“Aku bukan barang yang bisa diperjualbelikan.” —Zea
Zea Callista kehilangan orangtuanya dalam sebuah pembantaian brutal yang mengubah hidupnya selamanya. Diasuh oleh paman dan bibinya yang kejam, ia diperlakukan layaknya pembantu dan diperlakukan dengan penuh hinaan oleh sepupunya, Celine. Harapannya untuk kebebasan pupus ketika keluarganya yang serakah menjualnya kepada seorang mafia sebagai bayaran hutang.
Namun, sosok yang selama ini dikira pria tua berbadan buncit ternyata adalah Giovanni Alteza—seorang CEO muda yang kaya raya, berkarisma, dan tanpa ampun. Dunia mengaguminya sebagai pengusaha sukses, tetapi di balik layar, ia adalah pemimpin organisasi mafia paling berbahaya.
“Kau milikku, Zea. Selamanya milikku, dan kau harus menandatangani surat pernikahan kita, tanpa penolakan,”ucap Gio dengan suara serak, sedikit terengah-engah setelah berhasil membuat Zea tercengang dengan ciuman panas yang diberikan lelaki itu.
Apa yang akan dilakukan Zea selanjutnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BEEXY, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 12 - Rantai Kehidupan
“Di mana aku?”
Saat kesadarannya mulai kembali, Zea merasakan pergelangan tangannya terikat dan besi dingin terasa menusuk pergelangan tangan. Tak hanya pergelangan tangan tapi juga pergelangan kakinya terasa dingin dan mengikat.
Zea perlahan membuka matanya, saat kedua netranya terbuka sepenuhnya. Dapat terlihat dirinya terkurung sendirian di sebuah ruangan mewah yang elegan tetapi dengan pencahayaan temaram. Kedua tangan dan kakinya dirantai. Sedangkan tubuhnya duduk di kursi yang cukup empuk tapi tetap saja terasa mencekam.
Terlebih saat Zea menyadari kalau dia telah kembali lagi ke mansion Giovanni Altezza. Ketika itu Zea menelan salivanya disertai dengan irama jantung yang berdebar kencang. Takut dengan apa yang mungkin terjadi padanya setelah berusaha kabur. Apalagi, baru saja membuka mata tapi Zea menyadari kalau tangan dan kakinya telah terantai seperti itu.
Dia semakin gugup dan ketakutan.
Apakah benar tidak akan ada jalan keluar lagi? Dia tidak ingin hidup seperti ini, merasa ketakutan dalam belenggu Giovanni Altezza.
Mata Zea mengitari ruangan yang terlihat mewah bahkan lantainya terbuat dari marmer yang mahal, tapi suasananya terasa mencekam terlebih dengan kondisi Zea sekarang.
Gadis itu bahkan bisa mendengar deru nafasnya sendiri yang tidak teratur dan memburu. Sungguh, dia benar-benar takut. Padahal saat dia kabur, dia sudah yakin telah menjauh dari Giovanni, tapi lelaki itu malah tiba-tiba membekapnya yang Zea tidak tahu dia datang dari mana.
Hal itu pun yang membuat Zea menyadari satu hal lagi kalau Giovanni Altezza bukanlah orang biasa. Tidak mudah untuk keluar dari cengkraman lelaki itu.
Dan sekarang tampaknya Zea harus siap untuk menerima konsekuensi kemarahan Giovanni alteza karena dia telah berani kabur dari mansion dan tidak menuruti perintah Giovanni.
Saat dia masih kebingungan dengan situasi tersebut, mendadak Zea mendengar suara langkah sepatu yang bergesekan dengan marmer. Ayunan kaki yang terdengar gagah dan karismatik.
Hanya dari suaranya saja, Zea tahu siapa pemilik langkah berat dan teratur tersebut. Nafasnya semakin tercekat dengan debaran jantungnya yang semakin tak karuan. Hanya satu orang yang berada di pikiran Zea sekarang. Siapa lagi orang itu kalau bukan ...
Giovanni Altezza.
Benar saja, lelaki itu masuk ke dalam ruangan dengan tubuh yang gagah dan karismatik. Tatapan Giovanni langsung tertuju pada Zea yang kala itu terduduk di sebuah kursi empuk dengan rantai di tangan dan kaki.
Giovanni berjalan mendekat masih belum mengucapkan satu patah kata pun. Tapi Zea dapat merasakan aura gelap yang menyertai setiap langkah lelaki itu.
“Aku tidak bermaksud kabur darimu.” Zea pun akan bicara dengan seutas keberanian terakhir yang dia miliki.
Setidaknya saya harus membela diri terlebih dahulu, begitulah pemikiran gadis itu.
“Aku telah memerintahkanmu untuk tetap diam di Mansion. Lalu kenapa kau kabur?” ucap Giovanni dengan dingin, kini lelaki itu berdiri tepat di hadapan Zea.
Giovanni menjulang tinggi, dengan pencahayaan yang temaram menciptakan visualisasi lelaki itu makin mencekam di mata Zea.
