NovelToon NovelToon
Mendadak Supir

Mendadak Supir

Status: sedang berlangsung
Genre:Diam-Diam Cinta
Popularitas:22.3k
Nilai: 5
Nama Author: Rahma AR

Sean Ronald Javindra, putra ketiga Eriel dan Edna ditugaskan daddynya ke Surabaya. Tas kecil satu satunya yang dia bawa tertinggal di toilet bandara. Untung dia sudah melewati bagian imigrasi.

"Sial," makinya kesal. Dia jadi ngga bisa menghubungi keluarga dan teman temannya, kaena ponselnya berada di dalam tas kecil itu.

Dia dengan sombong sudah menolak semua fasilitas daddynya karena ingin jadi orang biasa sebentar saja.

"Emang lo udah siap nerima hinaan?" cela Quin saat mengantarkannya ke bandara beberapa jam yang lalu.

"Yakin naek pesawat ekonomi?" ejek Theo mencibir.

"Jangan banyak protes ntar," sambung Deva dengan wajah mencelanya.

Sean malah terkekeh, menganggap enteng semua perkataan mereka.

Sekarang dia baru rasakan apesnya. Kaki panjangnya terasa pegal karena terpaksa di tekuk. Duduknya yang ngga bisa bebas karena kursinya berderet untuk tiga orang. Belum lagi tangis bocil yang ngga berhenti di depannya.

Rasanya saat itu kemarahan Sean mau meledak,

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rahma AR, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Yang Terlupakan

"Jaga cucuku baik baik," tegas Luthfi Muhsin memberi peringatan. Beliau akan pulang dengan supirnya.

"Siap, ndan," ucap Sean sambil mengangkat tangannya di kening, seolah memberi hormat oada pimpinan upacara. Rautnya pun setengah meledek membuat kakek itu agak menggeram.

Sean tertawa sambil membukakan pintu mobil untuk Ariella. Gadis itu memberi isyarat agar jangan menggoda kakeknya lagi.

"Aku duluan, ya, kek. Kakek hati hati," pamit Ariella ketika Javin sudah menghidupkan mesin mobilnya

Di bawah tatapan sangat tajam, Luthfi Muhsin mengawasi kepergian Ariella.

Dia kemudian menghela nafas.

"Tenang, om. Aku malah percaya banget sama supirnya Ariella," ujar Giri yang barusan datang dengan senyum lebarnya.

Pakaiannya terlihat kurang rapi.

"Kamu ngga apa apa?" tanya Luthfi Muhsin ketika melihat memar di kening Giri.

"Ya, tadi berantem bentar," kekeh Giri tanpa mau menjelaskan semuanya. Dia ngga mau papa sahabatnya merasa khawatir

"Hati hati selalu, Giri," ucap Luthfi Muhsin penuh makna.

"Om juga." Melihat tatapan papa temannya, Giri merasa beliau sudah tau apa yang sudah terjadi.

"Oh ya, sudah dapat identitas supirnya Ariella?" Dia lupa mengingatkan Ariella untuk meminta fotokopi identitas laki laki itu. Apalagi laki laki itu yang mengemudikan mobil Ariella.

Seharusnya dia punya sim, kan?

Kembali Luthfi Muhsin mengomeli kecerobohannya membiarkan laki laki tengil yang ngga sopan itu menjadi supir cucunya, padahal ngga punya surat izin mengemudi.

"Belum, om. Anak itu ngga terkenal sepertinya di Jakarta," kekeh Giri. Pengawalnya belum memberi kabar. Apalagi baru sehari ini juga. Dan lagi Om Luthfi belum memberikan kartu identitas apa pun milik Javin. Kalo sudah ada, akan lebih gampang dia menyelidikinya.

Padahal dia sudah berselancar di dunia maya, tapi zonk. Agak aneh kalo laki laki semuda itu tidak menyukai dunia sosial media. Apalagi dia terlihat narcis.

Tapi melihat keahlian tangan kosongnya atau menggunakan pistol membuatnya kagum. Jangan tanyakan skil mengemudinya, sangat mumpuni.

Karena itu Giri merasa aneh tidak bisa melihat dimana pun keberadaannya di sosial media. Harusnya laki laki seperti itu sudah trading.

