Evan Dinata Dan Anggita sudah menikah satu tahun. Sesuai kesepakatan mereka akan bercerai jika kakek Martin kakek dari Evan meninggal. Kakek Martin masih hidup, Evan sudah tidak sabar untuk menjemput kebahagiaan dengan wanita lain.
Tidak ingin anaknya menjadi penghambat kebahagiaan suaminya akhirnya Anggita
rela mengorbankan anak dalam kandungan demi kebahagiaan suaminya dengan wanita lain. Anggita, wanita cantik itu melakukan hal itu dengan terpaksa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Linda manik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pakaian Evan
Mengandung tidak membuat Anggita menjadi wanita yang manja. Wanita itu tahu diri atas dirinya yang menjadi istri dari pria yang tidak menginginkan dirinya. Setelah memberikan buah kepada Evan. Wanita itu kembali ke kamar tamu.
Anggita merasakan hidupnya hampa. Tidak ada tempatnya bermanja. Dia hanya mempunyai harta berharga yaitu mama Feli. Sayangnya, sang mama berada dalam kuasa Indra sang papa tiri. Membuat Anggita harus berpikir panjang dan mengatur waktu untuk menjumpai sang mama.
Wanita mana yang tidak ingin dimanjakan di saat hamil muda seperti ini. Begitu juga dengan Anggita. Dia ingin dimanjakan oleh orang orang terdekatnya. Tapi Anggita harus menerima takdir yang kurang baik ini.
Tidak ingin berharap banyak. Anggita bertekad menjadi wanita yang mandiri Dan tangguh. Dia tidak akan membiarkan perlakuan tidak sopan dari papa tirinya dan perlakuan dingin suaminya menjadi penghambat bagi dirinya untuk menata Masa depan yang lebih bagus.
"28 hari lagi," gumam Anggita sambil melingkari angka di kalender yang berada di ruang tamu. Dia menghitung hari yang semakin mendekati perceraian dan Hari terakhir kakek Martin di dunia ini.
"Setelah itu, aku pastikan kamu akan menyesal mas," kata Anggita lagi dalam hati. Selama 28 Hari ini, Anggita akan berusaha menjadi istri yang baik bagaimanapun perlakuan Evan kepadanya. Bukan tanpa sebab dia melakukan itu. Bukankah penyesalan itu akan menyiksa jika tidak mendapatkan maaf dari yang disakiti. Anggita ingin hal itu terjadi pada diri Evan. Dia menghukum suaminya itu dengan hidup penuh penyesalan nantinya.
"Non, boleh Bibi masuk?" tanya Bibi Ani yang sudah berdiri di depan pintu. Wanita tua itu membuka pintu tanpa mengetuk membuat
Anggita terkejut.
"Masuklah bibi."
"Maaf non. Aku terlalu lancang masuk ke kamar ini tanpa mengetuk pintu."
"Tidak apa apa bi. Santai saja. Ada apa bi?"
"Non, non Adelia datang dan langsung naik ke atas," adu Bibi Ani membuat dada Anggita terasa sesak. Baru beberapa jam yang Lalu Evan menyetujui permintaannya untuk tidak membawa Adelia ke rumah ini. Tapi kini wanita itu sudah berkeliaran di rumahnya.
"Terima kasih atas informasinya bi. Aku ke kamar atas dulu." Bibi Ani menganggukkan setuju. Dan itulah tujuannya memberitahukan kedatangan Adelia kepada Anggita.
Setelah tiba di tangga teratas, Anggita merasakan kekesalan yang luar biasa. Bagaimana tidak kesal, pintu kamarnya tertutup sementara ada suami dan wanita lain di kamar itu.
Entah karena terbawa emosi, Anggita membuka pintu kamar itu dengan sedikit kasar. Dan benar saja, Adelia dan Evan terlihat dalam pembicaraan serius. Mereka terdiam Dan sedikit terkejut mendengar suara pintu yang terbuka itu.
Anggita menatap dua manusia itu dengan sinis. Tatapannya sebagai protes atas keberadaan Adelia di kamar itu.
"Maaf, kedatanganku kembali karena aku sangat mengkhawatirkan Evan. Aku sudah meminta ijin kepada tante Anita untuk ini," kata Adelia lembut seakan kedatangannya ke rumah ini adalah hal biasa.
"Pulanglah Adelia. Aku baik baik saja. Jangan datang dulu ke rumah ini selama aku masih belum bercerai," kata Evan sambil menoleh sekilas kepada Anggita. Pria itu masih jelas mengingat permintaan Anggita yang dia setujui. Dan perkataannya mengisyaratkan jika kedatangan Adelia bukan karena permintaannya.
"Iya sayang, aku akan pulang setelah aku memastikan kamu makan malam. Aku ingin kamu cepat sembuh."
Evan langsung menatap Anggita setelah mendengar kata sayang dari mulut Adelia. Sedangkan Anggita langsung melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Masih jam empat kurang itu artinya wanita itu akan berada di rumah ini beberapa jam lagi.
"Kamu, tidak keberatan kan Anggita?" tanya Adelia.
"Jangan tanya aku mbak. Tanya kepada orang yang menjadi alasan keberadaan kamu di rumah ini," jawab Anggita melemparkan jawabannya kepada Evan.
"Bagaimana sayang?" tanya Adelia manja bersamaaan dengan itu terdengar bunyi rintik hujan yang deras.
