"Mas kamu sudah pulang?" tanya itu sudah menjadi hal wajib ketika lelaki itu pulang dari mengajar.
Senyum wanita itu tak tersambut. Lelaki yang disambutnya dengan senyum manis justru pergi melewatinya begitu saja.
"Mas, tadi..."
Ucapan wanita itu terhenti mendapati tatapan mata tajam suaminya.
"Demi Allah aku lelah dengan semua ini. Bisakah barang sejenak kamu dan Ilyas pulang kerumah Abah."
Dinar tertegun mendengar ucapan suaminya.
Bukankah selama ini pernikahan mereka baik-baik saja?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Muhammad Yunus, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kecelakaan.
Ruang keluarga yang biasanya terasa hangat kini begitu mencekam bagi Irham.
Setelah semalam dia di izinkan kembali ke rumah ini. Maka pagi ini dia harus membayar janjinya untuk menceritakan segala yang terjadi dan maksudnya menyembunyikan perempuan lain.
"Kamu ada keinginan memiliki istri orang ta, Ham?" tanya Kiai Ahmad Sulaiman.
"Mboten, Bah.." Irham menggeleng.
"Ngapunten, Irham cuma mau bantu wanita yang Irham kenal, Irham beberapa kali datang cuma melihat dari luar, belas nda pernah ketemu langsung sama orangnya." jujur Irham, perihal pemilik kost yang mengatakan beberapa kali Irham datang.
"Trus..maksudmu minta Dinar pulang apa? Abah tanya adakah di hatimu, niatmu meminta pulang Dinar untuk berpisah Irham? Jikapun iya, kamu pasti paham, kalau itu sudah termasuk jatuh talak untuk Dinar." kali ini Irham menunduk dalam. Entah apa niat hatinya hari itu meminta istrinya pulang kerumah orang tuanya, tapi tidak munafik ia saat itu sedang emosi dan pastinya niat meminta pulang Dinar untuk menenangkan pikirannya sendiri.
"Jadi, maunya bagaimana sekarang?"
Irham meraih tangan Dinar yang berada di atas meja.
"Ngapuro, dek." Di depan kedua mertuanya Irham memohon maaf pada istrinya. Melihat Dinar mengangguk, Kiai Ahmad Sulaiman dan Umi Zalianty tidak bisa berbuat banyak.
Meski berat rasanya kembali melepas sang putri tinggal lagi bersama Irham, tapi suaminya memang lebih berhak.
Di bilik sebelah ada sepasang telinga yang mendengarkan apa yang terjadi di bilik lainnya. Bibirnya tersenyum, hatinya menangis, tapi begitu lebih baik, kebahagiaan wanita itu segalanya untuk dia.
******
Akhirnya Dinar kembali ke rumahnya bersama Irham.
Irham sudah membersihkan rumah mereka, setiap bilik sudah rapi, di meja makan sudah terhidang menu sederhana buatan lelaki itu.
"Selamat datang, istriku.." Dinar tersentuh, Irham-nya telah kembali, senyum lelaki itu sama persis ketika mereka baru menikah empat tahun lalu.
Senyum yang menenangkan tapi memikat hatinya.
Irham menarik kan kursi untuk Dinar, sementara Ilyas langsung di gendong olehnya.
*****
Sejak kesempatan itu diberikan oleh Dinar, sikap Irham semakin berubah, kembali manis dan semakin perhatian.
Ilyas lebih sering bersamanya, Irham benar-benar memberi waktu Dinar untuk mengurus dirinya saja, kebersihan rumah kini Irham menuruti mertuanya untuk menyewa jasa yang datang di pagi dan sore hari. Irham tidak mau di bayarkan orang tua Dinar, ia mau membayarnya sendiri sebagai salah satu tanggung jawabnya.
Ternyata hanya seperti itu, keadaan rumah tangganya jauh lebih damai.
Anak, istri, rumah, bahkan dia sendiri terurus. Ternyata yang dibutuhkan di rumah tangganya hanya keterbukaan dan saling mengerti saja.
"Jadi, Abah minta Mas datang ke pondok ?" pagi itu Irham memberi tahu Dinar jika Pak Kiai Ahmad Sulaiman memintanya datang ke pondok.
Irham mengangguk sambil meraih segelas air putih untuk di teguk.
"Bang Hassan sedang ada kegiatan di luar kota, nggak ada yang bantu Abah di pondok."
"Pergi sama siapa, Mas."
"Di jemput Azril." mendengar jawaban Irham Dinar mengangguk mengerti.
Irham akhirnya meninggalkan Dinar dan Ilyas, untuk kembali pada pekerjaan sebelumnya.
Di pondok dia masih di perlukan sama, santri-santrinya tidak ada yang bersikap berbeda.
