NovelToon NovelToon
Senja Garda

Senja Garda

Status: sedang berlangsung
Genre:Identitas Tersembunyi / Mengubah Takdir / Action / Dosen / Epik Petualangan / Penyelamat
Popularitas:1.5k
Nilai: 5
Nama Author: Daniel Wijaya

Siang hari, Aditya Wiranagara adalah definisi kesempurnaan: Dosen sejarah yang karismatik, pewaris konglomerat triliunan rupiah, dan idola kampus.

Tapi malam hari? Dia hanyalah samsak tinju bagi monster-monster kuno.

Di balik jas mahalnya, tubuh Adit penuh memar dan bau minyak urut. Dia adalah SENJA GARDA. Penjaga terakhir yang berdiri di ambang batas antara dunia modern dan dunia mistis Nusantara.

Bersenjatakan keris berteknologi tinggi dan bantuan adiknya yang jenius (tapi menyebalkan), Adit harus berpacu melawan waktu.

Ketika Topeng Batara Kala dicuri, Adit harus memilih: Menyelamatkan Nusantara dari kiamat supranatural, atau datang tepat waktu untuk mengajar kelas pagi.

“Menjadi pahlawan itu mudah. Menjadi dosen saat tulang rusukmu retak? Itu baru neraka.”

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Daniel Wijaya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

KOPI MAHAL DAN MISI KIAMAT

Waktu: Pertengahan April 2019. Pukul 15.00 WIB. Lokasi: Kafe "Kopi Senja", SCBD Jakarta.

(POV: Dimas, Barista)

Dimas membenci orang kaya.

Bukan kebencian yang berapi-api seperti mahasiswa yang berdemo di depan gedung DPR, melainkan kebencian pasif-agresif yang lahir dari rasa lelah berdiri delapan jam di belakang mesin espresso La Marzocco seharga mobil keluarga, melayani manusia-manusia yang harga sepatunya lebih mahal dari total gaji setahun Dimas.

Kafe specialty coffee di jantung SCBD ini adalah habitat alami mereka. Pria-pria dengan kemeja slim-fit licin yang bicara soal saham crypto, wanita-wanita dengan tas yang punya nama sendiri, dan wangi parfum mahal yang menusuk hidung.

Tapi pelanggan di Meja 4 berbeda.

Dia duduk di pojok, dekat jendela kaca besar yang menghadap hutan beton Jakarta yang sedang diguyur hujan abu-abu. Masih muda, mungkin awal dua puluhan. Wajahnya tampan dengan rahang tegas, tapi matanya... matanya terlihat seperti seseorang yang baru saja pulang dari perang dunia ketiga. Ada kantung hitam tebal di bawahnya.

Dia mengenakan kemeja linen putih santai yang digulung sampai siku. Di pergelangan tangannya melingkar jam tangan Patek Philippe Nautilus yang, setahu Dimas dari TikTok, harganya bisa buat membeli satu ruko di Bekasi.

"Mas," panggil Dimas sambil mengantarkan pesanan. "Satu V60 Ethiopia Guji, panas. Dan Croissant Truffle."

Pria itu mendongak. Tatapannya kosong sesaat, seolah jiwanya baru saja ditarik kembali dari tempat yang jauh, sebelum akhirnya fokus pada wajah Dimas. Dia tersenyum tipis. Senyum sopan, tapi hampa.

"Makasih, Mas," suaranya berat dan serak.

Dimas kembali ke bar. "Liat tuh," bisiknya ke Siska, rekan kerjanya. "Ganteng banget tapi gloomy. Pasti anak orang kaya gabut yang lagi galau mau liburan ke Paris atau Swiss."

Dimas melihat ke arah Meja 4 lagi. Pria itu sedang menatap selembar tiket bioskop di tangannya dengan intensitas yang aneh, seolah lembaran kertas itu adalah dokumen rahasia negara.

"Dasar," batin Dimas. "Orang lain sibuk cari duit, dia sibuk cari cara buang waktu."

(POV: Karina Wiranagara - "The Cave")

Tiga kilometer dari kafe itu, di lantai basement Menara Wiranagara, Karina Wiranagara sedang menatap layar monitor raksasanya.

Di layar utamanya, sebuah titik merah berkedip di peta Sumatera Selatan. Sinyal sonar dari Sungai Musi.

Karina menggeser kursor ke layar kedua, menampilkan rekaman CCTV real-time dari kafe di SCBD. Dia melihat kakaknya, Aditya, sedang duduk melamun menatap tiket bioskop.

Wajah Adit terlihat... damai. Sesuatu yang jarang Karina lihat.

Jari Karina melayang di atas tombol "PANGGIL". Dia ragu sejenak.

"Dia kelihatan capek banget," batin Karina, rasa bersalah menusuk dadanya. "Ujian semester baru aja kelar. Mas Adit pasti lagi seneng-senengnya bebas dari tumpukan skripsi mahasiswa."

