NovelToon NovelToon
Hati-hati Dengan Keinginanmu

Hati-hati Dengan Keinginanmu

Status: sedang berlangsung
Genre:Reinkarnasi / Mengubah Takdir / Persahabatan / Kutukan / Romansa
Popularitas:2.5k
Nilai: 5
Nama Author: Palma Jebugan

Kisah cinta?
Bisa jadi.

Mistik?
Mungkin bisa dikatakan begitu.

Aneh?
Sudah pasti, tapi memang ini yang terjadi.

Akira, pria muda berusia 38 tahun yang sukses dalam setiap hal di hidupnya, yang malah membuatnya sedemikian bosan karena ketiadaan tantangan disana, terjebak dalam lingkaran kehidupan aneh yang terus saja melemparkannya ke berbagai jenis kehidupan lain tanpa mampu ia cegah.

Sementara ia terus belajar banyak hal mengenai beragam jenis kehidupan yang sebelumnya tak pernah ia mengerti atau bahkan perhatikan, Akira menemukan hal yang selama ini ia cari.

Hidup yang pernah ia miliki adalah yang terbaik, dan ia mulai merindukan dirinya sendiri dan semakin lama, semakin ia mencoba untuk kembali...

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Palma Jebugan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

A New Beginning (III)

"Bagus. Sekarang kita beli baju. Tunggu sebentar disitu, Sih. Aku bayar dulu." ujar Akira ketika melihat sosok cantik yang ada didepannya itu. Senyumnya terkembang lebar ketika melihat sosok berbaju berantakan tapi memiliki wajah yang mempesona itu. Akira tak pernah perduli berapa banyak uang yang harus ia keluarkan selama ia puas dengan hasilnya. Dan ketika melihat perubahan tampilan Asih, uang itu berharga setiap sen-nya.

Mengacuhkan pandangan iri di wajah banyak orang ketika melihatnya berjalan dengan boneka hidup disampingnya, Akira segera mengajak Asih memasuki salah satu butik pakaian besar yang ia tahu dari hidupnya dahulu, hanya menyediakan yang terbaik dari semua.

Ketika salah satu karyawan butik itu melihat mereka, senyum segera terkembang dan sapaan sopan muncul darinya.

"Selamat siang, Mas dan Mbak, selamat datang di butik kami. Nama saya Widi, apa yang bisa saya bantu?"

Akira tersenyum kecil. Ia sangat menghormati orang yang serius dalam profesionalitas mereka. Hanya saja, belum sempat Akira menjawabnya, dengusan kecil terdengar dari salah satu karyawan lain yang sedikit menjulurkan lehernya untuk melihat tamu yang datang. Wanita itu bahkan tak berdiri dari tempat duduknya. Seakan acuh dengan kedatangan Akira dan Asih, wanita itu kembali meneruskan entah apa yang sedang ia kerjakan setelah mengeluarkan dengusan meremehkan sebelumnya.

Senyum Akira menggelap. Berlawanan dengan sikapnya yang menghargai profesionalitas dengan berlebihan, ia juga memiliki kesulitan dalam memaafkan mereka yang menghinanya. Melihat gelagat yang kurang mengenakkan, Widi segera beranjak mendekat.

"Maaf, Mas, mungkin saya bisa membantu dengan setiap kebutuhan pakaian anda? Kebetulan koleksi baru dari designer kami. Saya yakin bisa memuaskan kebutuhan belanja Mas.* ujarnya cepat tanpa menghilangkan nada sopan dalam suaranya dalam usahanya untuk mengembalikan perhatian calon kostumer yang sudah nampak hendak marah itu.

Mau tak mau Akira sedikit kagum dengan kecepatan karyawan cantik ini berpikir. Kemampuannya melihat potensi krisis jelas melampaui level manajer kelas menengah. Hanya karena ini, Akira memutuskan untuk tidak memperpanjang masalah ketika senyum kembali muncul di wajahnya.

"Terima kasih, Mbak. Tolong bantu adik saya dengan seluruh koleksi lengkap yang butik ini miliki. Adik saya baru datang dari desa dan kurang menguasai cara berpakaian yang enak dilihat. Tolong bantu ajari dia cara berpakaian yang baik dan pantas."

Mendengar ini, Widi tampak sedikit kaget, meski kemudian ia segera membenahi sikapnya dengan cepat.

