Kisah ini tentang perjuangan seorang anak laki-laki bernama Nandang Batuah yang bercita-cita menjadi seorang Abdi Negara. Hidup bersama adik perempuan dan ibunya yang seorang janda berpenghasilan minim. Simak perjalanan hidupnya ya.
Dunia nyata sudah cukup pelik dengan segala likaliku yang lumayan berat. Maka dalam karya ini author berharap dapat membawa pembaca ke dunia halu yang manis.
Di sini
No pelakor
No pebinor
Ada bawang secukupnya
Ada Kopi sedikit pahit
Ada gula pasir yang lumayan membuat hatimu berdesir.
Mari ramaikan
Semoga terhibur
Selamat membaca
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon EmeLBy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 12 : BAHAGIA
Raga Puspa memang lelah, tapi tidak dengan jiwanya. Sebab desakan dari Nandang dan Andini memaksanya untuk mengajari keduanya untuk mencuci pakaian tersebut. Akhirnya, sepuluh plastik pakaian kotor itu pun kini sudah pindah tempat ke atas jemuran.
Andini anak yang teliti dan telaten. Ia bahkan sudah memberi tanda dan batasan mana saja pakaian sesuai pemiliknya. Ia juga sudah membuatkan nota sesuai nama-nama yang tertera lengkap dengan rincian dan uang yang akan mereka terima nanti.
"Astagafirulahalazim. Semuanya 28kg mak semua minta cuci setrika. Bererti kali 10rb. Besok mak akan terima uanh 280rb. Ya Allah... banyak sekali mak. Andai saja uang laundry bisa di pastikan 200rb/hari maka dalan sebulan kita akan dapat uang 6jt mak." Pekik Andini kegirangan.
"Itu jika 200rb Ndin. Tapi hari ini bahkan hampit 300rb. Belum lagi ibu tadi dapat uang dari hasil bersih rumah. Waah.... bisa bisa sebulan kita mencapai 8 sampai 10jt, Ndin." Timpal Nandang yang tak kalah antusias dengan usaha baru Puspa.
"Jangan lupa. Kita harus kembalikan utang 10jt dulu sama mami Onel Nan. Lalu kalian hanya menghitung pemasukannya. Biaya operasionalnya tidak kalian potong."
"Biaya apa itu mak?" tanya Andini tak paham.
"Ndin... dengan menggerakan mesin itu tentu mbuat bayaran listrik kita membengkak, menggunkan setrika juga. Pemakaian ait yang banyak juga semua butuh bayaran lebih besar dari pemakaian kira secara normal."
"Ah... tetap masih besar untungnya dari pada biaya operasionalnya mak." Jawab Nandang senang.
Mereka sudah terlihat duduk bersantai menunggu mesin cuci bekerja.
"Mak... gimana kalo kita bagi tugas saja." Ide Andini.
"Gimana?" penasaran.
"Mesin cuci kita kam dua mak. Gimana kalo itu satu buat kak Nan satunya buat Ndin. Nah. Tiap plastik pakaian kotor sendiri-sendiri tanggung jawabnya. Alias, untuk urusan laundry biar kita berdua kak. Emak biar fokus bebersih rumah di sana saja." Jelas Andini.
"Wah... ide bagus tuh mak. Gimana? Kami bisa kok kalo cuma nyuci dan nyetrika. Jadi, emak ga akan cape bagi waktu dan tenaga. Nandang setuju mak." Nandang ikut bersemangat.
Puspa menitikkan airmata, terharu dengan kepedulian anak-anaknya.
"Kalian yakin mau ikut mencari nafkah?"
"Mak... kami sudah besar. Lagi pula pekerjaan itu bisa kami lakukan."
"Tapi tugas kalian tidak mencari nafkah nak."
"Mencari nafkah juga bukan tugas emak, kan." Jawab Nandang membuat Puspa kehilangan kata-kata.
"Ijinkan kami ikut meringankan beban emak. Kami sudah besar mak, percaya lah kami sudah bisa di ajak berbagi beban kok." Lanjut Nandang lagi.
"Kalau begitu begini saja. Karena kalian meringankan beban kerja emak. maka kalian juga harus mendapat upah. Bagaimana?"
"Waaah... setuju mak. Biar makin semangat." Girang Andini.
"Setuju mak." Nandang menambahkan.
"Begini... bagaimana kalau cuci lipat 3000, cuci setrika 5000 perkilo. Jadi sisa pembayaran itu bisa emak pakai untuk biaya operasional. Bagaimana?"
"Keren mantaap. Setuju pake banget mak." sahut Andini penuh semangat.
