NovelToon NovelToon
Pedang Dari Masa Depan Jatuh Melalui Sebuah Meteorit

Pedang Dari Masa Depan Jatuh Melalui Sebuah Meteorit

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Romantis / Fantasi / Mengubah Takdir
Popularitas:46.2k
Nilai: 5
Nama Author: Wafi_Shizukesa

Peristiwa meteorit jatuh yang anehnya hanya bisa dirasakan oleh Yamasaki Zen, seorang pelajar SMA berusia 15 tahun selepas aktivitas belajarnya di sebuah Akademi Matsumoto. Kejanggalan itu membuatnya terkejut dan bingung setelah suara dentuman keras berhasil membuat telinganya kesakitan. Namun anehnya, kedua orang tuanya sama sekali tidak merasakan dampak apa pun.

Di suatu tanah lapang di bukit rendah, dirinya melihat kilau meteorit dari kejauhan. Setelah selesai memeriksa meteorit itu, suatu hal absurd, kini ia menemukan sebuah pedang di dalam meteorit yang sesaat sebelumnya lapisan luarnya telah hancur dengan sendirinya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wafi_Shizukesa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 004. 2

***

Setelah mereka bertiga mengantarkan tumpukan buku itu.

Di lorong ruang guru, Yamasaki kembali memandangi keluar jendela melihat siswa-siswa di sana yang masih bermain sepakbola di lapangan, sambil masih menunggu kedatangan Takahashi dan Kojima yang sedari tadi masih berbicara dengan ‘Nakamura-sensei’ di dalam.

Tiba-tiba saja pintu ruang guru terbuka dengan suara berderak, Yamasaki berbalik melihat ke arahnya. Bersamaan dengan itu, Takahashi dan Kojima keluar dari sana sambil memberikan salam ““Permisi!””, lalu Takahashi pun menutup pintu ruang guru.

“Sudah selesai?”

Yamasaki bertanya—hanya memastikannya.

“Iya, sudah selesai!”

“Baiklah, kalau begitu aku pergi ke kelas dahulu.”

Tugasnya di sini sudah selesai.

Yamasaki lantas berjalan pergi meninggalkan tempat itu.

Baru saja beberapa langkah dilakukan, Takahashi tiba-tiba saja memanggil “Tunggu sebentar!”, membuat Yamasaki seketika saja menghentikan langkahnya. Kemudian dalam diamnya, Yamasaki segera berbalik badan dan melihat ke arahnya.

“Takahashi-san, ada apa?”

Seruan itu membuat Kojima menjadi bingung dengan Takahashi yang memanggil Yamasaki secara tiba-tiba. Namun, kebingungan itu tidak berlangsung lama, “..!!!” Kojima tersentak terkejut seakan memiliki beberapa kemungkinan dalam benaknya yang terlintas begitu saja.

Seperti, “aku mencintaimu!” atau “berpacaran-lah denganku!” dan beberapa kemungkinan lainnya di dalam benaknya. Sebenarnya, semua referensi itu dia dapatkan di dalam sebuah game galge yang diketahuinya ketika salah satu teman siswi-nya memainkan game tersebut.

Dan secara tidak di sengaja, kondisi mereka berdua yang terbentuk saat ini mendukung salah satu pilihan dari alur cerita di dalam game galge tersebut yang mengarah ke pilihan good ending.

Sepertinya.

Secara tidak langsung, dia merasakan atmosfir karakter perempuan Takahashi yang membentuk karakter yang sifatnya pemalu ditunjukkan untuk lawan bicaranya, si pria. Karena hal itu, pemandangan ini secara tidak langsung membuat Kojima ragu untuk mendengar ucapan Takahashi kepada Yamasaki untuk beberapa detik ke depannya.

Bahkan dirinya merasa tidak terima kalau kemungkinan itu benar-benar terjadi.

“Aku...”

Satu kata terucap dari mulut Takahashi, keringat dingin mengalir dari pelipis kanannya, Kojima merasa tidak ingin mendengar lanjutannya.

“...ingin tahu, namamu!?”

Kojima menganga lebar mulutnya, dia terkejut dengan apa yang diucapkan oleh Takahashi.

Ternyata belum masuk ke dalam good ending, itu hanya satu pendekatan yang mengarahkannya ke good ending dan itu terealisasikan secara terstruktur.

“Ah, iya. Eng... namaku Yamasaki Zen. Tidak masalah kalau kamu memanggilku, ‘Yamasaki’ ataupun ‘Zen’.”

“Tidak-tidak, aku cukup memanggilmu Yamasaki-san, saja! Ah, benar juga. Namaku, Takahashi Emi. Terima kasih sudah membantuku mengantarkan buku-buku itu!”

“Sama-sama! Baiklah, kalau sudah tidak ada hal lainnya, aku pergi dulu ke kelas.”

“Baik!”

Takahashi mengangguk, dengan segera dirinya pun meresponsnya.

Setelahnya, Yamasaki pun beranjak pergi dari tempat itu menuju kelasnya.

Bagian 2

Tidak terasa, waktu menunjukkan pukul 4:30 PM, bel sekolah telah berbunyi, menandakan selesainya jam pelajaran terakhir.

