WANITA ITU IBU ANAKKU
"Dena, untuk pembukaan uotlet cabang di kota S sejauh mana persiapannya?" tanya wanita muda, cantik dan terlihat anggun itu.
"Sudah fix kok kak, kita tinggal berangkat aja. Semua persiapan sudah oke" ucap Dena sang asisten, yang sudah dianggap seperti adik sendiri oleh wanita muda itu.
"Jadi di hari Sabtu ini kan pelaksanaannya? Jangan dirubah lagi ya" mohon Dena. Wanita muda itu mengiyakan ucapan asistennya.
Ya, wanita muda itu adalah Mutia Arini. Seorang pengusaha bakery sukses dengan produk-produk premiumnya.
Pelanggannya adalah kalangan menengah ke atas. Sudah beberapa outlet cabang yang telah berhasil dibukanya. Ribuan karyawan telah dipekerjakan olehnya. Mutia sangat menjaga kualitas bahan dan pembuatan produk kue-kue yang dijual di outlet-outletnya, dia tak segan turun sendiri dalam proses pembuatan dan pengolahan kue. Semua itu dipelajarinya secara otodidak karena sudah menjadi hobinya, Mutia sebenarnya tidak mempunyai cita-cita sebagai pembuat kue.
"Kak, nanti Langit ikut serta kan?" tanya Dena.
"Ya pastilah. Makanya aku minta kamu buatkan acara di akhir pekan" tukas Mutia.
Langit adalah putra semata wayang Mutia. Putra tampan yang sekarang telah berusia lima tahun, saat ini sedang sekolah di sebuah taman kanak-kanak elit di kota J. Anak yang sangat kritis menanyakan hal-hal terutama yang baru dilihatnya.
"Dena, nanti jam dua belasan kutinggal jemput Langit ya" ujar Mutia.
"Oke kak, aku juga lagi nyiapin pesanan kue dari pak Baskoro nih. Biar cepat beres" tukas Dena.
"Pak Baskoro yang mau punya acara hajatan pernikahan putra sulungnya kan? Yang punya perusahaan blue sky?" ujar Mutia duduk di meja kerjanya.
"Betul... Bu Baskoro inginnya kue kering yang fres kak" Dena hendak meninggalkan ruangan Mutia.
"Iya Den, kualitas harus tetap kita jaga. Kepuasan pelanggan harus kita utamakan" tegas Mutia.
Dena meninggalkan ruangan Mutia untuk mengawasi persiapan pengiriman kue ke keluarga Baskoro.
Tepat jam dua belas, Mutia keluar dari ruangannya. Mutia berpapasan dengan Dena di dekat pintu keluar outletnya. Memang di tempat itu selain untuk kantor dari perusahaan "Mutia Bakery", lantai dasar dimanfaatkan untuk outlet kue oleh Mutia.
Mutia sangat pintar memilih lokasi perusahaannya itu. Selain berada di lokasi perkantoran, perusahaan Mutia tepat berseberangan dengan sebuah mall terbesar di kota J. "Den, aku pergi dulu ya" pamit Mutia. Dena mengangguk.
Mobil Mutia pun telah disiapkan oleh satpam tepat di depan pintu keluar. "Terima kasih pak Sarno" ucap Mutia ramah.
"Sama-sama nyonya" jawab sopan pak Sarno sambil membungkuk.
Meski sudah sukses, Mutia tetap tak sombong. "Mau jemput den Langit nyonya?" tanya pak Sarno.
"Pastilah pak. Mari pak Sarno, saya meluncur dulu" tutur Mutia dengan senyum khasnya, sambil membuka pintu samping kemudi mobil.
Mobil mewah itupun meluncur ke TK Harapan Ceria tempat Langit belajar. Mobil Mutia terparkir di samping sebuah mobil sport keluaran terbaru. Mutia turun dan berjalan terburu karena sedikit telat tiba di sekolah. Di perjalanan sempat terjebak macet, karena ada sebuah kecelakaan lalu lintas.
"Bundaaaaa" panggil Langit sambil berlari menyambut bundanya yang baru datang.
