Tulisan ini menceritakan tentang seorang perempuan bernama Kaluna Seretha Ardianto atau yang akrab disapa Luna, seorang wanita berstatus dokter spesialis bedah syaraf di usianya yang sudah menginjak angka 34 tahun. Memiliki masa lalu dengan seorang laki-laki bernama Rajendra Prabu Wicaksono atau yang akrab disapa Rendra, putra sulung dari pemiliki sekaligus ketua dari Future Corporation. Wanita yang semula merasa tidak akan bisa dekat dengan laki-laki seperti Rendra suatu ketika pemikirannya berubah yang menjadikan hubungan mereka semakin berkembang hingga pada di tahap Kaluna meminta berpisah tanpa alasan yang jelas. Apa sebenarnya alasan Kaluna meminta pisah dari Rendra setelah hubungan yang sudah mereka jalani cukup lama?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Penulis_Baru15, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11
Rendra dan Kaluna terlihat duduk di kursi bambu yang berada di bawah pohon besar saat acara sudah selesai.
Dua gelas es tebu menjadi teman mereka berdua melawan teriknya panas matahari.
"Aku gak nyangka kalau ada geng motor yang punya acara amal begini." Ucap Kaluna memecah keheningan.
Rendra hanya tersenyum tipis mendengar ucapan Kaluna. "Gak semua geng motor itu buruk Lun." ucapnya sembari menyesap es tebu.
Kaluna menoleh ke sisi kanannya. "Buat beli sembako sebanyak itu, kalian dapat uang darimana mas? Kan masih mahasiswa semua?" telisiknya.
Rendra meletakkan gelas es tebu di sisi kanannya. Kedua tangannya dia letakkan di belakang tubuh untuk tumpuan, sedangkan kaki kanannya dia naikkan di atas kaki kirinya. Ekspresinya terlihat seperti sedang berpikir serius yang membuat Kaluna menunggunya dengan ekspresi yang tidak kalah serius.
"Kami mencari sponsor." jawabnya singkat yang membuat Kaluna menghela napas dengan ekspresi kecewa.
"Kenapa? Kok kaya kecewa gitu?" Tanyanya tidak mengerti.
Kaluna mengangkat kedua bahunya. "Kirain kalian patungan atau penggalangan dana gitu." Jawabnya asal sembari menyesap es tebu miliknya.
"Dulu awalnya patungan, sampai akhirnya kita coba kirim proposal ke perusahaan."
Kaluna terdiam. "Proposal?" tanyanya. Rendra mengangguk. "Iya proposal." jawabnya.
Kaluna mengangguk mengerti. "Pantes dana yang cair besar." gumamnya lirih. Rendra terdiam sesaat ketika mendengar ucapan Kaluna.
Lelaki itu menoleh ke arah Kaluna dengan ekspresi tidak mengerti. "Maksudnya gimana sih dek? Mas gak ngerti." ucapnya kemudian.
Kaluna menghela napasnya. "Ya kalau masukin ke perusahaan kalian masing-masing kan ya pasti di setujui mas. Makanya dapat dananya besar." jelasnya yang membuat Rendra tertawa lepas.
Kaluna menatap sinis ke arah Rendra, ada rasa tidak terima saat Rendra menertawakan ucapannya, tetapi rasa tidak terimanya masih kalah dengan rasa penasaran tentang alasan Rendra tertawa.
"Kenapa sih mas?" ucapnya kesal.
Rendra menggeleng, lelaki itu masih mencoba mengendalikan tawanya sebelum akhirnya benar-benar bisa berhenti tertawa.
"Lun, kami gak sepolos itu juga." Rendra menjeda kalimatnya yang membuat Kaluna menatapnya dengan fokus penuh.
"Gini ya. Kami mengirim proposal itu bukan hanya ke 1 atau 2 perusahaan, tapi ada lebih sekitar 50 perusahaan yang kami kirimi. Terus, perusahaan yang kami kirimi itu bukan perusahaan orang tua kami ataupun koleganya Lun. Jadi ini murni memang mencari sponsor." jelasnya.
Kaluna menatap Rendra sembari berpikir. "Terus mereka dapat apa kalau mau ngasih sponsor ke kalian?"
Rendra mengambil gelas es tebu yang sedari tadi dia letakkan. "Dapat promosi gratis karena kami punya acara bazar rutin di kampus setiap 2 bulan sekali. Lagipula ya, sponsor dari mereka itu gak selalu uang Lun."
"Terus?"
"Sembako yang kamu bagikan ke warga tadi itu bagian dari sponsor mereka. Alat-alat kesehatan yang dipakai di posko kesehatan itu juga beberapa sponsor dari perusahaan alat kesehatan yang setuju untuk jadi sponsor dari acara amal kita."
Kaluna terdiam, sorot mata kagum terpancar jelas dari wajahnya saat mendengar semua penjelasan rinci dari Rendra.
"Dhira gak pernah ikut mas?"
Rendra menggeleng. "Agendanya dia banyak. Mas aja sampai pusing lihatnya." ucapnya dengan ekspresi pasrah.
Kaluna tertawa kecil mendengar penjelasan Rendra. Agenda Dhira memang sebanyak itu, terutama saat sedang libur. Itulah alasannya Dhira lebih menyukai sekolah daripada libur, jadi dia tidak harus menghadiri acara-acara yang berkaitan dengan perusahaan.
