Di malam ulang tahun suaminya yang ke tiga puluh lima, Zhea datang ke kantor Zavier untuk memberikan kejutan.
Kue di tangan. Senyum di bibir. Cinta memenuhi dadanya.
Tapi saat pintu ruangan itu terbuka perlahan, semua runtuh dalam sekejap mata.
Suaminya ... lelaki yang ia percaya dan ia cintai selama ini, sedang meniduri sekretarisnya sendiri di atas meja kerja.
Kue itu jatuh. Hati Zhea porak-poranda.
Malam itu, Zhea tak hanya kehilangan suami. Tapi kehilangan separuh dirinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ama Apr, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 1
Subuh itu, fajar belum sepenuhnya datang ketika Zhea terbangun oleh rengekan kecil. Ia membuka mata perlahan, meraih jam digital di samping tempat tidur, pukul lima lebih lima menit.
"Zheza ..." gumamnya pelan.
Anak perempuannya, bayi mungil berusia tiga bulan itu, menggeliat di boks kecil di sebelah ranjang. Pipinya memerah, bibir kecilnya mencari-cari sesuatu seperti sedang mengisyaratkan bahwa ia lapar.
Zhea tersenyum. Lelah, tapi bahagia.
Ia bangun, duduk, dan menggendong bayinya. "Good morning, sayang ..."
Ia menciumi kepala si kecil, aroma khas bayi membuat dadanya kembali hangat. Ada rasa syukur yang tak pernah bosan ia ulang-ulang dalam hati. Tuhan telah menitipkan Zheza Alfayezha Dinata, dari rahimnya sendiri ... terlalu indah, terlalu sempurna untuk dinilai dengan kata-kata biasa.
Zhea menyusui Zheza.
Kamar masih remang-remang, hanya lampu tidur kecil di sudut ruangan yang menyala.
Sang suami, Zavier masih terlelap di sebelahnya, tidur menyamping, napasnya teratur. Rambutnya sedikit acak-acakan, tapi tetap tampan. Ia selalu tampan bahkan saat pagi hari. Dan hal itu, entah kenapa, selalu membuat Zhea merasa seperti dia yang paling beruntung di dunia.
Ia sangat mencintai laki-laki di sebelahnya. Cintanya masih sama seperti dulu, saat mereka pertama kali bertemu.
Meski sudah lima tahun menikah, dan banyak pasangan lain yang mulai merasa hubungannya hambar, Zhea merasa cinta mereka tidak pernah hilang. Ada lelah, iya. Ada kesal, kadang. Tapi ... Zavier selalu mampu membuat Zhea merasa tidak salah memilih.
Zavier selalu bisa jadi suami yang hangat. Pria yang tidak pelit kasih sayang. Pria yang memuji setiap detail dari dirinya. Bahkan waktu Zhea hamil besar dan merasa tubuhnya tidak cantik, Zavier masih bilang dia perempuan tercantik di dunia.
Zhea percaya. Ia sangat percaya dengan sepenuhnya kepada sang suami yang sembilan tahun lebih tua darinya itu.
Setelah selesai menyusui, Zhea mengembalikan Zheza ke boks.
Ia lalu turun ke dapur, menyiapkan sarapan. Hari ini ia mau membuatkan pancake dengan madu. Favorit Zavier.
Sejak awal menikah, Zhea selalu mencoba menjaga kebiasaan ini: memasak sesuatu setiap pagi untuk suaminya. Tidak ada aturan siapa yang selalu harus memasak, tapi Zhea merasa itu bentuk kecil cintanya.
Jam tujuh lebih sepuluh, Zavier turun. Rambut sudah rapi, kemeja abu muda lengkap dengan jas dan dasinya, wangi parfumnya mengisi ruang makan.
"Pagi, sayang." Ia memeluk Zhea dari belakang. "Kamu bangun duluan lagi."
"Aku biasa bangun sama Zheza," jawab Zhea sambil tersenyum.
Zavier mencium pipinya. "Terima kasih sudah selalu jadi ibu yang hebat."
Zhea tertawa pelan. "Aku baru tiga bulan jadi ibu. Masih belajar, Mas."
"Dan kamu melampaui ekspektasi."
Zavier duduk, mulai menyantap pancake.
Zhea memperhatikan wajah suaminya. Ia masih tidak bisa menghilangkan rasa takjub. Lima tahun menikah, dan dia masih bisa merasakan jantung berdebar kalau melihat Zavier begitu rapi dan tampan.
Ia tahu banyak perempuan di kantor suaminya yang diam-diam mengagumi Zavier. Tapi Zhea tidak pernah merasa cemburu. Karena ia percaya penuh pada laki-laki ini.
Zhea mencintai Zavier tanpa setengah-setengah. Ia memberikan semuanya.
Hari ini adalah ulang tahun suaminya.
Ulang tahun ke tiga puluh lima.
Zhea sempat bertanya, "Mas, ulang tahunmu mau dirayain di mana? Dinner di luar atau di rumah saja?"
Zavier hanya menjawab santai, "Nanti aku kabari ya. Kayaknya hari ini bakal lembur. Banyak laporan closing bulan ini."
Zhea mengangguk. Ia memang tidak mau memaksa. Hubungan mereka selama ini tidak pernah keras atau penuh drama. Semua mengalir bagai air.
Setelah sarapan, Zavier mengambil tas kerja. "Sayang, kayaknya malam ini aku lembur. Barusan Elara mengirim pesan, katanya ada meeting yang untuk besok dimajuin jadi malam ini."
"Lembur, ya?" Zhea mendekat dan membenarkan kerah kemeja suaminya. Ia menatap Zavier dengan lembut. "Tapi aku tetap perempuan pertama yang bilang 'selamat ulang tahun' kan?"
