Disarankan baca "Dear, my first love" dulu ya🙃
"Kalo jalan yang bener, pake mata dedek."
Tangan Shawn setia berada di pinggang Zuya agar gadis itu tidak terjatuh dari tangga. Dan lagi-lagi gadis itu menatapnya penuh permusuhan seperti dulu.
Pertemuan secara kebetulan di tangga hari itu menjadi awal hubungan permusuhan yang manis dan lucu antara Shawn dan Zuya, juga awal dari kisah cinta mereka yang gemas namun penuh lika-liku.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mae_jer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 29 - Liburan
Zuya bosan. Bosan sekali. Sudah tiga hari dia diam di rumah tanpa melakukan kegiatan apapun. Para sahabatnya tega ninggalin dia dan liburan bertiga ke Jepang. Mana Aska ikut sama mereka juga. Zuya kan jadi nyesel nggak bisa ikut.
Orangtuanya lagi di luar negeri, bang Anson dan kak Aerin pun sama saja. Mereka sibuk di rumah sakit. Mana baby Cale-nya di bawah terus lagi sama mereka. Zuya kan nggak ada teman bermain sekarang.
"Sebal, sebal, sebal! Kenapa semua orang ninggalin aku sih? Mirisnya hidup kamu Zuzu." gadis itu meratapi nasibnya yang menyedihkan.
"Siapa yang ninggalin kamu sih, lebay banget!" Anson tiba-tiba masuk tanpa mengetuk.
"Abang, sudah Zuya bilang kan kalau mau masuk ke kamar Zuya ketok pintu dulu. Abang lupa? Zuya kan cewek, abang laki-laki. Udah ada istri pula. Nggak baik tahu masuk-masuk kamar cewek sembarangan. Mana ceweknya secantik ini lagi." celetuk Zuya panjang lebar. Ia sudah terbawa kesal karena bosan tidak tahu mau ngapain.
Anson mendengus pelan. Tak peduli apa kata sang adik. Lelaki itu malah menoyor kepala adiknya, bikin kekesalan Zuya bertambah.
"Ih, abaang ..."
"Cerewet, waktu kecil juga abang sering mandiin kamu." Anson sudah duduk di tepi ranjang, dekat adiknya.
"Hmph! Nggak peduli." Zuya membuang muka. Anson terkekeh.
"Mau ikut abang liburan nggak?"
Raut wajah Zuya berubah seketika. Ia mengubah posisi dari tidur menelungkup menjadi duduk. Matanya berbinar-binar begitu mendengar kata liburan.
"Abang mau liburan? Kemana, luar negeri?"
"Nggak ada luar negeri. Liburannya ke kampung. Abang ada urusan pekerjaan di sana. Sekalian aja bawa kamu karena kamu kayaknya butuh banget liburan. Kaki kamu udah sembuh, udah bisa ikut abang."
Senyum cerah di wajah Zuya berubah seketika.
"Kok kampung sih? Lagian nggak bisa apa abang ambil urusan pekerjaannya di luar negeri. Di kampung aku bisa ngapain coba?" gadis itu tidak puas.
"Banyak. Kamu bisa main layangan, bisa foto-foto, bisa ngehirup udara segar, dan banyak lagi."
"Tapi kan aku pengennya ..."
"Mau ikut apa nggak?"
Zuya manyun tapi kemudian mengangguk walau setengah hati.
"Ya udah. Cepat siap-siap sana. Bawa pakaian buat dua hari. Abang tunggu kamu di bawah." setelah mengatakan itu Anson keluar dari kamar sang adik.
Zuya mendesah berat. Pandangannya berpindah ke hapenya. Dia lihat ada gambar baru yang dibagikan Bowen di group WhatsApp persahabatan mereka. Gambar ketiganya sedang berfoto bersama di sebuah kebun binatang. Sengaja mau bikin dia kesal memang. Dengan sebal Zuya pun mengetik pesan balasan.
"ZUYA KELUAR DARI GRUP!" ketiknya menggunakan huruf besar semua. Ketiga sahabatnya langsung membalas dengan kompak pakai emotikon melambai dan tertawa.