Selama kembali mengajar, Irham tidak pernah bertemu dengan Hassan, ternyata kata Pak Kiai Ahmad Sulaiman benar. Hassan tidak mau mengantikan Irham mengelola pondok pesantren.
******
Sudah tiga bulan berlalu sejak Irham kembali ke pondok, hari ini ia tengah duduk di gazebo kayu yang berada di samping musholla, di tangannya ada Mushaf, bibirnya komat-kamit melantunkan ayat-ayat suci Al-Qur'an, Irham sedang fokus dengan bacaannya saat salah satu santri mengucap salam.
"Assalamualaikum, Gus. Ada tamu yang cari Gus Irham."
"Waalaikumsalam warahmatullahi wa barakatuh, siapa San? Tanya Irham pada santri yang bernama Isan.
"Ndak tahu, katanya mau bertemu."
Belum sempat Irham berdiri dari duduknya, laki-laki yang ingin menemuinya telah mendekat.
"Assalamu 'alaikum ya akhi.."
"Waalaikumsalam warahmatullahi wa barakatuh." jawab Irham seraya menilai siapa tamunya.
"Saya reporter yang ingin meliput lingkungan pondok dan kegiatan didalamnya termasuk visi misi pesantren Al-Hassan ini, mengingat akan datang tahun ajaran baru, siapa tahu bisa mengundang minat para remaja untuk belajar di madrasah Al-Hasan ini, Gus."
"Pesantren kami tidak perlu hal seperti itu," Irham sedikit kaget tiba-tiba ada yang ingin mengintip kegiatan pesantren Al-Hasan.
"Kami sudah membicarakan sama Pak Kiai Ahmad Sulaiman, sebelumnya."
"Tapi, maaf. Pak Kyai Ahmad Sulaiman sedang tidak ada di tempat," tutur Irham pada akhirnya.
"Apa tidak bisa Gus Irham wakili saja, kata beliau..."
"Afwan sekali, untuk urusan peliputan, bicaranya sama Abah saja, kebetulan beliau sedang mengisi kajian di luar kota." Irham tidak ingin menjadi sok, meski mungkin ketika ia mewakili Kiai Ahmad Sulaiman tidak keberatan. Tapi Irham tidak ingin lancang.
Akhirnya pembicaraan itu tidak berlanjut, dan tamu yang mengaku sebagai reporter itu pergi.
Pukul 15:00 Irham meninggalkan pondok untuk kembali kerumahnya bersama Dinar.
Di samping kursi kemudi sudah ada kue pie dan kebab Turki untuk anak dan istrinya. Senyum laki-laki satu anak itu mengembang, membayangkan ekspresi wajah istrinya yang menggemaskan setiap kali ia bawakan sesuatu.
Kendaraan cukup ramai di sore hari. Saat sedang fokus mengemudi tiba-tiba sebuah motor menyalip dari sebelah kiri membuatnya sedikit kaget, Irham mengarahkan mobilnya ke kanan, naas sebuah motor terserempet sepionnya.
Brak!
Irham buru-buru mengerem, tapi sungguh sial untuknya, dari arah belakang sebuah mobil tidak sempat menginjak rem. Hingga membuat mobil Irham terdorong maju.
"Astaghfirullah..." jeritan panik itu tak Irham pikirkan, ia buru-buru turun dari mobil dan mendapati sebuah motor sudah berada di dalam kolong mobilnya, bersama dengan seorang laki-laki dan perempuan.
Luka laki-laki itu cukup parah, tapi masih sadarkan diri, sementara perempuan yang bersamanya pingsan.
"Bawa ke rumah sakit, keduanya masih sadar."
Baru saat itu Irham melihat ke arah wanita yang tertabrak mobilnya.
*******
Irham langsung ikut ke rumah sakit, keadaan laki-laki yang ternyata Nurwan itu masih belum stabil. Sementara wanita yang bersama pria itu mengalami keretakan pada tulang betisnya.
Ratih melihat Irham yang mencarikan kamar inap untuk ia dan suaminya.
Meski itu Irham lakukan sebab tanggung jawab. Tapi, Ratih begitu terharu dibuatnya.
"Ya, sayang..." Sepertinya Irham sedang menerima telepon.
"Mas di rumah sakit, Alhamdulillah tidak apa-apa.. Mobilnya di bawa ke bengkel, setelah ini Mas langsung pulang."
Mendengar Irham yang ingin pulang hatinya tidak rela. Entah mengapa sejak bertemu dengan Irham Ratih jadi ingin kembali dekat dengan laki-laki itu.
Irham terlihat semakin dewasa, dan itu mengusik hati Ratih, sebab ia masih belum bisa terima saat Irham memilih menerima wanita anak gurunya itu menjadi istrinya.
######
Berikan jejak sayang untuk author. Like dan komen memadai, episode berikutnya langsung on the way...