Bianca Davis hanya mencintai Liam dalam hidupnya. Apa pun yang dia inginkan pasti akan Bianca dapatkan. Termasuk Liam yang sebenarnya tidak mencintai dirinya. Namun, bagaimana bila Liam memperlakukan Bianca dengan buruk selama pernikahan mereka? Haruskah Bianca tetap bertahan atau memilih menyerah?
Ikuti kelanjutan kisah Bianca dan Liam dalam novel ini! ❤️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Miss Yune, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16
"Kau yakin melakukan ini pada Laura? Bukankah kau menyukai Liam? Apa jadinya bila pria itu tahu hal yang kau lakukan hari ini pada Laura?" tanya Kevin pada Ivanka.
Mereka adalah partner dalam segala hal. Kevin sudah menekuni dunia malam sejak dulu. Sampai dia bertemu dengan Ivanka, dan perempuan itu meminta untuk diajak bergabung.
Hanya saja, dia tidak menyangka bila Ivanka segila ini dengan mengorbankan adik dari Liam. Semua orang tahu kalau Ivanka sangat tergila-gila dengan Liam. Perempuan itu mendekati Laura dan memanipulasinya hanya agar bisa dengan leluasa berada di dekat Liam.
"Itu pelajaran bagi Laura, dia tidak mampu membuat kakaknya jatuh ke dalam pelukanku. Padahal, dia tahu kalau aku sampai menjebak Liam hanya untuk mendapatkan pria itu," jawab Ivanka tampak tidak peduli dengan nasib Laura.
"Kau harus ingat, Ka. Lawanmu saat ini bukan hanya Liam. Bisa saja, Bianca menghancurkanmu bila mengetahui kau menjual adik iparnya pada pria hidung belang. Ingatlah dia berasal dari keluarga Davis. Yang bisa dengan mudah menghancurkan hidup seseorang," balas Kevin agar Ivanka dapat berpikir ulang tentang rencananya.
"Tenang saja, aku yakin Bianca tidak akan peduli dengan Laura. Aku telah mencuci otak Laura agar membenci Bianca! Pastinya, Laura tidak akan memperlakukan Bianca dengan baik!" tukas Ivanka.
Kevin tampak berpikir ketika Ivanka dengan mudah meninggalkan Laura. Gadis itu tampak tidak nyaman ditinggalkan dengan Ben. Namun, Kevin tidak ingin ikut campur dalam hal ini. Biar bagaimana pun, dia mendapatkan beberapa persen dari pencarian pria yang menginginkan kehangatan wanita.
"Aku tidak mau ikut campur dalam hal ini, Ivanka. Kau harus menanggung kemarahan Keluarga Davis dan Smith bila semua perbuatanmu terungkap." Kevin pergi meninggalkan Ivanka yang masih tidak peduli dengan Laura.
Ivanka tersenyum ketika Ben mulai melancarkan aksinya. "Aku tidak peduli apa yang akan terjadi nanti, yang aku inginkan adalah Keluarga Davis menanggung malu karena kelakuan Laura. Aku akan senang melihat Nyonya Smith yang sombong itu menangis meratapi keadaan putrinya esok hari!"
"Selamat tinggal, Laura. Terima saja nasib burukmu!" ucap Ivanka kemudian meninggalkan Club.
***
Sementara itu, Bianca mengemudikan mobilnya menuju Club. Saat dalam perjalanan, ada sebuah pesan yang muncul di ponsel Bianca. Wanita itu belum membukanya hingga dia telah sampai di Club. Penasaran, dia membuka pesan yang ternyata dari Liam.
"Sedang apa? Sudah tidur belum?" Bibir Bianca otomatis tersenyum.
Dia merasa sudah dapat mengambil hati Liam. Mungkin belum sepenuhnya pria itu mencintainya, hanya saja hati Liam sudah mulai terbuka. Bisa jadi, dia melakukannya hanya karena perasaan bersalah ketika menyebabkan Bianca masuk rumah sakit.
Seiring berjalannya waktu, Bianca yakin perhatian Liam karena pria itu mulai menyayanginya. Bukan hanya dirinya, tapi bayi yang ada dalam kandungannya.
"Belum. Ada yang sedang aku lakukan. Nanti aku akan tidur," balas Bianca, kemudian menaruh ponsel dalam tas kecilnya.
Wanita itu menghela napas melihat hingar bingar suasana Club yang ramai. Sudah lama, Bianca tidak pernah menginjakkan kaki di Club. Semenjak terakhir kali ketika dia menolong Liam yang hampir dijebak oleh Bianca.
Dalam hatinya, Bianca berdoa kalau Ivanka memang benar-benar beriman tulus dengan Laura. Yang ditakutkannya hanya Ivanka membawa pergaulannya yang bebas pada Laura.