"Tapi... apakah boleh sementara uang mami Onel belum di lunasi. Kalian belum emak kasih uang lelahnya?" Pancing Puspa pada kedua anaknya.
"Tidak masalah mak. Yang penting kita tetap makan dan di kasih uang jajan di sekolah, Gimana?"
"Jangan begitu. Emak cuma bercanda. Mana mungkin emak pakai tenaga kalian, tapi hak kalian tidak di beri. Itu dosa."
"Santuuuy mak. Pekerjaan ini sungguh ringan. Tidak menerima laundryan juga, Ndin juga selalu melipat pakaian kita sehari-hari." Andini mencembetutkan bibirnya.
"Benar kalian tidak merasa keberatan? Ibu tidak mau kalian lupa belajar karena sibuk bekerja. Bagaimanapun, ini tugas emak selayaknya orang tua. Ini tanggung jawab emak."
"Iya mak... kami janji akan pandai membagi waktu. Iyakan kak?" celoteh Andini.
"Iya mak. Bersatu kita teguh bercerai kita runtuh." Timpal Nandang.
Jadilah mulai hari itu, Nandang dan Andini lah yang menguasai urusan laundry. Puspa benar hanya bertugas sebagai kurir antar dan jemput cucian itu saja.
Sementara di komplekan Onel. Puspa terkadang sanggup membersihkan 2 hingga 4 rumah. Bahkan tidak hanya saat tidal ada orangnya di rumah, saat penghuninya ada pun, kadang Puspa di minta untuk bersih-bersih.
Sementara jualan kue pun masih Puspa tekuni, sebab sudah terboasa bangun dini hari untuk mengadon kuenya tersebut.
Tiga bulan berlalu, emak Nandang benar pandai mengirit keuangan mereka, sehingga dapat memgumpulkan keuangannya dengan cepat. Dan segera melunasi hutangnya pada mami Onel.
"Mami... ini setoran terakhir. Terima kasih bantuan mami. Semoga Allah memberikan rejeki berlimpah pada mami Onel yang sudah begitu baik membuka pintu rejeki untuk kami. Sungguh saya tidak mengira sebelumnya bisa membuka jenis usaha ini. Yang ternyata lebih cepat bisa menghasilkan uang." ujar Puspa pada Onel
"Hahahaaa.... mana ada pekerjaan itu cepat menghasilkan uang. Biasa saja kali." Onel merasa Puspa berlebihan.
"Ini cepat mi, sangat cepat di bandingkan hasil jualan kue." Puspa berkata sejujurnya.
"Apa kamu mau mami kasih pekerjaan yang lebih cepat dan banyak lagi untuk mendapatkan uang mak?" pancing Onel kembali.
"Hah... pekerjaan apa lagi itu?"
"Benar mau?"
"Belum tau, kan ngerjakan apa emak belum tau." Jawab Puspa penasaran
"Mau tau?"
"Boleh tau?"
"Kalau kamu mau tau, datang ke sininya malam. Ya lepas Isya deh."
"Wah... malam sekali. Terus ngapain?"
"Kalo siang di sini sepi. Tapi kalo malam mami banyak tamu. Jadi kerjaannya hanya antarkan minuman buat tamu saja. Kamu liat gedung besar di tengah itu? nah orangnya kumpul bertamunya di situ."
"Oh... di situ tiap malam selalu ada acara ya mi?"
"Betul sekali, tiap malam. Bahkan kadang bisa sampai pagi. Baru mulai sepi."
"Oh... begitu."
"Bagaimana apa kamu tertarik bekerja di gedung itu?"
"Tidak ah mi. Emak sudah sangat bersyukur dengan hasil laundry dan bebersih rumah mereka. Lagi pula kalau kerjanya harus keluar malam, emak tidak bisa meninggalkan rumah dan anak-anak."
"Ingat mak, mereka makin besar. Makin butuh biaya. Kalau kamu rajin kerjanya, bisa-bisa dalam sebulan kamu bisa beli motor baru." Onel masih saja ingin mengajak Puspa merambah ke dunia kerja mereka sesungguhnya.
"Hmm... mak pikir-pikir dulu ya mi. Apakah akan mencoba pekerjaan baru itu atau tidak. Yang pasti, mak dan anak-anak masih sangat merasa cukup dan bahagia dengan pekerjaan ini."
"Baiklah... kapan kamu siap saja. Nikmati saja dulu sebagai tukang laundry. Tapi jika ingin menambah penghasilan lagi, kasih tau mami. Ok?*
"Baik mi. Sekali lagi terima kasih atas tawaran kerjanya. Dan sementara ini kami merasa sangat terbantu di bidang ekonomi dan pelerjaan ini sangat di sukai oleh anak-anak.
Bersambung...