"Saya pasti akan bisa membantu, tapi untuk kebutuhan pakaian apa yang Mbak butuhkan?" jawabnya lagi sambil mengarahkan pandangannya ke Asih, yang malah tampak bingung hendak menjawab apa.

"Adik saya membutuhkan koleksi lengkap. Gaun, pakaian tidur, baju casual, semuanya." jawab Akira sambil tertawa kecil. Baru kemudian, ia menoleh pada boneka cantik disebelahnya yang tampaknya seperti tengah berada dalam dunianya sendiri itu. "Kamu sama mbak Widi dulu ya. Mbak Widi mau ngajarin Asih pilih baju. Mas tinggal sebentar."

Setelah memastikan Widi memahami apa yang ia inginkan, Akira menyerahkan tas kecil yang ia bawa pada Asih. Uang yang ada di dalam tas itu akan cukup untuk membeli seisi butik itu jika dibutuhkan. Ia berpikir untuk mengurangi resiko kekacauan yang mungkin terjadi dengan kepergiannya dari tempat itu. Dengan kepolosan sifat dan kerusakan emosi yang ditimbulkan Anton sebelumnya, tak ada orang yang bisa memprediksikan apapun tentangnya. Jika memungkinkan, Akira benar-benar tak ingin meninggalkan gadis itu sendiri. Hanya saja, rencananya memiliki rentang waktu yang sempit, dan ia benar-benar tak ingin membuang waktu terlalu banyak untuk belanja. Sebelum keberangkatan mereka, ia perlu memastikan rekening khusus yang ia butuhkan untuk transaksi saham sudah jadi. Dan ini membutuhkan kehadiran Akira di Bank secara pribadi.

Ah, sudahlah. Semoga saja tak ada masalah khusus yang terjadi, desah batin Akira. Ia hanya perlu menyelesaikan apapun yang perlu ia selesaikan secepatnya dan kembali lagi kesini. Berharap gadis itu bisa menangani kondisi ini sendiri hanya mimpi bodoh yang tak perlu pemikiran sedikitpun. Akira hanya berharap kekacauan yang terjadi tidak terlalu besar...

Sayangnya, harapan itupun ternyata sudah terlalu besar...

Ketika Akira kembali, Asih duduk di salah satu sofa, masih dengan bajunya yang lama dengan bekas air mata merusak makeup-nya meski raut wajahnya nampak keras. Sementara itu, Widi duduk didekatnya, terus berusaha menenangkan gadis yang tampaknya emosi itu. Sementara itu, seorang wanita lain nampak marah ketika ia mondar mandir dan kadang menunjukkan ke arah Asih.

Aduh, Sih... Apalagi to ini, desah batin Akira lelah sambil mempercepat langkahnya menuju butik mewah itu.

Akira segera mendekati Asih yang tampaknya sudah ingin meninggalkan tempat itu ketika ia muncul di pintu. Tampaknya hanya perlakuan baik dari Widi yang masih menahan Asih dari tempat itu.

"Ada apa ini Mbak Widi? Kenapa adik saya?"

"Ah, ceritanya begini, Mas..."

Tapi belum selesai Widi menjelaskan apapun, wanita lain yang tampak marah itu sudah menyalak dengan judes.

"Lain kali kalau memang nggak punya duit, beli baju ke bringharjo saja. Coba segala macam lalu tidak beli. Gembel sok!"

Menahan emosi, Akira menarik nafas dalam, mencoba menekan rasa marah yang segera meruap di kepalanya. Butuh beberapa saat bagi Akira untuk akhirnya menata dirinya sendiri. Akira tak pernah mampu mengijinkan siapapun merendahkan dirinya. Hal itu pula yang mendorongnya menjadi seorang pengusaha sukses di masa lalu. Menulikan diri pada omelan dan cercaan wanita karyawan lain itu, Akira kembali bertanya pada Widi.

"Maaf, bisa dilanjutkan penjelasannya, Mbak?" ucapnya sedikit keras sehingga menenggelamkan omelan kasar wanita itu. Hal yang tampaknya mengejutkan wanita itu sehingga ia terdiam.

"Ah, iya. Mbak Asih memilih untuk tidak membeli ketika melihat harganya, Mas. Sebenarnya tidak apa-apa seperti itu, hanya saja..."