“Hai, Zen! Kamu yakin, tidak ingin pergi ke kafe itu?”

Baik siswa maupun siswi di kelasnya, semuanya mempersiapkan diri mereka masing-masing, ada yang langsung pulang ke rumahnya dan ada juga yang pergi mengikuti aktivitas klub sekolah yang diikutinya.

Hayashi berbalik menghadap ke belakang sambil menyandarkan lengan kanannya, lantas melemparkan sebuah pertanyaan yang sama seperti di pagi hari.

Kemudian…

“Iya, maaf! Lain kali saja aku pergi bersamamu, tetapi, kalau kamu ingin pergi hari ini juga tidak apa, kok!”

Sementara kedua tangannya sedang bergerak merapikan buku-buku pelajarannya dan memasukkannya ke dalam tas. Jawaban Yamasaki masihlah sama seperti saat di pagi hari.

“Tidak, lain kali saja! Niatnya, aku hanya ingin pergi bersamamu saja, tetapi, apa boleh buat kalau kamu memang sedang sibuk.”

Menggeleng kecil kepalanya, mau tidak mau, Hayashi tidak ada pilihan lain selain pergi di lain waktu.

“Sekali lagi, aku minta maaf! Baiklah, aku pulang dahulu!”

“...”

Dengan tas sekolahnya yang sudah diselempangkan di bahunya, Yamasaki lekas berdiri dari tempat duduknya, lantas dirinya pun beranjak pergi dari ruangan itu.

Untuk beberapa saat Hayashi Yuuki hanya memilih untuk diam, lalu setelahnya, tiba-tiba saja kepalanya tersentak oleh sesuatu yang membuat dirinya kembali tersadar.

“Oi, Zen! Tunggu, jangan tinggalkan aku!”

Hayashi segera merapikan buku-bukunya sambil terburu-buru memasukkannya ke dalam tas. Lalu kemudian, dia pun segera berlari hendak menyusul Yamasaki yang sudah terlebih dahulu keluar dari ruangan kelas..

***

Di luar area sekolah.

Mereka berdua berjalan di atas trotoar. Tujuan mereka adalah pergi menuju halte bus yang jaraknya cukup jauh dari wilayah sekolah.

“Hai, Zen!”

“Apa?”

“Kamu pernah dengar tidak? Rumor seorang ilmuwan Jepang yang berhasil menciptakan suatu mesin yang ‘katanya’ mampu mengubah dunia.”

Sambil berjalan mereka memulai suatu topik untuk dibincangkan.

“Ilmuwan Jepang dengan mesinnya yang mampu mengubah dunia? Sepertinya aku pernah dengar itu di sebuah berita lokal, tetapi, bukankah itu hanyalah sebuah rumor?”

“Entahlah...”

—Jadi mana yang benar!

Pikirnya mengatakan demikian, Yamasaki membuat raut wajahnya sedikit sinis tampak ditampilkan.

“Akan tetapi, bukankah berita itu sudah sangat lama?”

“Iya, tetapi, entah kenapa berita yang sudah lama itu seperti naik ke atas permukaan, padahal sebelum daripada itu, berita itu masih berada di bawah laut.”

“Jadi, apa yang ingin kamu bahas dari berita itu?”

“Apa yang ingin aku bahas adalah berita itu sendiri tahu!”

“…”

Mendengar balasan itu, Yamasaki Zen hanya memilih untuk diam.

Tidak terasa, perbincangan singkat itu sudah membawa mereka berdua ke tempat halte bus.

Sembari menunggu kedatangan bus, perbincangan mereka pun masih dilanjutkan.

“Walaupun itu hanya sebuah rumor belaka, tetapi, sepertinya rumor itu menjadi sebuah kebetulan yang luar biasa.”

“Kebetulan apa yang kamu maksud?”

Rasa penasaran Yamasaki untuk sesaat merasa di uji, dirinya lantas mencoba bertanya.

“Itu lo! Setelah beberapa bulan rumor itu menyebar, perusahaan dari ilmuwan itu mengalami sebuah insiden yang tidak terduga. Perusahaan itu mengalami sebuah insiden kebakaran yang sangat dahsyat, sampai-sampai gedung perusahaan itu habis dilahap oleh si ‘jago merah’.”

“Kebakaran?”

“Yah, setiap ada kesuksesan, pasti ada saja orang lain yang tidak menyukainya. Setidaknya, itulah yang aku pahami dalam berita yang aku baca.”

Yamasaki berkata pelan, lantas merenung dan mencoba mengingat kembali saat-saat yang sepertinya pernah dirinya lihat.

Bahkan perkataan yang baru saja Hayashi katakan menjadi samar, fokusnya tidak ditujukan untuk hal itu.

.

Jam dinding menunjukkan pukul 10:00—saat itu malam hari.