Karina tahu betul, menjadi Senja Garda itu berat. Tapi menjadi Dosen yang harus mengoreksi ratusan makalah mahasiswa yang copy-paste dari internet? Itu siksaan mental tersendiri. Dan hari ini adalah hari pertama libur semester Adit.

Tapi titik merah di peta Sumatera itu tidak bisa menunggu. Sinyal "Nyanyian Kubah" itu semakin kuat.

"Maaf, Mas," gumam Karina pada layar CCTV. "Waktu istirahatnya habis. Kalau aku nggak ganggu kamu sekarang, nanti malam kamu bakal nyesel karena dunia kiamat."

Karina menekan tombol panggil.

(POV: Aditya Wiranagara)

Aditya menatap tiket di tangannya.

CINEMA XXI - PREMIERE. STUDIO 1. KURSI A5. 16:30. JUDUL: THE EXPLOSION 4.

Tiket nonton film aksi Hollywood terbaru. Film bodoh di mana jagoannya tidak pernah kehabisan peluru dan tidak pernah sakit pinggang. Aditya menyukainya. Dia butuh kebodohan itu.

Dia menyesap kopi hitamnya perlahan, membiarkan rasa asam dan hangat menjalar di kerongkongan.

"Akhirnya," batin Aditya, menghembuskan napas lega. "Selesai sudah. Semua nilai mahasiswa sudah di-input. Semua skripsi yang bikin sakit kepala sudah direvisi. Tidak ada lagi email dari mahasiswa yang minta perbaikan nilai di jam dua pagi."

Dua minggu pasca-insiden Prambanan, hidupnya terasa normal. Lukanya sudah sembuh (terima kasih pada serum mahal Arya). Identitasnya sebagai Dosen Praktisi di UI berjalan lancar. Dan hari ini, dia adalah pria bebas.

Hanya ada dia, kopi, dan rencana tidur selama dua belas jam setelah nonton film.

BZZZT.

Getaran di saku celananya membuyarkan lamunan damai itu.

Aditya membeku. Tangan kanannya yang memegang cangkir berhenti di udara.

"Jangan," batinnya memohon. "Tolong, biarkan ini tawaran pinjol. Atau telemarketing kartu kredit. Apa saja, asal bukan..."

Dia merogoh saku, mengeluarkan HP hitam tipis. Di layar, nama kontak yang muncul membuat bahunya merosot lemas: KARINA (**DO NOT IGNORE)**.

Aditya membiarkannya bergetar tiga kali—sebuah pemberontakan kecil yang sia-sia—sebelum menggeser tombol hijau. Dia menempelkan HP ke telinga.

"Halo, Dek. Kalau ini soal kamu mau minta beliin skin game lagi, jawabannya tidak. Mas lagi menikmati kebebasan pasca-koreksi skripsi."

"Mas Adit," suara Karina di ujung sana terdengar serius. Tidak ada nada bercanda. "Lupakan me time. Kita punya situasi Level Merah."

Aditya memijat pelipisnya. Selamat tinggal, film aksi. Selamat tinggal, liburan semester.

"Jelaskan. Cepat. Sebelum aku berubah pikiran dan membuang HP ini ke akuarium ikan di depanku."

"Satelit Wira-Sat baru aja nangkep anomali sonar di Sumatera Selatan. Polanya membentuk lagu. 'Nyanyian' frekuensi rendah di bawah air. Dan pusatnya ada di dasar Sungai Musi."

Jantung Aditya berdetak lebih cepat. Sungai Musi. Nyanyian.

"Kubah Sriwijaya," bisik Aditya, matanya melebar. "Pecahan bola kristal sang peramal."

"Bingo. Dan ada pergerakan logistik masif dari Bayangga menuju Palembang. Kalau mereka mendapatkan benda yang bisa melihat masa depan itu..."

"...Mereka akan tahu langkah kita sebelum kita melangkah," potong Aditya. "Saham, politik, perang... mereka tidak akan terkalahkan. Mereka akan menjadi Tuhan kecil yang menulis skenario takdir."

Aditya menatap tiket di tangannya sekali lagi. Kursi A5. Popcorn karamel.

Dia meremas tiket itu hingga lumat di kepalan tangannya.

"Cek jadwal penerbangan ke Palembang. Aku butuh akses segera."

"Siap. Jet pribadi Wiranagara bisa take-off dalam 45 menit. Mas mau berangkat pakai identitas apa? Kan Mas udah nggak aktif di manajemen kantor."

Aditya berpikir cepat. Dia memang sudah melepaskan semua jabatan eksekutif di perusahaan. Dia hanya pemegang saham pasif. Jika dia datang sebagai "Aditya Wiranagara sang Miliuner", media akan curiga dia mau bikin proyek tambang baru. Itu terlalu berisik.