"Maaf sayang, bunda terlambat" ucap Mutia memeluk putra tampannya itu.
"Makasih miss, sudah nungguin Langit" ucap Mutia ke guru Langit.
"Sama-sama nyonya" ucap bu Rani.
"Bun, aku mau makan di resto dekat kantor bunda ya?" ujar Langit saat berjalan menuju mobil mereka.
"Loh, kan Bunda sudah buatin bekal tadi buat Langit. Nanti kita makan sama-sama di kantor bunda ya" Mutia dengan sabar menjawab Langit.
"Padahal aku lagi ingin ayam goreng bun" Langit merengek.
"Padahal bunda tadi sudah buatin kamu nasi kura-kura loh" celetuk Mutia.
Langit menyambut dengan antusias, "Benar bun, kalau gitu nggak jadi ajalah makan di restonya" sahut Langit. Mutia menggandeng tangan putranya itu. Nampak sekali binar bahagia di mata mereka.
Sampai di parkiran, Mutia dihampiri seorang ibu muda dengan make up tebalnya. "Selamat siang, apa anda orang tua dari Langit" sapanya dengan sedikit tak bersahabat.
Langit mulai berlindung di belakang bundanya.
"Tolong ajari anak anda sopan santun nyonya. Kemarin siang anak saya Bintang dipukul oleh anak nyonya. Sekarang anakku dirawat di rumah sakit" jelasnya dengan berapi-api.
Langit semakin mengeratkan pelukannya. Mutia duduk memandang Langit seakan meminta penjelasan.
"Langit, apa benar yang dikatakan aunty itu?" ucap Mutia dengan sabar.
Langit dengan sedikit takut akhirnya berkata, "Aku mempunyai alasan kenapa memukulnya bunda".
"Langit, bunda pernah bilang kalau tak boleh memakai kekerasan bukan?" ucap lembut Mutia.
"Sekarang kita ke rumah sakit untuk menjenguk temanmu" lanjut Mutia.
"Nyonya, kalau memang anak saya bersalah saya minta maaf. Saya tidak tau kalau anda tadi tidak mengatakan" jelas Mutia ke nyonya muda di depannya.
"Saya akan tuntut anda kalau sampai terjadi dengan anak saya nyonya" ucap mama Bintang itu dengan ketus.
Mutia masuk ke dalam mobil dan mengikuti arah mobil sport mewah yang terparkir di depannya. Lihat kendaraannya, sepertinya aku berhadapan dengan orang yang berpengaruh. Batin Mutia.
Sementara Langit terdiam karena takut dimarahi bundanya. "Langit, coba ceritakan ke bunda. Kenapa sampai memukul Bintang temanmu?" tanya Mutia dengan lembut.
Mutia tidak mau asal menyalahkan putranya itu. "Bintang selalu mengejekku bun. Dia bilang aku tidak punya ayah, karena tidak pernah aku dijemput oleh ayah. Padahal ayah kan sudah berada di surga ya bun. Benar kan bun?" Langit menceritakan dengan suara bergetar.
Mutia menghentikan mobilnya saat tepat di lampu merah. Antrian panjang mobil di depannya memberikan sedikit waktu untuk memeluk putranya itu. Mutia terpejam saat memeluk putranya. Untuk saat ini Mutia berasa dihempas di jurang terdalam.
Hal yang sangat ditakutkan olehnya akhirnya terjadi juga, anak semata wayangnya akan menanyakan keberadaan ayah kandungnya.
Selama ini memang Mutia mengatakan kebohongan tentang keberadaan ayah kandung Langit.
Mutia terkaget saat mendengar bunyi klakson mobil di belakangnya.
"Ternyata lampu sudah hijau ya bun. Bunda sih lama sekali memeluk Langit" Langit sudah kembali ceria.
Langit tak ingin bundanya bersedih lagi. Karena setiap membahas tentang ayah, hanya tatapan sedih bundanya lah yang didapat oleh Langit.