“A-aku tidak berniat kabur ...”
Zea tahu itu adalah alasan paling konyol yang pernah dia buat.
Tapi, dia tetap harus membela diri bukan?
Giovanni berseringai, senyuman yang seolah meremehkan Zea. “Kau pikir dengan pembelaanmu yang tidak berdasar itu, aku bisa percaya?”
Ini kedua tangan Giovanni mencengkram pergelangan tangan Zea yang terikat oleh rantai. “Kau menyebut dirimu tidak kabur, tapi kau keluar dari Mansion, bersekongkol dengan musuhku. Lalu kabur begitu saja saat TEMANMU itu tidak lagi bisa menolongmu.” ucapan Gio terdengar sangat dingin dan tajam. Apalagi, ketika menekankan kata 'Teman' yang maksudnya adalah William Romano.
Dalam jarak sedekat Itu dan situasi yang sangat mencekam. Zea kehilangan kata-katanya. Jari-jari gadis itu gemetaran. Dia bahkan kesulitan mengontrol nafasnya, aura dominan lelaki di depannya benar-benar menguasai area. Seketika membuat seutas keberanian Zea tadi benar-benar putus.
“Jujur saja, kau berniat kabur kan?” tanya Giovanni dengan nada rendah dan dalam.
Zea memejamkan matanya sejenak. Perlahan-lahan mulai mengumpulkan keberaniannya, hingga ia berani membuka matanya dan menatap langsung netra Giovanni alteza.
“Ya! Aku memang ingin kabur! memang kenapa? Bukan keinginanku berada di sini. Aku bukan propertimu, aku manusia! Kau tidak punya hak untuk memperlakukanku seperti itu!” Zea mengepalkan kedua tangannya, demi memberikan dorongan kekuatan untuk dirinya sendiri agar sanggup untuk berbicara dengan tegas.
Giovanni seketika mencengkram dagu Zea dengan erat. Kedua matanya menyipit dan berkata dengan tajam, “Kau bilang tentang hak? Kau telah dijual untukku. Kau adalah bayaran untuk hutang paman dan bibimu padaku. Sebagai pembeli, Aku memiliki hak sepenuhnya atasmu. Kau adalah milikku sepenuhnya. Saat aku memintamu untuk diam di Mansion, harusnya kamu mematuhi ku. Aku tuanmu dan kau adalah propertiku dan jika kau berbicara tentang kebebasan ... Memang apa yang akan menantimu di luar sana? Kekayaan? Ketulusan orang lain?”
Giovanni tertawa sinis lalu melanjutkan ucapannya, “kau bisa sampai di sini karena paman dan bibimu dengan tega telah menjualmu padaku, menjadikanmu sebagai bayaran dari hutang-hutang mereka. Lantas, jika kau berhasil keluar dari sini, apakah itu akan membuat mereka menerimamu kembali? Apakah hidupmu akan menjadi lebih baik? Tidak ada orang yang menyayangimu, tidak ada lagi orang yang akan menerimamu, Zea Calista . Kau sangat menyedihkan, terimalah kenyataan itu.”
Menusuk.
Itulah satu kata yang dapat menggambarkan perkataan Giovanni Alteza yang langsung membuat Zea terbelalak dan tersadar akan kenyataan dunia yang sangat keji padanya.
Fakta bahwa Zea berada di sana karena paman dan bibinya yang tega menjualnya tanpa bertanya apakah Zea akan baik-baik saja. Setetes air mata mendadak luruh dan mengalir ke pipinya.
Lelaki itu benar adanya, kalaupun Zea pergi dari Mansion itu ... Tidak ada jaminan baginya untuk mendapatkan kasih sayang dari seseorang. Sejatinya Zea tidak memiliki rumah untuk kembali. Dia tidak lagi memiliki orang yang menunggunya pulang, kenyataan itu membuat gadis itu sedikit terisak.
Kenangan saat kedua orang tuanya selalu menyambutnya pulang ke rumah mendadak kembali merasuki pikirannya. Kehangatan keluarga yang ia rasakan dulu begitu sangat dirindukan. Dia merasakan dadanya berdesir perih, apalagi saat memori lain masuk ... Detik-detik aja ya menyaksikan dua orang tuanya terbunuh dengan begitu sadis.
Giovanni yang melihat Zea mulai menangis dan terisak segera menjauhkan tubuhnya dari gadis itu. Dia memalingkan pandangannya, perasaan sesuatu yang berbeda dalam dirinya. Giovanni tidak menyadari perasaan apakah itu. Tapi, setiap melihat raut kesedihan Zea, hatinya ikut terasa sakit.
“Kau sadar tentang itu kan? Maka dari itu jangan pernah berusaha kabur dari ku. Kau sudah tidak memiliki tempat, di sinilah tempatmu berada dan kau harus mulai menerima kenyataan itu.” Giovanni berkata dengan nada yang lembut sangat bertolak belakang dengan dirinya yang biasanya bersikap kasar.
Lelaki itu lalu berjalan keluar dari ruangan untuk memberikan privasi penuh pada Zea.