Dia butuh alasan yang sah untuk berada di Palembang. Alasan yang membosankan, akademis, dan tidak menarik bagi wartawan bisnis.

Matanya tertuju pada notifikasi email di HP-nya yang dia abaikan kemarin.

"Sari," gumam Aditya, menyebut nama sekretaris pribadinya. "Sambungkan aku ke Sari."

"Oke, patching in..."

Detik berikutnya, suara sekretarisnya terdengar. "Selamat sore, Pak Adit. Ada yang bisa dibantu?"

"Sari, undangan seminar dari Universitas Sriwijaya—UNSRI—yang masuk minggu lalu. Masih ada?"

"Masih, Pak. Tapi Bapak kemarin bilang mau menolaknya karena ingin istirahat total setelah semesteran..."

"Terima undangannya," perintah Aditya tegas. "Kebetulan sekali waktunya pas. Bilang pada Dekan Fakultas, saya bersedia mengisi sesi kuliah umum tentang 'Sejarah Maritim yang Hilang'. Siapkan keberangkatan saya hari ini juga."

"Baik, Pak. Materi presentasinya?"

"Saya akan membuatnya di pesawat."

Aditya mematikan telepon. Dia menyeringai tipis.

Statusnya sebagai Dosen Praktisi adalah tameng terbaik.

Jika seorang Miliuner terlihat blusukan di situs kuno, orang akan menuduhnya ingin menggusur lahan. Tapi jika seorang Dosen Sejarah terlihat di sana, orang hanya akan menganggapnya sebagai peneliti kutu buku yang terlalu antusias.

Itu adalah kamuflase sempurna: bersembunyi di balik kebosanan akademis.

"Karin," panggil Aditya lagi. "Siapkan armor anti-air. Dan pastikan tahan tekanan. Aku punya firasat buruk soal berenang di sungai keruh."

"Siap, Kapten! Jet siap di Halim. Oh ya, Mas... ramalan cuaca Palembang bilang bakal 'basah'. Bawa baju ganti yang banyak."

Aditya berdiri, menyambar jaketnya. Kopi mahalnya baru diminum dua teguk. Croissant-nya ditinggalkan begitu saja.

Dia meletakkan selembar uang seratus ribu di meja, lalu berjalan cepat keluar kafe dengan langkah lebar.

Di balik bar, Dimas si Barista menggelengkan kepala. "Tuh kan. Duitnya dibuang-buang. Dasar orang kaya."

Dimas tidak tahu, bahwa pria itu baru saja menukar kenyamanannya demi mencegah kiamat yang tidak terlihat.

Aditya masuk ke dalam mobil sport-nya. Di dashboard, GPS sudah diset ke tujuan baru: Bandara Halim Perdanakusuma.

"Palembang," desis Aditya pada jalanan aspal. "Kenapa harus air? Aku benci misi di air. Bajuku bakal bau amis seminggu."

1
Santi Seminar
lanjutt
Kustri
sambil menyelam minum☕
Kustri
maju teros, ojo mundur Dit, kepalang tanggung, yakin!!!
Kustri
jgn lewatkan, ini karya👍👍👍
luar biasa!!!
Santi Seminar
suka ceritamu thor
Santi Seminar
jodoh kayaknya😍
Kustri
seh kepikiran wedok'an sg duel ro adit ng gudang tua... sopo yo thor, kawan po lawan🤔
tak kirimi☕semangat💪
Kustri
☕nggo pa tio sg meh begadang
💪💪💪thor
Kustri
hahaaa dpt😉 g bs tidur pa dosen
jodoh ya thor🤭
Kustri
apa kau tersepona hai wanita cantik...

makhluk luar angkasa, bukan makhluk halus🤭
Santi Seminar
wow
Kustri
oowh jembatan merah di mimpi adit ternyata di palembang
💪💪💪adit
Kustri
ckckckk... seru tenan!!!
Kustri
serius mocone deg"an
tp yakin sg bener tetep menang
Kustri
☕tak imbuhi dit💪
Kustri
☕ngopi sik dit, bn nambah kekuatanmu💪
Kustri
gempa lokal
was", deg"an, penasaran iki dadi 1
💪💪💪dit
Kustri
3 raksasa lawan 1 manusia...ngeri" sedap
jar, ojo lali kameramu di on ke
💪💪💪 dit
Kustri
pusaka legend sll ada💪
Daniel Wijaya: Betul banget Kak! Nusantara kita emang gudangnya pusaka sakti. Sayang kalau nggak diangkat jadi cerita! 🔥
total 1 replies
Kustri
qu berharap kau menyelesaikan karyamu ini thor, wlu blm byk yg mampir, tetap semangat berkarya
Daniel Wijaya: Aamiin! Makasih banget doanya Kak 🥹 Justru karena ada pembaca setia kayak Kak Kustri, aku jadi makin semangat buat namatin cerita ini sampai akhir. Tenang aja, perjalanan Adit masih panjang! 🔥
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!