Gavin Wiliam Pranaja seorang dokter tampan yang terpaksa menerima perjodohan dari kedua orangtuanya karena ancaman yang di dapatkannya.
Ancaman untuk mencoreng nama nya sebagai salah satu pewaris keluarga Pranaja, bukan masalah gila harta, tetapi Rumah sakit menjadi salah satu aset yang tertera dalam hak waris. Sebagai seorang yang berjuang, tentu ia tidak akan mau merelakan rumah sakit impiannya begitu saja, terlebih lagi pada sang kakak yang begitu membencinya dan selalu merasa tersaingi.
Perjodohan tak bisa di hindarkan, meskipun gadis yang akan bersanding dengan nya memiliki sifat berbalik dengan sifatnya. Kekanakan dan sangat manja, Gavin membencinya.
Kirana Zahrani, seorang gadis belia yang pasrah di jodohkan dengan seorang dokter tak dikenalnya karena alasan membalas budi baik keluarga Pranaja yang telah membantu operasi sang Papa.
Ejekan dan hinaan di dapatkan Kirana, tetapi ia menanggapinya dengan penuh kesabaran, kesabaran yang berujung perasaan tak di undang untuk satu sama lain. Kelembutan dan ketulusan Kirana membuat hati Gavin menghangat hingga tanpa sadar perasaan itu hadir padanya.
updated pukul 12.00 WIB
Follow Instagram @Alfianaaa05_
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alfiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Fitting baju pengantin
Setelah penjelasan Kirana kemarin, kini keluarga Pranaja berada di rumah sakit untuk bertemu keluarga Andrian yang keadaanya sudah jauh lebih baik.
Ada Gavin juga disana, tatapan matanya enggan beralih dari wajah gadis yang menyebalkan itu.
"Kami setuju saja, Pak." Ucap Papa Andrian ketika Papa Raden menjelaskan.
"Kamu sendiri gimana Lel?" tanya Mama Ayu pada sang teman.
Mama Leli melirik ke arah Kirana yang tampak pasrah dengan keadaan, sebagai seorang ibu tentu ia tidak tega membiarkan putrinya 19 tahun harus menikah dan mengubur dalam-dalam impiannya, namun ia sadar bahwa bantuan keluarga Pranaja bahkan tak cukup hanya dengan merelakan putrinya sebagai menantu keluarga itu.
"Aku setuju, Yu." Jawab Mama Leli pelan.
Kirana memejamkan matanya ketika mendengar jawaban sang Mama, tetapi inilah yang memang harus terjadi, menikah di usia muda karena desakan keadaan. Kirana tak membenci orang tuanya, om dan tante bahkan Gavin sekalipun.
"Maaf." Lirih Kirana dan hanya Gavin yang mendengarnya.
"Jika pernikahan ini sampai terjadi, jangan salahkan aku ketika kau merasa sakit." Balas Gavin penuh penekanan dengan suara yang tak kalah pelan.
***
Setelah pembicaraan tiba-tiba yang di lakukan di rumah sakit waktu itu, tanggal pernikahan telah di tetapkan. Kirana dan Gavin hanya bisa pasrah dengan perjodohan, Kirana yang ingin membalas budi, dan Gavin yang tidak mau melepas impiannya begitu saja.
Hari ini sudah H-4 acara pernikahan, Gavin dan Kirana saat ini berada di butik untuk melihat rancangan gaun milik mereka yang telah di pesan jauh-jauh hari.
"Lebih baik dicoba dulu, Nona." Saran si designer yang merancang gaun Kirana.
Kirana mengangguk, ia segera masuk ke dalam kamar pas untuk mencoba gaun pengantin nya. Sama hal nya dengan Kirana, kini Gavin pun berada di ruang ganti untuk mencoba setelan tuxedo miliknya.
"Apakah benar aku akan menikahi gadis itu, bagaimana nanti hidupku jika terus bersamanya." Gumam Gavin menatap dirinya melalui pantulan cermin.
Gavin berdecak, ia segera keluar setelah selesai memakai pakaiannya, ketika keluar ternyata Kirana sudah keluar lebih dulu dengan gaun pengantin yang pas di tubuh mungilnya.
Gavin hampir tersedak air liurnya sendiri ketika melihat betapa cantiknya gadis kecil itu. Gaun dengan lengan seperempat dan bagian depan yang berbentuk segitiga namun tak memperhatikan bagian dada gadis itu membuat penampilan Kirana benar-benar cantik.