"Tapi ya mas, kok yang lebih sering ke acara perusahaan malah Dhira?"
"Kan nanti yang pimpin perusahaan belum tentu aku dek. Bisa jadi Dhira atau mungkin Brian. Jadi ya orang tua kami membagi rata semuanya biar semuanya sama-sama siap." Jelasnya santai. Tidak tampak sorot mata beban ataupun sorot mata ambisi seperti yang sering Kaluna lihat dari kakak laki-lakinya, Hendra.
"Mas Rendra gak berambisi?" telisiknya.
Rendra melirik sekilas Kaluna, sisi kanan ujung bibirnya dia tarik ke atas sembari menggeleng. "Mas gak punya ambisi dek. Kalau suatu saat yang harus memimpin perusahaan memang mas, ya sudah berarti itu adalah bagian dari sesuatu yang dipercayakan ke mas. Itu saja."
Kaluna tersenyum lembut. Sorot matanya seketika berubah menjadi sorot mata kagum saat melihat laki-laki di hadapannya itu. Bukan hanya parasnya yang tampan, tetapi pola pikirnya berhasil membuat Kaluna terpesona.
Di tengah obrolan serius mereka, Athar tiba-tiba memanggil dua anak manusia yang sedari tadi berteduh di bawah pohon rindang itu.
Rendra berdiri lalu membayar dua gelas es tebu yang diminum oleh mereka berdua.
"Pulang yuk." ajaknya lembut. Lelaki itu bahkan mengulurkan tangannya ke arah Kaluna yang masih duduk di kursi bambu yang menjadi saksi bisu obrolan panjang mereka.
Kaluna tersenyum. Gadis cantik itu meletakkan tangan kanannya tepat di tangan kiri Rendra yang di ulurkan untuknya.
Sepanjang perjalanan, dua anak manusia itu membahas banyak hal. Mulai dari rute angkutan umum di wilayah Malang hingga membahas tentang perbandingan kota Malang setelah dan sebelum hujan.
"Tapi menurut mas romantis mana? Sebelum atau sesudah hujan?" Kaluna tampak bersemangat dengan kepala yang sedari tadi dia sandarkan di pundak kanan Rendra.
"Dua-duanya romantis semua selama kelilingnya Malang sama kamu." pujinya tersirat yang membuat Kaluna diam. Gadis cantik itu tampak menarik mundur kepalanya, memberi jarak yang sedikit lebih jauh antara tubuhnya dan tubuh Rendra.
Tidak, Kaluna menjauh bukan karena tersinggung, tetapi gadis cantik itu tidak ingin Rendra tahu kalau jantungnya berdetak lebih cepat saat ini.
Rendra menatap sekilas spion motornya. "Kenapa?" tanyanya setengah berteriak.
Kaluna menggeleng. "Gak papa mas."
Rendra hanya mengangguk. Lelaki itu kembali berfokus dengan jalanan Malang di hari sabtu yang cukup ramai dengan beberapa plat nomer kendaraan dari luar kota.
Rendra menghentikan motornya di sebuah tempat makan bertuliskan mie ayam favorit ibu.
"Makan dulu yuk, kamu tadi disana cuma minum es tebu doang kan?" tanyanya setelah mematikan mesin motornya.
Kaluna turun dari motor, kali ini gadis itu melepas helmnya sendiri tanpa bantuan Rendra.
Rendra turun dari motornya, di lepasnya helm yang sedari tadi di pakainya.
"Suka mie ayam kan? Ini salah satu langganan mas." ucapnya.
Kaluna menatap Rendra dengan bingung. "Tau darimana kalau aku suka mie ayam?"
"Kalian tiap pulang sekolah makan mie ayam kan? Pak Adi yang bilang." ujarnya santai.
Rendra masuk ke tempat makan itu tanpa memperdulikan Kaluna yang masih berdiam di samping motor Rendra.
"Mie ayam dua ya mas." ucapnya.
"Minum apa mas?"
"Air mineral 1 sama..." Rendra menghentikan kalimatnya, lelaki itu menoleh ke arah Kaluna.
"Kamu minum apa?" tanyanya.
"Air mineral aja." jawab Kaluna singkat.
"Air mineral dua ya mas" ucapnya sopan.
Rendra dan Kaluna mengambil satu kursi yang ada di ujung ruko berbentuk persegi dengan luas sekitar 6x5 meter tersebut.
"Yang lain mana mas? Kok gak ikut kita?"
Rendra menggeleng. "Yang lain langsung pulang. Tadi aku sudah bilang mau cari makan dulu sama kamu."
Kaluna hanya mengangguk karena tidak tahu lagi harus membahas tentang apa.
"Terimakasih ya sudah mau ikut."
Kaluna mengerjakan matanya saat mendengar pernyataan tiba-tiba dari Rendra sebelum akhirnya tersenyum.
"Terimakasih juga karena sudah mau ngajak aku ya mas." ucapnya lembut.
"Kalau kapan-kapan mas ajak lagi mau?" Rendra menatap Kaluna dengan tatapan penuh harap.
Kaluna tersenyum lalu mengangguk. "Selama gak di ajak tawuran, Kaluna mau mas." ujarnya yang membuat Rendra tertawa.
Mau tauuu donkkkzzz Rendra - Kaluna Junior seperti apaaa??