"Jadi pacarku dan kau langsung tandatangani kontrak ini"
Tubuh Freya benar-benar membeku ketika mendengar suara Tuan Muda yang terdengar dingin dan pemarah ini. Tuan Muda arogan yang tiba-tiba melemparkan surat kontrak untuk menjadi pacarnya. Entah apa maksudnya, namun Freya juga tidak bisa menolaknya. Karena memang dia sudah melakukan kesalahan yang besar yang tidak mungkin bisa mengganti rugi dengan uangnya.
Biarlah dia ganti rugi dengan hidupnya.
Arven yang mempunyai penilaian sendiri terhadap semua wanita, mulai di patahkan oleh Freya. Selama gadis itu menjadi pacar kontraknya, banyak hal yang ditemukan Arven dalam kehidupannya. Pemikiran dia tentang wanita, yang tidak semuanya benar.
Entah bagaimana kisah mereka selanjutnya..? Mungkinkah akan saling jatuh cinta hingga akhirnya menikah? Kisah dengan perbedaan status sosial yang tinggi juga akan menjadi penghalang utama hubungan mereka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nita.P, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
#12# Mengaku Pada Bibi Dan Sinta?
Freya turun dan menutup pintu mobil dengan tangan bergetar. Tentunya nanti akan menjadi hal yang terlalu mengejutkan bagi Bibi dan sepupunya juga para tetangganya. Freya tidak tahu akan seperti apa nantinya jika sudah banyak orang-orang terdekatnya yang tahu tentang hubungannya dengan Arven. Padahal nyatanya hubungan ini hanya sebatas kontrak kerjasama.
"Ayo pergi sekarang"
Arven langsung menggandeng tangan Freya untuk berjalan masuk ke jalan gang itu. Sementara Hendrick masih diam di dalam mobil. Seolah sengaja ingin membiarkan Arven dan Freya mempunyai waktu berdua.
Bagaimana ini? Apa yang akan terjadi jika Tuan Muda bertemu Bibi. Aduh..
Freya semakin gelisah saja ketika pagar rumah Bibinya sudah terlihat. Rasanya dia ingin segera berputar balik dan tidak jadi pulang untuk malam ini. Tapi tidak mungkin juga dia melakukan hal itu.
"Kenapa tanganmu dingin begini? Apa kau kedinginan sekarang? Kenapa tidak membawa jaket, pakai baju lengan pendek seperti ini juga. Kalau sakit bagaimana?" Ucap Arven dengan sedikit menahan senyum.
Freya menatap Arven dengan sedikit bingung. Entah dia harus mengartikan apa dengan sikap pria ini. "Ah, aku baik-baik saja Sayang. Hanya sedikit gugup saja karena kamu akan bertemu dengan Bibi"
Apa kau tidak sadar sialan kalau aku sudah segugup ini karena ulahmu. Rasanya Freya ingin memaki Arven seperti itu. Tapi sayangnya dia tidak seberani itu.
Sampai di depan pintu rumah, Freya gugup sendiri karena dia merasa sedang berada di dekat jurang sekarang. Ferya memutar handel pintu, namun ternyata pintu terkunci. Membuat dia menghela nafas pelan. Freya berbalik dan menatap Arven yang berdiri di belakangnya dengan memperhatikan rumah sederhana yang Freya tinggali ini.
"Sepertinya mereka sudah tidur, jadi pintunya juga sudah dikunci" ucap Freya, berharap Arven akan segera pergi dan tidak jadi menemui Bibi dan sepupunya.
"Lalu kalau memang sudah tidur dan dikunci, kau akan tidur dimana malam ini?" Tanya Arven dengan satu alisnya yang terangkat.
Freya langsung terdiam dengan senyuman yang tidak bisa dia hilangkan jika dirinya memang sedang kebingungan untuk menghadapi Arven sekarang. Tapi dia tetap harus mencoba tersenyum dan terlihat baik-baik saja.
"Aku akan membangunkan mereka"
Akhirnya Freya hanya bisa menyerah, tidak mungkin juga dia membuat Tuan Muda terlalu lama menunggu diluar seperti ini. Akhirnya Freya mengetuk pintu dan memanggil Bibi juga sepupunya.
"Bibi, Sinta, buka sebentar ya. Ini aku Freya"
Beberapa saat menunggu tidak ada jawaban juga. Membuat Freya sedikit tidak enak dengan Arven yang masih berdiri di tempatnya itu. Dia terus memanggil Bibi dan sepupunya untuk membukakan pintu. Namun malah ada suara teriakan dari dalam sana yang membuatnya terkejut.
"Jam segini bukan waktunya pulang seorang gadis. Kalau mau menjual diri, jangan pulang sekalian. Lagian Ibuku sudah lelah kau menumpang disini. Ibu menyuruh aku untuk tidak membukakan pintu" teriak Sinta dari dalam rumah.