Zavier tersenyum. "Pastinya. Kamu selalu jadi yang pertama."
Mereka saling menatap sebentar. Lalu Zavier mengecup kening istrinya sebelum pergi.
Zhea menatap punggung suaminya yang semakin menjauh, lalu menutup pintu perlahan.
Itulah pagi sederhana mereka.
_____
Zhea mengurus Zheza, menata rumah, dan sesekali memeriksa notifikasi di grup keluarga.
Sekitar pukul 16.30, Zhea teringat sesuatu. Dia mau membuat kue ulang tahun untuk suaminya.
Di lemari es, ia menyimpan bahan kue yang ia beli kemarin. Zhea tersenyum. Ia punya ide. Zavier memang bilang lembur, tapi Zhea ingin memberikan kejutan.
Ia pergi ke baby box.
"Zheza, Mama mau bikin kejutan buat Papa, ya. Kamu tiduran dulu ya, sayang."
Zheza mengedip-ngedip polos, tanpa tahu apa pun. Zhea menyentuh pipi anaknya. "Biar Papa tahu bahwa kita sayang banget sama dia."
Zhea mulai membuat kue black forest, kue favorit Zavier. Tangannya lincah, ia sudah hafal resepnya sejak lama.
Sambil mengocok adonan, ia memikirkan sesuatu: lima tahun lalu, saat ulang tahun Zavier yang pertama setelah menikah, mereka masih suami-istri baru. Ia membuatkan black forest juga. Kue yang sama. Mereka makan sambil tertawa, saling menyuapi, dan Zavier bilang, "Aku bersyukur menikahi kamu."
Zhea menahan senyum. Kenangan itu masih terekam jelas.
Ia ingin ulang tahun ini juga terasa seperti itu. Hangat dan spesial.
Setelah kue siap dan didekorasi sederhana, Zhea mengemasnya rapi dalam kotak transparan dengan pita kecil warna emas. Waktu sudah menunjukkan pukul sembilan belas lebih tiga puluh menit.
Ia mengganti pakaian, dress merah marun memeluk tubuhnya yang kini lebih berisi karena efek menyusui. Make up natural, tapi manis menghiasi wajahnya yang cantik. Ia merapikan rambut, menatap dirinya di cermin. Ada rasa excited. Jantungnya berdebar.
"Zheza, kamu sama Bi Acih dulu, ya ... Mama mau kasih kejutan buat Papa."
Bi Acih mengangguk.
"Saya nggak akan lama ya, Bi. Palingan cuma satu jam."
Bi Acih tersenyum. "Baik Bu Zhea. Hati-hati."
Zhea keluar rumah sambil membawa kotak kue di tangan. Ia sudah menyiapkan balon kecil yang akan ia sembunyikan di belakang dirinya saat masuk ke ruang kerja Zavier, tapi karena sendirian, ia jadi hanya membawa kue saja.
Perjalanan menuju kantor tidak terlalu jauh. Hanya tiga puluh menit dengan mobil. Sambil mengemudi, Zhea memutar lagu-lagu mellow romantis. Hatinya lembut, berbunga-bunga.
Dia membayangkan ekspresi Zavier nanti.
Pasti kaget.
Pasti senang.
Mungkin mereka bisa makan kue itu bersama di kantor. Atau di mobil. Atau Zavier memutuskan untuk pulang lebih cepat karena tersentuh.
Zhea menghela napas bahagia.
Hubungan mereka mungkin tidak penuh kejutan setiap hari, tapi hari ini, Zhea ingin jadi istri yang membuat kenangan baru. Kenangan manis.
Jam dua puluh lebih satu menit, Zhea sampai di basement parkiran kantor Zavier. Ia turun, mengambil kue, lalu berjalan menuju lift. Tangannya sedikit dingin karena AC basement, tapi hatinya hangat sekali.
Lift tiba di lantai tempat ruang kerja Zavier.
Suasana sudah sepi. Banyak lampu ruangan dimatikan.
Zhea berjalan pelan menuju ruangan Zavier. Ia tidak mau membuat suara. Tidak mau mengganggu kerjaan suaminya.
Kotak kue itu ia pegang erat-erat.
Sesampainya depan pintu ruang kerja Zavier, ia menarik napas panjang. Dada berdebar.
Ia pegang handle pintu pelan, dan membuka sedikit, hanya celah kecil, karena ia ingin masuk diam-diam.
Tapi ...
Tiba-tiba gerakan tubuh di dalam ruangan membuat Zhea spontan berhenti.
Ada suara napas berat.
Ada suara kursi bergeser.
Zhea menahan napas.
Ia membuka pintu sedikit lebih lebar.
Dan dalam satu detik ...
dunia Zhea seolah berhenti bergerak.
Zavier, suaminya ... sedang berdiri membelakangi pintu bertelanjang dada, rambutnya terlihat berantakan, celana panjangnya melorot sampai paha.
Dan di atas meja, seorang perempuan sedang telentang dengan kaki terbuka lebar. "Ahh ... Pak Zavier. Lebih dalam lagi, Pak."
"Tentu, Elera. Aku akan melakukan apa yang kamu minta."
Zhea membatu. Ia tidak bisa merespon apa pun. Tidak ada kata yang muncul.
Zhea hanya berdiri. Menatap pemandangan yang memecah tubuhnya dari dalam. Dadanya seperti ditusuk ribuan panah.
Kedua kakinya mendadak lemas. Napasnya tersendat-sendat. Dan detik itu juga, dunianya runtuh seketika.
memang cocok mereka berdua sama-sama iblis
gimana yah reaksi zavier kalau lihat El lagi kuda" sama laki laki lain
seperti istrimu yg melihat mu pasti booom like nuklir