Mobil Mutia berhenti di parkiran rumah sakit. Nyonya muda yang juga mama Bintang itu ternyata bernama Catherine. Mutia tau namanya saat perawat menyapanya. Mutia tetap mengikuti langkah Catherine sambil menggandeng Langit.
Saat memasuki riang VVIP rumah sakit, Mutia memandang sekeliling ruangan. Di dalam nampak beberapa orang yang menunggui Bintang teman Langit itu.
Langit menggenggam erat tangan bundanya. "Selamat siang. Perkenalkan saya Mutia, saya adalah orang tua kandung dari Langit temannya Bintang" Mutia memperkenalkan diri.
"Heh, sapa suruh kamu berpidato di sini, saya hanya ingin menunjukkan keadaan putaku yang kemarin dipukul oleh putramu itu" sarkas Catherine ketus.
"Maafkan saya dan putra saya nyonya" Mutia tetap berkata dengan lembut.
"Tidak cukup dengan minta maaf, kamu juga harus bertanggung jawab atas segala biaya anak saya di rumah sakit" imbuh Catherine lagi masih dengan nada ketusnya.
"Baik nyonya, saya akan tetap bertanggung jawab untuk hal itu" kata Mutia dengan nada tegas.
"Cih, sombong sekali kau. Kamu tau, biaya perawatan di rumah sakit ini. Tidak sembarang orang bisa membayarnya" urai Catherine.
"Akan saya usahakan nyonya, sebagai ungkapan permintaan maaf kami" imbuh Mutia.
Tiba-tiba datang seseorang yang masuk ke ruangan VVIP tempat Bintang dirawat. Dengan duduk seenaknya dia memperhatikan punggung Mutia yang sedang berbicara dengan kakak perempuan satu-satunya itu. Kakak yang manja dan suka membuat ulah itu. Meski sudah menikah tidak pernah menghilangkan sifat manja yang kadang juga semena-mena itu.
"Sudahlah kak, lagian Bintang juga nggak kenapa-napa. Kakak aja yang lebay, lebam dikit aja musti masuk rumah sakit" ujar
orang yang baru masuk itu santai sambil minum air kemasan di meja.
"Hei, bocah tengil jangan ikut-ikut ya. Ini urusan kakak sama nyonya ini" umpat Catherine.
"Umpatanmu itu tidak baik loh, ada anak kecil di sini" lanjutnya.
Mutia pun berbalik dan menatap asal suara itu. Seorang dengan wajah tampan sedang duduk di kursi penunggu ruangan itu.
"Sudah pulang aja nyonya, keponakanku aman-aman saja. Jangan mau diakali oleh wanita di sampingmu itu" tunjuk tangannya ke arah Catherine.
"Jangan ikut campur ya" sela Catherine.
Dia malah terkekeh, "Kak, aku ke sini mau jemput Bintang karena disuruh oleh papa. Kalau nggak disuruh mana mau aku kesini. Ogah" celetuknya.
"Bintang sudah dibolehin pulang dari kemarin, kakak aja yang ngeyel kalau perlu dirawat. Mana ada pasien lebih pintar dari dokternya. Bintang ayo pulang!!!" ajaknya sambil menggendong Bintang.
Orang tampan itupun berlalu dengan santainya tanpa memperhatikan Langit yang bersembunyi di belakang bunda Mutia.
"Maaf nyonya Catherine, bolehkah kami pamit undur diri?" ujar Mutia berikutnya.
Catherine masih terdiam. "Maafkan atas segala hal yang telah diperbuat oleh anak saya nyonya. Jika ada hal yang belum terselesaikan silahkan hubungi saya. Saya pamit dulu" Mutia menyerahkan sebuah kartu namanya ke Catherine. Mutia dan Langit pun berjalan keluar dari ruangan VVIP tanpa pasien itu.
🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺
semoga suka dengan karyaku ini ya guyssss 💝
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 154 Episodes
Comments
Rhenii RA
Fresh
2024-11-22
1
Sandisalbiah
Mutia tipe wanita tangguh... suka..
2023-11-12
2
~¥^D^~
mampir thor.. ceritanya bagus
2023-11-03
1