NovelToon NovelToon
AWAN MERAH

AWAN MERAH

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama
Popularitas:24
Nilai: 5
Nama Author: yotwoattack.

Seorang pemuda tampan yang katanya paling sempurna, berkharisma, unggul dalam segala bidang, dan yang tanpa celah, diam-diam menyimpan sebuah rahasia besar dibalik indahnya.

Sinan bingung. Entah sejak kapan ia mulai terbiasa akan mimpi aneh yang terus menerus hadir. Datang dan melekat pada dirinya. Tetapi lama-kelamaan pertanyaan yang mengudara juga semakin menumpuk. "Mengapa mimpi ini ada." "Mengapa mimpi ini selalu hadir." "Mengapa mimpi ini datang tanpa akhir."

Namun dari banyaknya pertanyaan, ada satu yang paling dominan. Dan yang terus tertanam di benak. "Gadis misterius itu.. siapa."

Suatu pertanyaan yang ia pikir hanya akan berakhir sama. Tetapi kenyataan berkata lain, karena rupanya gadis misterius itu benar-benar ada. Malahan seolah dengan sengaja melemparkan dirinya pada Sinan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon yotwoattack., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

A M BAB 12 - ada kamu.

Ketika pemuda jangkung tersebut berjalan dengan tergesa-gesa untuk kembali ke tempat awal dan mendapati keberadaan gadis itu disana. Seketika senyum Sinan mengembang sembari dengan tanpa ragu merajut langkah dan berjongkok tepat di depan Dinya yang sedang duduk ditengah-tengah pasangan muda.

"Hey." Panggil pemuda tampan tersebut sambil menggenggam tangan mungil Dinya dan mendongak untuk menatapnya dari bawah. "Lama gak."

Seperti biasa, gadis itu hanya melemparkan tatapan datar yang sangat khas itu. Raut tembok yang tersirat rona muak serta kesal terukir bersamaan dengannya yang memutarkan bola mata lalu dengan sombong melirik kearah lain.

"Pfftt.. maafinn~ ayo." Ujar Sinan sembari terkekeh geli sebelum merangkul gadis itu untuk berdiri disampingnya. Pandangan pemuda itu lantas bergulir pada pasangan yang duduk bersama Dinya. "Ngomong-ngomong, thanks."

Setelah mengucapkan basa-basi dan ungkapan terimakasih singkat, keduanya lantas segera pergi dari tempat tersebut. Karena Max dan Bianca, rencana menonton mereka jadi tertunda hingga niat itu digantikan menjadi makan-makan di suatu restoran sushi sembari menunggu malam hari tiba.

Niatnya setelah mukbang sushi mereka akan langsung tancap gas menuju tempat yang membuat Dinya diam-diam excited, tetapi niat tersebut malah sedikit tergeser atas paksaan Sinan yang oleng pada toko pakaian yang menjual baju-baju lucu untuk wanita.

"Bungkus. Bungkus. Bungkus." Kata pemuda tampan dengan setelan modis tersebut begitu semena-mena yang anehnya menciptakan reaksi kelebihan senang oleh puluhan pegawai toko. "Yang menurut kalian cocok sama dia. Bungkus semua."

Disaat-saat menghebohkan itu hanya hembusan nafas panjang dan gelengan tak habis pikir saja yang menunjukkan betapa pusingnya Dinya. Yang hanya mengerti gadis itu ditengah-tengah paksaan penuh drama Sinan yang memusingkan kepala.

Waktu merangkak dengan begitu cepat sampai tak terasa bintang-bintang telah terukir diatas langit gelap. Bulan memang belum setinggi itu tapi tak bisa di katakan bahwasanya hari belum malam. Jam telah menunjukkan pukul 19.30, membuat mau Dinya ataupun Sinan yang masih dalam keadaan rempong segera turun dari mall dan menuju tempat yang sejak awal menjadi tujuan keduanya setelah keberlangsungan ajar-mengajar.