"Hei, Gembel! Sok hebat, nyoba baju segala..."

Tapi Akira tak lagi mampu menahan dirinya lebih lama ketika wanita itu malah nampak semakin histeris dan memakinya ketika ia diacuhkan. Mengambil tas yang terus dicengkeram Asih, Akira mengambil lembaran-lembaran uang ratusan ribu baru dari dalamnya dan melemparkannya ke wajah wanita yang terus berteriak tak jelas itu.

"Harga dirimu berapa sih, kubeli sekalian!" gertak Akira keras ketika wanita itu melongo melihat uang yang mulai bertebaran disekitarnya.

"Kamu pemilik butik ini? Kalau iya, bilang padaku berapa harga seluruh establishment ini. Kubayar sekarang." geram Akira lagi ketika tak mendapat respon darinya.

"Aduh, maaf Mas, ini cuma kesalahpahaman saja. Tadi saya juga sudah menjelaskan pada Mbak Asih kalau tidak apa-apa tidak jadi membeli..." sahut Widi buru-buru berdiri dan coba menenangkan pelanggannya yang tampaknya meradang ini.

"Ndak papa, Mbak Widi. Bukan mbak yang salah. Saya cuma kurang suka ada lalat yang terus mendengung di telinga ketika saya sedang bicara." jawab Akira sopan dengan senyum di bibirnya. Sungguh sebuah mahakarya perilaku ketika melihat pemuda itu mengubah sikap dalam waktu sedemikian singkat.

"Dan kau, boneka belanda! Dandanmu tadi butuh waktu 4 jam! Kan Mas sudah bilang, apapun yang ingin kau lakukan, telpon Mas dulu?" hardik Akira ke Asih, yang segera saja ia sesali sesaat kemudian. Meskipun pelan, nada teguran itu tak mampu ia sembunyikan.

Segera saja air mata ketakutan mengalir turun dari matanya ketika sedikit getar muncul di bibir yang terpoles dalam warna matte itu.

Menyadari potensi kekacauan yang mungkin muncul, Akira segera berjongkok dan menangkupkan kedua tanganya ke wajah ketakutan itu.

"Sudah, Mas nggak marah. Mas nggak suka Asih yang seperti ini. Kita ngobrol di rumah saja ya.' bisik Akira pelan sambil terus menatap mata Asih dan baru melepaskannya ketika gadis itu mengangguk kecil.

"Okey. Sekarang, tolong Mbak Widi bantu saya. Tadi koleksi baju yang sudah dicoba dan tampak bagus padanya yang mana aja?"

Secepat orang mengganti channel saluran TV, sikap wajah dan nada bicara pemuda berubah ketika menghadapi Widi, yang tampaknya linglung dengan kejadian hari ini. Wanita itu tampak sedikit gamang ketika menunjukkan rangkaian produk yang sudah dicobakan sebelumnya. Pemuda itu hanya terus menanyakan mana saja baju yang menurutnya bagus di pakai Asih, dan mengumpulkan semuanya. Setelah ia merasa puas, pemuda itu segera beranjak ke kasir guna membayar semua belanjaannya dan memastikan butik untuk mengirimkan semua belanjaan ke alamat kos-nya. Jumlah belanjaan Akira terlalu banyak untuk ia bawa sendiri. Pemuda itu hanya memilih salah satu baju dan menyuruh Asih mengganti bajunya sendiri.

"Anu, maaf, Mas Akira. Uang mas sudah dikumpulkan. Mohon silahkan dihitung dulu jumlahnya."

Akira menoleh dan mendapati wanita yang tadi mengomel tak jelas itu mendekat dengan membawa tempat berisi uang yang sebelumnya ia sebar ke mukanya. Kontan muka Akira kembali menggelap.

"Berikan saja itu ke manajermu, bilang itu sebagai bantuan uang untuk kasih pesangon karyawan nggak becus kayak kamu. Lain kali, ketika datang kesini dan kutemukan wajahmu masih disini, mungkin lebih bagus kalau aku nggak jadi belanja." tukas Akira kejam sebelum memalingkan muka dan mengajak Asih meninggalkan tempat itu.

1
Akbar Asahan
Lagi fokus baca dulu ya kak
Dpangky: ahihihi, silahkan
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!