"Hemm... Setidaknya dia bukan mantan kriminal," jawab Luthfi Muhsin santai. Dirinya sudah menyuruh para pengawal kepercayaannya menyelidiki laki laki itu di kantor polisi di Jakarta.

Itu sedikit melegakannya.

"Kalo Om sudah kasih salah satu kartu identitasnya, akan lebih mudah om buat aku nyari siapa dia."

"Ya, ya. Om selalu lupa memintanya pada Ariella. Nanti kalo udah ada, akan om kirimkan padamu."

"Lagi pula om rasa dia hanya laki laki biasa saja. Identitasnya ngga begitu penting," lanjut Luthfi Muhsin agak meremehkan.

Iya juga, sih. Batin Giri. Tapi tetap saja ada yang janggal menurut Giri tentang supir Ariella.

Laki laki biasa ngga mungkin menguasai dengan baik tiga keahlian sekaligus. Bela diri, bermain senjata dan mengemudi ala pembalap.

Giri yakin orang tua laki laki ini ngga sembarangan. Ditambah tindakannya yang cuek serta penampilannya yang full branded.

"Oke, Om." Tapi dia ngga mau ?mendebat papa sahabatnya. Karena ada yang lebih ngga masuk akal lagi yang harus dia tanyakan.

"Oiya, Om. Apa Om kenal dengan Fazza Artha Mahendra?"

Luthfi Muhsin terdiam sesaat.

"Om sering mendengar namanya. Keluarganya sangat terkenal, karena selain kaya raya juga mereka terkenal baik dan tidak sombong. Memangnya kenapa?" Luthfi Muhsin menatap sahabat putranya heran.

"Om ngga kenal, tapi kenapa.dia mau menolong Ghosam?"

CRING

Luthfi Muhsin terkesiap. Dia teringat betapa cerewetnya tadi Ariella di ruang dokter Nanda.

Pasti cucunya merasa aneh, sama seperti Giri. Bodohnya dia malah ngga berpikir ke arah sana.

Dirinya sudah telanjur senang karena Ghosam ada harapan untuk sembuh. Ngga berpikir lebih jauh.

"Kata Dokter Nanda, rumah sakit ini kerja sama dengan rumah sakit Artha Mahendra."

"Tetap saja aneh, om. Bahkan yang direkomendasikan rumah sakit yang di Perth."

Gratis lagi, batinnya lagi.

"Kalo dia ngga kenal Om, menurut aku cukup aneh, Om."

Luthfi Muhsin makin terdiam, pikirannya makin jauh berjalan. Perkataan Giri ada benarnya juga.

Sebenarnya apa yang dimau-i dinasti Artha Mahendra terhadap keluarganya?

*

*

*

"Kamu jangan suka meledek Kakekku. Nanti darah tingginya kumat," ucap Ariella begitu mobil mereka sudah meninggalkan halaman rumah sakit.

"Jadi kalo cucunya boleh?"

"Ngga boleh juga," judes Ariella menjawab.

Sean terkekeh pelan.

"Kirain boleh," candanya lagi.

DEG DEG

Selaku begitu.

Ariella berusaha mempertahankan wajah datarnya ditengah gempuran perasaan aneh yang memenuhi rongga dadanya.

Jantungnya saja sudah ngga bisa dia kontrol.

"Kakek kamu lucu, sih. Pura pura galak, tapi aku yakin dia kesepian. Kalian jaramg ngobrol santai berdua, ya," tukas Sean setelah tawanya mereda.

Ariella ngga menjawab.

Mungkin supirnya benar juga. Mereka jarang mengobrol santai. Tepatnya dua tahun setelah neneknya meninggal dunia, kakeknya jadi suka menyendiri.

"Kenapa kamu bisa bilang gitu?" kilahnya seolah olah kata kata supirnya ngga benar.

Dalam hati dia suka heran dengan keajaiban pikiran dan sikap Javin

Kadang tengil tapi perhatian.

Dia juga cepat membaca situasi padahal kelihatan seperti orang yang ngga peduli.

"Kelihatan dari matanya. Coba saja perhatikan baik baik."

Masa? Trus di dalam matamu bisa terlihat apa?

Eh, gitu, kan. Logikanya selau zonk kalo bersama Javin.

Ariella menghembuskan nafas perlahan.

"Kenapa? Apa aku salah?" Tatap mata Sean memperhatikan gadis itu yang nampak jengah dari spion di dalam mobil.