Di samping meja berukuran panjang, Yamasaki Zen duduk memandangi serius ke arah sebuah berita di televisi yang sedang ditonton olehnya, sambil tangan kanannya disandarkan di atas meja itu. Pada saat itu, dirinya masih berumur delapan tahun, tidak salah lagi... berita yang sedang Yamasaki tonton adalah sebuah berita siaran langsung, insiden terjadinya kebakaran di perusahaan yang dimaksud oleh Hayashi Yuuki sebelum kilas balik.

(Pada hari ini, kebakaran terjadi di perusahaan—)

“Zen... kamu masih belum tidur?”

Ibunya muncul dari dalam lorong, beliau lantas memandang pasrah ke arah Yamasaki Zen seraya menyandarkan bahu kirinya ke tepian dinding kayu pembatas ruangan, di saat itu pula, dirinya bertanya.

“Belum, bu. Nanti juga aku pasti tidur, kok!”

Yamasaki menjawab meyakinkan ibunya.

Namun, jawaban yang diberikannya belum-lah cukup untuk membuat beliau percaya. Beliau hanya bisa menghela napas kecil, lalu “Dasar...” meneruskannya hanyalah sepatah kata diucapkan. Hampir di waktu yang bersamaan, beliau melangkahkan kakinya dengan berjalan ke arah Yamasaki Zen yang sedang asik menonton televisi.

(Untuk saat ini, polisi masih belum memastikan terdapat korban jiwa dalam kasus ini. Namun—)

*—Ceklek.*

Televisi itu seketika dimatikan.

“Ehhh...”

Sontak, Yamasaki menunjukkan respons terkejutnya dengan membuat raut wajahnya yang tampak kecewa dengan apa yang sudah beliau lakukan sebelumnya.

“Sudahlah Zen, kamu sekarang tidur sana! Nanti kalau kamu telat sekolah besok, bagaimana?!”

“Tetapi, ibu...”

“Sudahlah, jangan alasan lagi! Dasar, apakah anak-anak seusiamu suka sekali menonton berita seperti itu di jam segini? Atau hanya kamu saja?”

Ibunya bertanya sambil memandang heran yang juga tidak luput bersamaan dengan pertanyaan yang dilontarkannya.

“Eng, sepertinya hanya aku saja.”

Dengan polosnya, Yamasaki Zen membalas memperjelasnya.

“Yah, ibu juga sudah tahu kalau kamu saja yang seperti itu. Pokoknya, kamu harus tidur sekarang!”

“Baik...”

Tidak ada pilihan lain bagi dirinya selain harus menuruti perintah ibunya.

.

“Ahh... aku ingat! Tunggu, bukankah gedungnya tidak terbakar seluruhnya?”

“Eh, benarkah?”

Respons balik pertanyaan itu langsung dijawab segera dengan anggukan kepala Yamasaki sebagai tanda membenarkan.

“Selain itu, kalau tidak salah, insiden itu juga terjadi beberapa minggu sebelum Jepang meluncurkan roketnya ke luar angkasa kan?”

“…”

Yamasaki bertanya perihal itu kepada Hayashi Yuuki, di saat yang sama, Hayashi tiba-tiba saja terdiam tidak memberikan respons apapun. Kemudian, hampir di saat yang bersamaan, bus yang di tunggu akhirnya datang.

“Oh, iya. Aku baru tahu kalau kamu pulang menaiki bus yang sama denganku.”

“…!!”

Setelah perkataan itu, secara tiba-tiba saja Hayashi terburu-buru mengeluarkan ponsel dari dalam sakunya.

Dia baru mengingat satu hal yang hampir saja dilupakan oleh dirinya.

“Maaf, Zen! Aku baru ingat kalau aku ada janji dengan Kichida!”

“Ceroboh seperti biasanya, cepatlah pergi temui pacarmu sebelum dirinya bosan menunggu kamu!”

“Maaf, ya!”

Setelah permintaan maafnya, secepatnya Hayashi segera berlari pergi meninggalkan temannya itu sendirian di halte bus.

Dalam diam, Yamasaki pun masuk ke dalam bus, dalam benaknya seketika terlintas perkataan Hayashi mengenai suatu ‘kebetulan’ yang ada keterkaitannya antara perusahaan yang terbakar enam tahun yang lalu dengan seorang ilmuwan dan mesin canggihnya.

—Suatu kebetulan, ya?

Langkahnya terhenti untuk sesaat, dalam benaknya berkata demikian.

Lalu kemudian dilanjut, dengan busnya yang melanjutkan perjalanan ke beberapa rute terakhir.

Bersambung...

Next. Chapter 005 : Pertama Kali Aku Melihatnya.

By, Wafi Shizukesa.

Like dan jadikan favorit novel Author di rak buku kamu ya... salam hangat. 🤗✌️

\==========================

1
Wafi_Shizukesa
syapp!
Not Found
semangat kak 😊❤️
Ananda
sangat keren dan menginspirasi
Hibr 'Azraq
11, 12 sama si Taewoon wkwkwk.
Hibr 'Azraq
Fufufu, Tidak baik menolak rezeki Zen...
Hibr 'Azraq
Anak pintar....
Wafi_Shizukesa
lah, kamu mampir dong 😅
Hibr 'Azraq
gila novelnya keren..! semangat Thorrr
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!