Anggita berjalan ke arah jendela dan menatap langit sebentar. Langit yang tadinya terlihat cerah tapi kini sudah menurunkan hujan yang sangat deras bersamaaan dengan petir Dan angin kencang.
Adelia tersenyum. Dia merasa Alam ikut mendukung rencananya untuk secepatnya menjadi istri Evan. Di saat dirinya disuruh pulang, hujan deras ini bisa menjadi alasan baginya untuk berlama lama di rumah Evan.
"Seharusnya, kamu pulang Adelia."
Anggita menghentikan tangannya sebentar yang sedang menutup jendela. Sedangkan Adelia juga terkejut mendengar perkataan Evan. Dua wanita itu tidak menyangka jika Evan akan berkata seperti itu.
"Kamu tega kepadaku sayang?" Di luar hujan deras. Bagaimana aku pulang?.
Evan hanya menarik nafas panjang. Situasi ini sangat membuatnya bingung. Dia ingin konsisten dengan permintaan Anggita tapi di sisi lain dia juga tidak tega membiarkan Adelia pulang dengan cuaca ekstrim seperti ini.
"Turunlah ke bawah. Beristirahatlah di kamar tamu menunggu hujan reda," kata Evan akhirnya.
Anggita memalingkan wajahnya ketika Evan menoleh kepadanya. Dia juga sebenarnya tidak tega mengusir Adelia dalam situasi seperti ini. Tapi perkataan Evan yang penuh perhatian kepada Adelia membuat Anggita kembali terluka. Dia bisa melihat Evan bersikap hangat kepada Adelia, satu hal yang tidak dia dapatkan dari sang suami. Apalagi Adelia yang memanggil suaminya dengan kata sayang tentu saja Anggita merasakan sakit hati yang sangat dalam. Tapi Anggita berusaha tidak menampakan sakit hati tersebut.
Adelia bukannya menurut atas perkataan Evan. Wanita itu terlihat tersenyum Dan malah duduk di tepi ranjang. Tangannya menjangkau gelas berisi air putih dari atas nakas yang tidak jauh darinya.
"Aku Haus sayang. Aku minum ya," kata Adelia. Evan menganggukkan kepalanya.
Anggita melihat interaksi suaminya dengan Adelia sambil berjalan menuju pintu.
"Non, ada pak Rico di ruang tamu," lapor Bibi Ani setelah pintu terbuka. Anggita mengangguk senang. Matanya kembali berbinar mengingat buah kiwi yang dipesankan Evan untuk dirinya.
"Oke Bibi. Ayo turun," ajak Anggita bersemangat. Dia bahkan menarik tangan Bibi Ani yang menoleh ke dalam kamar.
"Pelan pelan non," kata Bibi Ani melihat Anggita yang menuruni tangga dengan cepat. Anggita tersadar akan kehamilannya akhirnya berjalan dengan pelan.
"Pak Rico, Mana buah kiwinya?" tanya Anggita setelah berada di ruang tamu.
"Ini nyonya. Maaf lama. Mobilku mogok. Jadi tidak bisa secepat mungkin mengantarkan buah ini."
"Mogok?. Jadi naik apa kemari pak?" tanya Anggita tidak enak hati. Apalagi melihat baju dan celana Rico terlihat basah.
"Naik ojek online," jawab Rico jujur. Dia menelepon pihak bengkel langganannya terlebih dahulu kemudian memesan ojek online.
"Tunggu disini pak, jangan pulang dulu ya. Tunggu hujan reda," kata Anggita. Rico menganggukkan kepalanya. Dia juga tidak ingin pulang dengan cuaca seperti ini. Kejadian pohon tumbang karena angin kencang di saat hujan adalah alasan utama Rico untuk menunda hujan reda.
Anggita meninggalkan Rico dan buah kiwi ruang tamu. Dia naik ke atas untuk mengambil baju ganti untuk Rico. Dia tidak tega melihat Rico memakai pakaian basah seperti itu.
Anggita tidak ambil pusing atas suaminya dan Adelia yang berbincang bincang di kamar itu. Dia fokus dengan tujuannya mengambil baju ganti untuk Rico.
"Pak Rico, ini," kata Anggita menyodorkan kaus Dan celana pendek untuk Rico.
Rico tidak langsung mengambil pakaian itu dari tangan Anggita. Jelas terlihat keraguan di matanya.
"Memakai pakaian basah tidak bagus Pak Rico. Selain bisa masuk angin juga bisa mempercepat pertumbuhan panu di tubuh anda.
Rico membenarkan perkataan Anggita. Walau terlihat ragu akhirnya dia menerima pakaian itu dari tangan Anggita. Dia tidak ingin sakit karena masuk angin apalagi di tubuhnya tumbuh Panu.
"Apakah ini pakaian Evan?" tanya Evan.
"Iya. Aku memberikan pakaian itu sebagai kado ulang tahunnya. Mungkin karena tidak suka warna atau bahannya mas Evan belum pernah memakainya," kata Anggita jujur. Anggita hanya berpikir daripada Evan tidak memakai lebih baik diberikan kepada yang membutuhkan seperti situasi Rico saat ini.
Rico akhirnya ke kamar mandi untuk mengganti pakaiannya. Dari penjelasan Anggita, Rico berpikir jika tidak masalah memakai pakaian ini karena evan tidak pernah menyukainya.
tapi di ending bikin Sad
senggol dong
tapi mengemis no.