Yang ia tau hanya, Alvarez gila dan di kurung di tempat gelap itu. Ia juga tau itu dari Robert.

"Em.. Kalau istri pertama nya tuan Robert, mama nya kakak lo, dia.. kemana?" Tanya Aurel ragu.

Renza terdiam, terlihat ragu untuk menjelaskan.

"Lo diem? Privasi ya? Kalau gitu--"

"Engga. Bukan privasi gue. Mungkin lebih ke privasi papa gue. Tapi gue ga terlalu peduli."

"Lo nanya apa tadi? Istri pertama papa?"

"Dia udah meninggal sejak umur Alvarez 7 tahun. Waktu itu gue umur 3 tahun." Renza mengalihkan pandangan nya, menatap matahari pagi yang belum terlalu terang. Tatapan nya terlihat menerawang jauh, mengingat sedikit kenangan yang ia ingat. Ia tak dekat dengan mama Alvarez, namun, dulu, mama nya Alvarez pernah beberapa kali membantu nya bersembunyi saat di marahi Robert.

Aurel menunggu Renza melanjutkan cerita nya.

"Dia orang baik. Tapi meninggal karena kecelakaan berdua sama Alvarez."

"Gue ga terlalu tau, tapi, seinget gue, waktu itu papa sama dia berantem entah karena apa. Terus, dia langsung bawa Alvarez pergi naik mobil dan kecelakaan terjadi."

"Terus?" Tanya Aurel, menggali informasi yang ingin ia cari tau.

"Ya.. Habis kecelakaan itu, dia meninggal. Sedangkan, Alvarez selamat tanpa luka parah sedikit pun. Polisi ngeduga, mama Varez meninggal karena berusaha nyelamatin Alvarez. Sejak itu.. Sifat papa berubah."

"Dia jadi benci Alvarez. Bahkan.. yang dulu nya gue suka kena marah karena ga bisa lebih unggul dari Varez, ssejak itu, Varez yang selalu di marahin."

"Darimana polisi bisa ambil kesimpulan gitu?"

"Karena mayat mama nya Varez udah ga berbentuk. Wajah nya sampe sempet ga bisa di kenali. Sedangkan Varez, dia baik - baik aja, cuma pingsan dengan kepala luka kecil."

Aurel sedikit kaget mendengar penuturan pria yang usia nya lebih muda dua tahun dari nya ini. Ada dua hal yang membuat nya terkejut, pertama, jelas - jelas mama nya Alvarez, Alina, masih hidup, ia di temukan di dekat sungai walau dalam kondisi sekarat. Darimana mayat yang tak berbentuk seperti yang di katakan Renza itu? Kalau pun benar ada mayat lain di situ, sudah dapat di pastikan, itu bukan mayat Alina. Kesimpulan nya, berarti, ada seseorang yang menjadi dalang dari kecelakaan ini kan? Orang itu sengaja ingin membunuh Alina. Kemungkinan, kecurigaan Aurel benar.

Lupakan dulu yang itu. Kita lanjutkan ke hal kedua. "Bukan nya, mata Alvarez.. karena kecelakaan itu ya?" Tanya Aurel. Iya, selama ini ia mengira, setelah kecelakaan itu, mata Varez menjadi bermasalah.

Renza menjawab dengan gelengan, "Bukan.."

"Dia buta, karena di bully. Mata nya.. di colok pake pensil sama temen kuliah nya.."

Aurel terdiam, tak habis pikir. Bagaimana bisa ada orang yang melakukan tindakan bodoh seperti itu? Benar - benar kejam. Apa mereka tidak punya perasaan? Dia pikir, mata murah kali.

Renza menoleh menatap Aurel dengan tatapan yang sulit di artikan, ia tersenyum tipis, namun bukan senyum tipis biasa. Seperti tersirat kekelaman dalam senyum itu.

"Gue kasian sama Alvarez.."

"Tapi.. Gue juga seneng, papa ga lagi suka marahin atau bandingin gue. Karena.. Sejak itu, semua nya jadi salah Alvarez.."

Aurel sedikit tersentak dengan pernyataan Renza. Ia menatap lama pria di hadapan nya. Ia tau. Ia paham. Ternyata Renza juga punya masa - masa kelam, hingga ia tidak merasakan simpati nya ketika Alvarez di kurung seperti ini. Saudara beda ibu ini, ternyata sama - sama punya masalah. Penyebab nya pun sama. Karena ayah mereka sendiri. Robert memang tidak punya hati.

Tapi, Aurel lebih kasian pada Alvarez, yang sampai saat ini, berusaha menjaga kewarasan nya dengan susah payah. Padahal, Robert adalah orang kaya. Bahkan warisan Alina pun dia sudah ambil. Apa susah nya membayar dokter spesialis jiwa untuk menyembuhkan Alvarez? Tapi, sekali lagi, Robert memang tidak punya hati.

.

.

.

...•BERSAMBUNG•...