"Enggak juga." Ariella berusaha menenangkan debaran di dadanya.

Jantung, kamu jangan macam macam, batinnya mulai gerah dengan jantungnya yang suka berdetak sembarangan.

"Jangan terlalu sibuk kerja. Kakekmu juga perlu disapa."

Setelah mengatakan itu, Sean malah tertohok sendiri.

Dia juga sudah lupa menghubungi opa omanya beberapa hari ini.

Sok pintar lo nasehatin orang, dengusnya dalam hati mencela dirinya sendiri.

Ariella tertegun mendengarnya.

Mereka terlalu sibuk sendiri sendiri, hati Ariella tercekat.

Gitu, kan, Javin. Selalu aja bisa menggali sisi terdalamnya yang terlupakan olehnya.

"Kata kataku tadi seperti menggurui kamu, ya," ucap Sean ketika ngga ada tanggapan dari darinya Ariella.

"Aku juga belum menelpon opa opa dan omaku," kekehnya pelan dengan fokus tetap ke depan.

Ariella tersenyum mendengarnya.

Satu notif pesan dari kakeknya membuat dia teringat pada hal penting yang dia lupakan.

Tanyakan kartu identitas si tengil itu

Ariella tersenyum lebih lebar. Kemudian dia menatap punggung Javin.

"Kamu sudah ke kantor polisi?"

"Ngapain ke sana. Lebih baik ke KUA."

Tuh, kan, tengilnya kumat lagi.

Pipi Ariella merona.

"Apa, sih," ucap Ariella pura pura ketus.

Sean tertawa perlahan. Lidahnya lentur banget, padahal dia ngga pernah seugal ugalan ini dengan perempuan.

"Kamu, kan, kecopetan di bandara. Kamu harus buat laporan."

Oh iya. Sean beneran lupa.

"Kamu udah dua hari ini bawa mobil. SIMnya ada, kan?"

Sean nyengir. Daddy dan om Devin sepertinya juga lupa memberikan kartu identitasnya tadi.

Ponselnya bergetar. Dari Malik.

Nanti temui aku. Kartu identitasmu kebawa aku.

1
Rahmawati
sean gk mgkin nerima tawaran idrus, dia jd supir kan hanya nyamar utk gaet calon istrinya
Rahmawati
astaga quin km masih aja nyebelin, padahal cuma nge chat aja masa gk pernah
Zea Rahmat
hadeuhh idrusss uang kamu ga ada apa2 nya di banding seannn
🔵MENTARY
Sean rela jadi supir dan bodyguard demi calon istri
DinDut Itu Pacarku ngasih Iklan
Ar Rasyha
aku kang rawoon rhorr...
rumahku perbatasan gersik lamongan ...
Rahma AR: hehe.......
Rahma AR: hehe...
total 2 replies
Zea Rahmat
hadeuhhhhh Quinn km menyepelekan hal kecill.... dah sherenn kabur aja🤣🤣ehh tp ini lapaknya si Sean ya🤣🤣🤣😂
anggita
mulai bingung+gusar+panik
anggita
2☝☝iklan buat author. 👍like untuk Sean.
Dewi kunti
Oalah Quin sakne bojomu
Yuli a
punya anak cewek ya... seru nih kalau jadi jodoh Malik... cintaku mentok pada musuh bebuyutan...
Yuli a
kasihan nasib Eleanor..
Yuli a
ya ampun.... Quin ini ya... ya sekali-kali ngelakuin yang nggak biasa lah Quin... istri juga butuh perhatian. sekedar chat juga udah seneng ... jangan nyesel Quin, entar nggak dapat jatah Lo...
Iyan
Luar biasa
Deandra Putri
lahh ini malah bapak2 malah ikut2ann
Deandra Putri
melihat orang jahat sengsara itu bikin seneng....😁😁
Deandra Putri
POV bandar judol: apa salahkuuuuu???

😁😁
Deandra Putri
lahh, duo jahat ternyata sama2 punya utang judi online
Deandra Putri
gayung bersambut banget, majikan nanyain KTP eh ada yg wa suruh ambil KTP...😁😁
Deandra Putri
tampang pak supir gak bisa dbilang orang susah ya...
Deandra Putri
orang kaya Idrus ini enaknya diapain ya biar kapok... kalo dimatiin, Kebagusan sih..
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!