"Ih, nyebelin!" Zuya mengerucutkan bibir. Dia tidak punya pilihan lagi, daripada bosen di rumah terus dan makan hati gara-gara ulah para sahabatnya yang senang banget ledekin dia, dia juga harus punya foto liburannya sendiri. Pasti ada spot yang bagus juga di kampung. Lihat saja, kirain mereka doang yang liburan.
Dengan semangat gadis itu bangkit untuk mengatur barang dan pakaian yang akan dia bawah. Sekitar lima belas menit kemudian ia turun dengan sebuah koper besar. Ternyata di bawah sana ada abang Logan juga.
"Eh, ada bang Logan juga." Zuya tersenyum lebar pada lelaki yang tengah duduk berhadapan dengan Anson. Hanya dua laki-laki itu di ruang tamu. Dan pandangan kedua pria dewasa tersebut fokus pada satu titik, koper besar milik Zuya.
"Itu barang-barang kamu?" Anson bertanya di jawab dengan anggukan kuat Zuya. Logan langsung tertawa, sementara Anson menghembuskan nafas kasar.
"Zuzu, kita itu cuma mau pergi dua hari. Kamu yakin mau bawa koper segede itu?"
"Ya kan aku perempuan bang. Kebutuhan perempuan itu pasti dong lebih banyak dari laki-laki."
"Tapi itu kegedean bocah. Ganti sana."
Zuya mengerucutkan bibirnya menatap sang abang.
"Nggak mau. Zuzu pengen bawah yang ini." ucap gadis itu dengan nada manja.
"Zuzu,"
"Abaang ..."
"Udah biarin aja. Ini sudah sore, kita harus segera berangkat." timpal Logan. Kalau kakak beradik itu berdebat terus, bisa-bisa mereka sampai di desa tujuan mereka kemalaman.
"Tuh denger, bang Logan aja nggak masalah lihat aku bawa koper begini, abang aja sewot. Nggak bisa liat adeknya senang."
"Bawel," Anson cepat-cepat mengambil koper gadis itu dan berjalan keluar rumah. Logan senyum-senyum melihat adegan menarik tersebut. Zuya benar-benar sesuatu. Adek kakak yang saling melengkapi. Satunya dingin, satunya lagi rada-rada aneh dan sangat ceria.
"Loh, kak Aerin sama baby Cale kemana? Nggak ikut?" Zuya bertanya karena tidak melihat kakak ipar dan ponakannya yang lucu. Biasanya kalau abangnya mau tugas keluar, kalau pun kak Aerin nggak ikut, pasti akan mengantar kepergian suaminya.
"Lagi di rumah oma dan opa-nya baby baby Cale. Nggak ikut, ponakan kamu masih terlalu kecil buat bepergian jauh pakai mobil." sahut Anson.
"Oh," Zuya manggut-manggut mengerti. Berarti cuma mereka bertiga doang. Ya ampun, gak asik banget. Tapi nggak apa-apa deh. Daripada dia suntuk di rumah terus.
Mobil pun melaju meninggalkan kediaman megah tersebut. Anson yang menyetir. Logan duduk di sebelah kursi stir, sedang Zuya sendirian di jok belakang. Sepanjang perjalanan Zuya ngelawak. Walau kadang tidak lucu, Anson dan Logan tetap tertawa. Karena bagi mereka bukan cerita Zuya yang lucu. Tapi gadis itu yang lucu dengan segala tingkah absurd-nya.
Setelah tiga jam perjalanan, kendaraan mereka pun memasuki daerah perkampungan. Hari masih sore ketika mereka sampai. Kira-kira pukul lima sore.
"Wahhh ... Banyak banget tanam hijaunya. Wihh, abang lihat! Ada sungai. Abaang, ada jembatan gantung juga!" Zuya berteriak heboh sendiri. Ternyata desa yang mereka datangi ini adalah sebuah desa yang indah.
"Bisa diam dulu kan bocah?"
"Cih!" Zuya berdecih seraya menatap keluar mobil. Matanya berhenti pada sosok yang tengah berdiri di membelakangi dia di area sungai yang mereka lewati.
Dari belakang sosok itu tampak sangat familiar. Mirip sama si om jelek. Tapi tidak, tidak mungkin kan om jelek yang berduit itu liburannya ke kampung kecil begini. Zuya tidak percaya.
Mobil tersebut makin menjauh hingga Zuya tidak sempat lagi melihat wajah pria yang mirip om jelek tersebut.