Arven tentu saja sangat terkejut dengan suara Sinta barusan. Tangannya mengepal erat karena merasa kekasihnya begitu direndahkan di rumah ini.
"Buka pintunya atau aku dobrak dan hancurkan rumah kalian ini" tekan Arven dengan setengah berteriak.
Freya langsung terkejut mendengar itu. Tentu saja ancaman dari Tuan Muda itu akan nyata terjadi.
Ruang tengah yang juga menjadi ruang tamu sederhana ini, terasa begitu mencekam saat sosok Arven yang juga berada disana. Bibi yang sudah tidur langsung dibangunkan oleh Sinta dan dia juga sangat terkejut dengan kedatangan tamu yang tidak diundang ini.
Apalagi ketika Hendrick juga ikut datang, meski pria itu hanya berdiri diam disamping Arven yang duduk di sofa seadanya disana. Namun keberadaannya justru semakin membuat suasana tegang. Wajahnya yang tidak menunjukan ekspresi apa-apa, malah semakin membuat semua orang yang melihatnya ketakutan tanpa harus dia melakukan apa dan berbicara apapun.
"Bi, maaf Freya pulang terlambat. Hari ini ada urusan sebentar" ucap Freya, dia sudah gugup dan bingung bagaimana untuk mengusir Arven dan Hendrick untuk segera pergi dari rumah Bibinya ini.
Arven meraih tangan Freya yang sejak tadi berada di atas pangkuannya dan terus meremas gaun yang dia pakai. Arven menggenggam tangan Freya dengan lembut, membawanya ke arah bibirnya dan mengecup telapak tangan Freya dengan lembut.
Ya Tuhan, kenapa dia melakukan ini di depan Bibi dan Sinta. Tuan Muda, aku benar-benar tidak perlu aktingmu di depan keluargaku. Biarkan saja mereka tidak tahu apa-apa tentang kita, karena itu lebih baik. Aaa.. Aku ingin mengusir mereka berdua sekarang.
Hendrick yang sedang berdiri disamping Tuan Muda yang sedang duduk itu, sedikit mengerutkan keningnya. Merasa bingung juga dengan apa yang dilakukan oleh Arven pada Freya barusan.
"Perkenalkan, saya Arven Widianto. Kekasih Freya" ucap Arven dengan datar, tidak seperti seorang kekasih yang bertemu dengan calon mertuanya yang selalu bersikap ramah. Justru Arven malah bersikap sebaliknya.
Bibi dan Sinta langsung terkejut mendengar itu, mereka saling menatap. Merasa tidak percaya jika Freya sudah mempunyai pacar. Sinta menundukan kepalanya, dia mencari nama Arven Widianto di internet. Dan semua fakta tentangnya langsung muncul di beranda internet. Sinta benar-benar terkejut ketika mengetahui fakta tentang Arven, dia langsung mendongak dan menatap Arven.
Kenapa Freya bisa berpacaran dengan pria kaya dan tampan seperti dia? Ya Tuhan, kenapa dia selalu mendapatkan keberuntungan.
Freya menatap Arven dengan lebih terkejut lagi. Sungguh tidak pernah menyangka jika pria itu akan mengatakan jika dia adalah pacarnya Freya. Padahal nyatanya mereka hanya pasangan pacar kontrak saja.
"Em, Bi, Sinta, nanti akan aku jelaskan. Em, sebaiknya kamu pulang dulu ya" ucap Freya yang langsung menoleh pada Arven dan tersenyum begitu lembut padanya. Berharap Arven akan langsung pergi kalau dia tersenyum seperti ini padanya.
Benar saja, Arven menatap Freya dengan lekat, lalu tersenyum pada kekasihnya itu. Mengelus pipi Freya dengan lembut. "Kalau ada apa-apa bilang padaku. Dan untuk baju yang aku kirim dan tidak bisa kau pakai, aku akan ganti"
Freya tersenyum, meski sebenarnya hatinya ingin memaki saat ini. Namun dia menahan bibirnya agar tidak memaki pria itu. Freya menatap Hendrick yang hanya diam dengan wajah yang datar tanpa ekspresi itu. Pastinya dia yang sudah memberi tahu pada Tuan Muda. Gumamnya dalam hati dengan begitu kesal.
"Ah, tidak perlu Sayang. Aku bisa pakai baju mana pun" ucap Freya dengan senyuman yang sebisa mungkin tidak luntur dari wajahnya.
"Saya belum memakainya Tuan, saya akan kembalikan baju itu. Maaf jika memang saya lancang, tapi memang Freya sendiri yang bilang kalau semua barang itu dapat hadiah dari undian" ucap Sinta yang langsung sadar dengan barang-barang yang dia rebut dari Freya tadi siang.
Bersambung