"Bagaimana, apa anda suka Tuan?" tanya designer itu pada Gavin.
Gavin berdehem guna menetralisir perasaan yang tiba-tiba ingin memuji gadis itu, ia merapikan sedikit dasi kupu-kupunya.
"Ya, kami akan ambil sekarang." Jawab Gavin lalu kembali masuk ke dalam ruang ganti.
Setelah selesai mengambil baju pengantin mereka di butik, kini mereka berada di restoran untuk mengisi perut mereka yang mulai huru-hara.
"Kau mau pesan apa?" tanya Kirana melihat daftar menu yang waiters berikan.
”Spaghetti Carbonara dan jus lemon." Jawab Gavin cuek.
Kirana mengangguk, ia segera mencatat pesanan mereka lalu memberikan nya pada waiters dan menunggu nya.
"Aku permisi ke toilet sebentar." Ucap Kirana lalu beranjak dari tempatnya tanpa menunggu jawaban Gavin.
Gavin memainkan ponselnya sambil menunggu Kirana, apa? maksudnya makanannya, untuk apa dia menunggu gadis itu.
Ketika sedang asik bermain ponsel, tiba-tiba ada yang menepuk bahunya dengan pelan membuatnya mau tidak mau menoleh.
"Tebakan ku benar." Ujar pria itu tersenyum, namun dibalik senyumannya banyak dendam di dalamnya.
Gavin tak mengeluarkan kata apapun, ia menepis tangan pria itu dari bahunya lalu kembali memainkan ponselnya.
"Aku dengar kau akan menikah, kenapa tak mengatakannya padaku?" tanya pria itu lagi, kini dengan tidak sopan nya langsung duduk di depan Gavin.
"Apa itu penting?" tanya Gavin dengan wajah datarnya.
"Oh ayolah, aku ini Kakakmu, pantaskah kau bertanya." Jawab Fahri tersenyum culas.
"Benarkah kau Kakakku, tapi kenapa kau selalu merasa iri padaku?" tanya Gavin santai.
Pria yang merupakan anak sulung keluarga Pranaja itu lantas mengelapkan tangannya, ia bangun lalu mendekati Gavin dan menatap sang adik dengan tajam.
"Kita lihat siapa yang akan iri dengan siapa." Tekan Fahri diakhiri senyum mengejek.
"Tentu kita sama-sama tahu jawabannya, selama bertahun-tahun kau yang selalu iri dan merasa tersaingi olehku." Balas Gavin mendorong bahu Fahri agar sedikit menjauh darinya.
Fahri segera pergi dari sana, ia baru saja kembali dari Paris dan langsung bertemu dengan sang adik yang begitu dibencinya. Dalam hati ia selalu bersumpah untuk membuat Gavin hancur dan memohon padanya.
Setelah kepergian Fahri, tak lama Kirana kembali dari toilet, ia mengerutkan keningnya ketika melihat wajah Gavin yang tak bersahabat dan tampak memerah.
"Apa kau baik-baik saja?" tanya Kirana ragu.
Gavin tak menjawab, ia memberikan kartu kredit miliknya kepada Kirana.
"Aku ada pekerjaan mendadak, bayarlah pesanan nya dan pulang dengan taksi. Sampai nanti!" ucap Gavin lalu pergi meninggalkan Kirana begitu saja.
Kirana menatap kepergian Gavin dengan mata berkaca-kaca, tega sekali pria itu meninggalkan nya sendirian bahkan menyuruhnya pulang naik taksi.
Kirana menarik nafas lalu membuangnya, ia meraih kartu kredit milik Gavin lalu memasukkannya ke dalam tas. Kirana beranjak dari tempatnya, ia menuju kasir dan membayar pesanan yang bahkan belum datang, dengan uangnya. Ingat kan, uangnya bukan kartu kredit Gavin.
Kirana bukan maksud sok kebanyakan uang, hanya saja baginya saat ini belum cukup pantas memakai uang Gavin, tetapi beda cerita setelah mereka menikah.
LIKE DAN KOMENNYA 😍
BERSAMBUNG.....................
Terima kasih utk karyanya Kak Author 🙏🏻💐
Sehat2 slalu & semangat utk karya barunya 💪🏻👏🏻