"Hm hm hm.." senandung senang milik pemuda yang sudah berganti setelan menjadi serasi dengan gadis di sebelahnya. "Sans aja, gak bakal telat juga karena acaranya baru mulai jam setengah delapanan. Ngomong-ngomong kok kita berdua gemesin, ya."

Yang di goda hanya mendelik. Begitu tidak tahu malu pemuda itu setelah membuat penampilan mereka terlihat seperti sepasang kekasih begini, ia malah dengan terang-terangan memuji.

"Ngomong-ngomong, tadi Max ada ganggu kamu?" Ujar Sinan tanpa menoleh. "Kalau ada langsung bilang, kebetulan aku juga mau cut off mereka semua."

"Kenapa." Dinya heran. Ia ingat ujaran Bianca yang berkata bahwa hubungan pertemanan mereka tak hanya sebulan dua bulan. "Bukannya kalian udah temenan lama. Apa alasannya tiba-tiba mau ngebuang mereka."

Pemuda yang sedang mengemudi hanya merespon dengan kekehan santai. Ia geli dengan kalimat Dinya yang berbunyi buang membuang sebelum sedikit menoleh pada gadis itu untuk memperlihatkan senyum manisnya.

"Kenapa apanya." Sinan masih geli. Sebelah tangannya meluncur untuk menggenggam milik Dinya. "Jelas karena mereka udah kurang ajar sama kamu."

Awalnya pemuda yang dikenal rendah hati tersebut tidak pernah memiliki niat yang merujuk ke arah sana. Meski ia tahu bahwa teman-temannya itu hanya memanfaatkan kepopuleran dan statusnya, Sinan sama sekali tidak menjadikan itu masalah karena ia merasa bahwa ia sedikit diuntungkan dengan bergabung dalam circle pertemanan mereka.

Srek.

Melirik gadis berwajah datar disebelahnya, Sinan lantas tersenyum.

"Pertemanan kami gak yang kayak gimana juga." Masih sambil mengukir senyum ia eratkan tautan mereka. Mengelus punggung tangan Dinya menggunakan jempolnya. "Toh sekarang ada kamu."

Mendengar rentetan kalimat tersebut rupanya tak membuat gadis datar yang sedang menatap santai jendela luar terkejut. Ia juga tidak repot-repot melayangkan kalimat tanya karena sangat jelas dari kalimat barusan yang menjadi alasan utama pemuda itu bisa memutuskan hubungan pertemanannya adalah karena dia. Alasan Sinan melakukan langkah itu adalah Dinya.

"Manusia adalah makhluk sosial, jadi jangan terlalu berharap apalagi naruh ekspektasi tinggi ke satu individu. Sinan." Dinya hanya memperingati, ia biarkan tangannya digenggam. "Apalagi kita baru kenal. Lo sama sekali belum tau gue orangnya gimana."

"Dinya.." ujar pemuda di sebelahnya setelah beberapa saat terdiam yang tak terdengar seperti panggilan. Melainkan gumaman yang memiliki kesan dalam. "Kalau individunya adalah kamu, gak akan ada setitik pun ekspektasi dari aku yang bakal jatuh."

Sejenak keramaian dijalanan luar berubah menjadi senyap dan sunyi. Dunia bak masuk ke dalam mode slow motion ketika ujaran dengan nada penuh keyakinan itu terlontar dibarengi sorot teduh penuh perasaan. Bagaimana tautan mereka saling menggenggam dan bagaimana keduanya mengunci pandangan satu sama lain, menciptakan sensasi hangat yang membakar.

"Apa masih jauh." Pihak perempuan yang lebih dulu memutus kontak. Dinya lepaskan tautan itu lalu membuang arah pandangnya. "Gue gak bisa lama."

"Bentar lagi." Sahut pihak lainnya canggung. Sinan sempat beberapa kali berdehem sebelum berusaha mengorek obrolan untuk mencairkan suasana. "Oh iya, kamu gak dibolehin pulang kemaleman ya sama ayah. Kalau iya call aja ayahnya, biar aku yang ngomong buat minta izin."