Meski mulut adik iparnya itu selalu pedas bila berbicara dengannya. Bianca menyayangi Laura karena menganggapnya sebagai adiknya sendiri. Kini, dia mencari-cari sosok Laura. Terlihat, Ivanka keluar dari Club dengan seorang pria. Namun, dia belum menemukan Laura.
Bianca tidak ingin repot dengan mencegah kepergian Ivanka. Dia tidak ingin membuang waktu. Wanita itu masuk semakin dalam, kemudian melihat Laura sedang duduk dengan pria paruh baya. Adik iparnya itu tidak terasa nyaman dengan pria yang berada di sampingnya.
Perlahan, Bianca mendekati Laura yang terlihat kesal. Dia mengamati terlebih dahulu apa yang terjadi hingga Laura bisa bersama dengan pria yang seumuran dengan papanya.
"Apa maksud Om sudah membayar mahal?" tanya Laura menepis tangan Ben yang mulai berani.
"Kamu belum tahu tentang Ivanka? Dia itu adalah penghubung bagi orang-orang seperti Om yang ingin j*Jan di luar. Om tidak menyangka kalau tubuhmu sangat mulus. Tidak sia-sia aku mengeluarkan uang banyak untukmu!" jawab Ben dengan menyeringai.
Hati Laura mencelos, tidak menyangka bila Ivanka menjualnya pada pria paruh baya di sampingnya. Laura berdiri dan menggelengkan kepala.
"Aku bukan wanita murah*n, Om. Jadi, silakan selesaikan urusan Om dengan Ivanka. Aku tidak bisa tetap di sini!" ucap Laura yang ingin meninggalkan Ben.
Namun, Ben mencegah kepergian Laura. Dia mencekal lengan perempuan itu hingga Laura terdesak. Dia sungguh kesal dengan perbuatan Ivanka yang membuatnya terjebak dengan Ben.
"Lepaskan aku, Om! Atau aku akan berteriak dan mengatakan kalau kau dan Ivanka menjebakku dalam bisnis prostit*si!" Laura sangat emosi ketika Ben mencegah kepergiannya.
"Tidak semudah itu! Silakan saja kau berteriak, kita lihat apa yang terjadi!" Ben menyeringai dan menyeret Laura. Pria itu telah memesan kamar khusus karena dia ingin segera menuntaskan hasratnya.
Melihat Laura yang bertubuh sexy tentu aja tidak ada pria yang menolaknya. Begitu beruntungnya Ben karena mendapatkan Laura sebagai partnernya malam ini.
"Apa yang kau lakukan pada adikku? Lepaskan dia!" ucap Bianca dengan suara lantang.
Ben menatap Bianca dengan tajam. Banyak sekali rintangan yang dia hadapi untuk mencicipi Laura yang sangat menggoda. Wanita di hadapannya itu terlihat marah. Dia mengatakan sesuatu yang membuat Ben sedikit terkejut.
"Adik? Dia adikmu? Baguslah! Kalau begitu aku meminta izin untuk menghabiskan malam bersamanya. Aku telah membayar mahal untuk hal itu. Jadi, menyingkirlah Nona! Aku tidak ingin menyakiti siapa pun hanya untuk membawa gadis kecil ini ke kamar!" ujar Ben seolah menantang Bianca.
"Apa kau bilang? Kau sudah g*la! Lepaskan dia!" Bianca meraih tangan Laura kemudian wanita hamil itu segera menarik tubuh Laura.
"Kak, tolong aku...." ucap Laura dengan wajah yang hampir menangis.
Bianca terpaku sejenak mendengarkan ucapan Laura. Baru kali ini dia memanggil Bianca dengan sebutan Kakak. Biasanya, dia langsung memanggilnya dengan nama. Tidak jarang, Laura bersikap sinis setiap berhadapan dengan Bianca.
"Kak!"
Bianca tersadar dari lamunannya, kemudian menarik lengan Laura. Dia menghempaskan tangan Ben yang masih mencengkram Laura.
"Kurang ajar! Sudah kukatakan! Aku sudah membayar mahal untuk bersama dengan gadis itu! Dia milikku!" ucap Ben terus mengatakan telah membayar mahal pada Bianca.
Laura berhasil melepaskan cengkraman Ben. Dia berlindung di balik tubuh Bianca. Wanita hamil itu menghembuskan napasnya perlahan karena pria di depannya terlihat sangat marah dan tidak ingin melepaskan Laura.
"Berapa? Berapa yang kau bayar? Aku akan menggantinya dua kali lipat. Akan tetapi, biarkan kami pergi!" tawar Bianca membuat Ben terbelalak.
***
Bersambung...
Terima kasih telah membaca.