"Ayah apa. Gue yatim." Sahut Dinya yang sontak membuat pemuda di sebelahnya melotot. Gadis itu terkekeh sambil melirik Sinan begitu santai. "Yang lo sokapin kemaren-kemaren itu sopir taksi. Kasian."

Seketika ingatan tentang bagaimana Sinan menyalim tangan seorang pria paruh baya sambil dengan sengaja membuka lengan seragam untuk mempamerkan otot-ototnya kala menghantar Dinya sambil menenteng kotak besar berisi seragam menyerang ingatan pemuda yang masih dalam keadaan melotot itu. Sampai beberapa puluh detik kemudian, Sinan baru tersadar setelah gadis manis disamping menepuknya.

"Oh.." Ujar si pemuda sambil mengangguk kikuk. Setelah beberapa kali terbatuk, baru Sinan bisa menguasai dirinya lagi. "Aku kira itu ayah kamu."

"Terus gimana." Mulai santai. Sinan hanya bersandar sambil ia mengemudikan mobil yang membawa mereka. Menoleh untuk menatap gadis disamping dengan senyum. "Kamu tinggal sama siapa. Mama adek abang? Jangan tinggal sama abang dong. Masa tinggal berdua sama cowok lain gitu."

Nada yang tiba-tiba berubah mendayu membuat pihak yang ditanyai mengerutkan keningnya. Dinya balas melirik Sinan yang menggelembung kan pipi. Pemuda itu kesal entah karena apa.

"Lo nape." Tegur gadis itu. Memangnya apa yang salah dengan tinggal bersama saudara lelaki. Pikir Dinya. "Lagian gue tinggal sendiri."

"Gak ada. Karena faktor cemburu aja." Sinan membalas sambil tersenyum. Senyum lega karena gadis itu tidak mengkonfirmasi bahwasanya ia benar-benar tinggal bersama seorang lelaki. Sempat bersiul sebelum berujar lagi. "Jadi kamu tinggal sendirian ya. Mainnya bisa lamaan dong kita."

Obrolan mereka terjeda ketika keduanya sudah mulai memasuki area padat pengunjung yang itu berarti mereka sudah dekat. Dinya berduduk tegak, pipinya sedikit menempel pada kaca mobil sambil sepasang netra bulat itu menatap kagum lampu-lampu indah yang berjejer di sepanjang jalan.

"Ya ampun.." Sinan menyaksikan tingkah si gadis dengan penuh gemas. Sambil sebelah tangannya mengemudi sambil yang sebelahnya lagi mengelus gadis yang sedang membelakanginya itu. "Ngapain aja nanti kita kalau pas turun, war makanan dulu apa cobain semua permainan sampai tuntas, hahaha."

Ia pikir gadis yang tidak menyahut itu telah kehilangan minat di karenakan pertemuannya dengan Max dan Bianca. Sehingga tadi ia berusaha memutar otak untuk menghibur gadis itu dengan membelikannya banyak baju. Dari set harian sampai dress-dress mewah sekalipun. Meski ia tahu Dinya bukan tipikal gadis yang bisa di sogok, ia tetap berusaha untuk membuat gadis itu melupakan kejadian menyebalkan yang tadi sempat terjadi.

Namun mengamati bagaimana sikap gadis itu kini. Bagaimana Dinya tersenyum girang dan tampak begitu bersemangat akan acara meriah yang ada di depan mata, lantas membuat pemikiran penuh khawatir dan tidak enak langsung tertepis. Menyatu akan angin bersamaan dengan senyum manis yang turut mengembangkan.

"Dinya.." pihak lelaki bergumam pada diri sendiri sambil sebelah tangannya terangkat untuk menarik Dinya sampai gadis tersebut terduduk asal di atas pangkuannya. Sinan menunduk dalam, mengendus tubuh beraroma manis dengan netra yang berkabut. "Pas selesai jalan-jalan nanti jangan langsung pulang. Temenin aku dulu."

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!